Skip to content
Mengenal Apa Itu Hak Kekayaan Intelektual

Agar Tak Salah Kaprah, Kenali Perbedaan PPJB dan AJB

Perbedaan PPJB dan AJB, perlu diketahui PPJB (Perjanjian Pengikatan Jual Beli) dan AJB (Akta Jual Beli) adalah dua dokumen yang berhubungan dengan transaksi jual beli properti di Indonesia. Perjanjian Pengikatan Jual Beli yang selanjutnya disebut PPJB dan Akta Jual Beli yang selanjutnya disebut AJB merupakan 2 Perjanjian yang berhubungan dengan transaksi jual beli tanah dan bangunan di Indonesia.

Terdapat perbedaan antara kedua Perjanjian tersebut yang mungkin belum banyak diketahui dan dipahami oleh masyarakat. Dalam artikel ini akan dibahas secara lengkap perbedaan antara PPJB dan AJB, yuk simak lebih lanjut pembahasan dibawah ini.

Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB)

PPJB merupakan istilah umum yang dikenal dalam proses jual beli tanah atau rumah. Namun perlu diketahui bahwa, PPJB tidak diatur secara spesifik dalam peraturan perundang-undangan. Akan tetapi, terdapat sejumlah peraturan yang menggunakan istilah PPJB, salah satunya adalah Permen PUPR Nomor 11/Prt/M/2019.

Pengertian dan Tujuan PPJB

Menurut Pasal 1 angka 2 Permen PUPR Nomor 11/Prt/M/2019, Perjanjian Pendahuluan Jual Beli atau Perjanjian Pengikatan Jual Beli yang selanjutnya disebut PPJB adalah kesepakatan antara pelaku pembangunan dan setiap orang untuk melakukan jual beli rumah atau satuan rumah susun yang dapat dilakukan oleh pelaku pembangunan sebelum pembangunan untuk rumah susun atau dalam proses pembangunan untuk rumah tinggal dan rumah deret yang dinyatakan dalam akta notaris.

Tujuan ditandatangani PPJB adalah untuk mengikat calon penjual agar pada saat yang telah diperjanjikan ia akan menjual benda/hak miliknya kepada calon pembeli, dan pada saat yang sama perjanjian tersebut juga mengikat calon pembeli untuk membeli benda/hak milik calon penjual, sesuai dengan ketentuan yang telah diperjanjikan para pihak.

Sistem PPJB

Sistem Perjanjian Pendahuluan Jual Beli yang selanjutnya disebut Sistem PPJB diatur dalam Pasal 1 angka 1 Permen PUPR Nomor 11/Prt/M/2019, yang memiliki definisi yaitu rangkaian proses kesepakatan antara setiap orang dengan pelaku pembangunan dalam kegiatan pemasaran yang dituangkan dalam perjanjian pendahuluan jual beli atau perjanjian pengikatan jual beli sebelum ditandatangani akta jual beli. Sistem PPJB berlaku untuk Rumah umum milik dan Rumah komersial milik yang berbentuk Rumah tunggal, Rumah deret, dan Rumah Susun.

Syarat dilakukannya PPJB

Agar Tak Salah Kaprah, Kenali Perbedaan PPJB dan AJB

Sebagaimana diatur dalam Pasal 10 ayat (1) Permen PUPR Nomor 11/Prt/M/2019, PPJB dapat dilakukan setelah pelaku pembangunan telah memenuhi persyaratan kepastian berikut ini :

1. Status kepemilikan tanah

Dibuktikan dengan sertifikat hak atas tanah yang diperlihatkan kepada calon pembeli pada saat penandatanganan PPJB.

2. Hal yang diperjanjikan

Terdiri atas kondisi rumah, prasarana, sarana, dan utilitas umum yang menjadi informasi pemasaran penjelasan kepada calon pembeli mengenai materi muatan PPJB dan status tanah dan/atau bangunan dalam hal menjadi agunan.

3. Kepemilikan izin mendirikan bangunan induk atau izin mendirikan bangunan

Disampaikan salinannya sesuai asli kepada calon pembeli pada saat penandatanganan PPJB.

4. Ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum
5. Keterbangunan paling sedikit 20% (dua puluh persen)

Ketentuan yang diatur dalam PPJB

Pasal 11 ayat (2) Permen PUPR Nomor 11/Prt/M/2019, menyebutkan bahwa dalam PPJB sekurang-kurangnya harus memuat ketentuan berikut :

  1. identitas para pihak; 
  2. uraian objek PPJB; 
  3. harga Rumah dan tata cara pembayaran; 
  4.  jaminan pelaku pembangunan; 
  5. hak dan kewajiban para pihak; 
  6. waktu serah terima bangunan; 
  7. pemeliharaan bangunan; 
  8. penggunaan bangunan; 
  9. pengalihan hak; 
  10. pembatalan dan berakhirnya PPJB; dan
  11. penyelesaian sengketa.

Dapat disimpulkan bahwa PPJB dilakukan ketika belum dapat dilaksanakannya pembuatan Akta Jual Beli di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah, selanjutnya disebut PPAT, karena terdapat proses yang belum selesai.

Misalnya seperti bangunan di atas tanahnya belum terlaksana 100%, sertifikat masih dalam proses pemecahan, transaksi yang dilakukan belum lunas atau dilakukan secara parsial.

Adanya PPJB ini mengikat terlebih dahulu para pihak sebelum ditandatanganinya Akta Jual Beli dihadapan PPAT.

PPJB sebenarnya bukan merupakan keharusan atau kewajiban, namun dapat dilakukan jika para pihaknya menghendaki atau menyepakati ditandatangani PPJB sebelum dibuatnya AJB, ketika terdapat proses yang belum selesai sebagaimana dijelaskan sebelumnya.

