Skip to content

Ingin Membubarkan Perseroan Terbatas Yang Sudah Tidak Menjalankan Kegiatannya Lagi? Begini Caranya.

Pada dasarnya Perseroan Terbatas (PT) didirikan oleh para pemilik modal, tentunya mereka berharap agar PT yang telah didirikannya dapat melaksanakan kegiatan usaha dalam rentang waktu yang cukup lama dan mendapatkan keuntungan yang sebanyak-banyaknya, serta mengharapkan agar PT yang mereka dirikan selalu tetap eksis dalam kegiatan perekonomian selama mungkin atau sesuai dengan tujuan dan maksud yang tercantum dalam Anggaran Dasar Perseroan. Namun, harapan para pengusaha tidak selalu dapat terwujud hal tersebut disebabkan adanya keadaan tertentu seperti buruknya manajemen dalam pengaturan organisasi atau ketidaksanggupan PT dalam melunasi hutang yang diperoleh ketika ingin menjalankan kegiatan usahanya sehingga PT yang bersangkutan tidak dapat lagi melanjutkan aktivitasnya sehingga harus dibubarkan.

Di Indonesia, penutupan usaha atau pembubaran dan kepailitan suatu PT pada umumnya disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya disebabkan karena perseroan yang bersangkutan tidak dapat melaksanakan kegiatan usahanya lagi dimana menurut Pasal 142 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas bahwa bagi perseroan yang tidak melaksanakan kegiatan usahanya lagi wajib dibubarkan berdasarkan keputusan para pendiri yang dituangkan dapat Akta Berita Acara RUPS dengan agenda pembubaran Perseroan dan pengangkatan likuidator untuk melakukan pengurusan dan pemberesan harta perseroan. 

Akan tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa masih terdapat banyak PT yang sudah tidak lagi menjalankan kegiatan usahanya namun tidak dibubarkan oleh Direksi perseroan seperti yang telah diatur dalam UUPT tersebut dimana hal tersebut dapat disebabkan akibat proses pembubaran PT di Indonesia yang dikenal sangat rumit dan memakan waktu yang lama, sehingga membuat Direksi perseroan merasa kesulitan untuk mengikuti prosedur pembubaran tersebut. Kurangnya pengetahuan mengenai pentingnya pembubaran PT serta awam terhadap prosedur pembubaran yang berlaku di Indonesia juga menjadi salah satu penyebab banyak PT kosong tidak dilikuidasikan. Direksi akan lebih cenderung membiarkan PT