Akta Jual Beli (AJB)

Penandatanganan Akta Jual Beli atau AJB dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah atau PPAT, dilaksanakan ketika pihak pembeli telah melunasi seluruh harga pembelian atas rumah, unit rumah susun maupun tanah dan atau bangunan yang dibelinya dan bangunan rumah, unit rumah susun, maupun tanah dan atau bangunan lainnya telah selesai dibangun dan siap dihuni oleh pihak penjual. Ketentuan mengenai AJB diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.

Pengertian AJB

Akta Jual Beli atau yang biasa disebut dengan AJB adalah akta otentik yang dibuat dihadapan PPAT yang memuat tentang peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, yang dilakukan dari pihak penjual kepada pihak pembeli. Ketika terjadinya atau telah ditandatanganinya AJB, maka telah terjadi pengalihan hak dari pihak penjual atau pemilik sebelumnya kepada pihak pembeli atau pemilik baru atas sebidang tanah dan bangunan sebagaimana tertuang dalam AJB.

Sistem AJB

Setelah ditandatanganinya AJB sebagaimana telah dijelaskan, AJB tersebut dijadikan sebagai dasar pendaftaran tanah dan beralihnya hak milik. Hak milik tersebut diwujudkan dalam bentuk Sertifikat.

Sebagaimana diatur dalam Pasal 32 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, sertifikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan.

Dalam hal atas suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertifikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya sertifikat itu tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertifikat dan Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertifikat tersebut.

Syarat dilakukannya AJB

Agar Tak Salah Kaprah, Kenali Perbedaan PPJB dan AJB

Ditandatanganinya AJB dapat dilakukan setelah para pihaknya telah memenuhi persyaratan berikut ini :

1. Adanya Kesepakatan antara Penjual dan Pembeli

Penjual dan pembeli harus mencapai kesepakatan yang lengkap dan detail mengenai harga jual, waktu penyerahan, dan persyaratan lainnya terkait transaksi jual beli. Kesepakatan ini biasanya akan tertuang atau dituangkan dalam perjanjian atau AJB yang mencakup semua detail transaksi.

2. Kepemilikan yang Sah Penjual 

Penjual wajib memiliki hak kepemilikan yang sah atas tanah dan atau bangunan yang akan dijual, dalam hal ini berarti tanah dan atau bangunan harus sudah terdaftar atas nama penjual di kantor pertanahan. Tanah dan atau bangunan yang masih dalam proses sengketa atau konflik kepemilikan, tidak dapat dijual atau dialihkan dengan sah ke pihak lain.

3. Kelengkapan Dokumen Penjual

Semua kelengkapan dokumen yang relevan terkait dengan tanah dan atau bangunan yang akan dijual, seperti sertifikat tanah, surat ukur dan dokumennya lainnya yang terkait objek jual beli, harus diperlihatkan atau diserahkan kepada PPAT maupun pihak pembeli.

4. Identitas dan Tanda Tangan Lengkap

Semua pihak yang terlibat dalam transaksi seperti penjual, pembeli, persetujuan istri atau suami, saksi-saksi dan PPAT harus teridentifikasi secara lengkap dan tanda tangan pihak sebagaimana disebutkan wajib ada pada AJB.

Ketentuan yang diatur dalam AJB

Ditandatanganinya AJB dihadapan PPAT oleh para pihak yang terlibat, terdapat ketentuan yang harus tercantum sekurang-kurangnya memuat ketentuan sebagai berikut :

  1. identitas para pihak; 
  2. uraian objek AJB (tata letak, nomor sertifikat, surat ukur dll);
  3. harga tanah dan atau bangunan serta mekanisme pembayaran;
  4. hak dan kewajiban para pihak; 
  5. jaminan kepemilikan penjual;
  6. pengalihan hak; 
  7. penyelesaian sengketa.

Dapat disimpulkan bahwa ditandatanganinya AJB dihadapan PPAT dapat langsung atau sesegera mungkin dilakukan apabila bangunan rumah, unit rumah susun, maupun tanah dan atau bangunan lainnya telah selesai dibangun dan siap dihuni oleh pihak penjual, pihak pembeli telah melunasi seluruh harga pembelian atas rumah, unit rumah susun maupun tanah dan atau bangunan lain yang dibelinya dan proses permohonan Hak atas tanah dan atau bangunan telah selesai diproses, dan sertifikat tanah dan atau bangunan tersebut telah terdaftar atas nama penjual.

Dasar Hukum

  • Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
  • Permen PUPR Nomor 11/Prt/M/2019 Tentang Sistem Perjanjian Pendahuluan Jual Beli Rumah

Singkatnya yang dimaksud dari perbedaan PPJB dan AJB adalah keduanya memiliki perbedaan dalam kekuatan hukum dan proses pembuatannya, PPJB adalah perjanjian awal yang belum menghasilkan peralihan hak milik, sementara AJB adalah dokumen akta resmi yang memindahkan hak milik properti dari penjual ke pembeli. AJB memiliki kekuatan hukum yang lebih kuat dan penting untuk melindungi hak milik properti.

Hubungi Bizlaw apabila Anda memiliki banyak pertanyaan mengenai akta jual beli, selain itu kami juga dapat membantu Anda untuk pendirian badan hukum / badan usaha seperti: PT, CV, dan jenis badan usaha lainnya, kami juga dapat membantu anda dalam pengurusan perizinan pada sistem OSS.

Segera hubungi kami:
Email : info@bizlaw.co.id
Whatsapp : (+62) 812 99215128

Leave a Comment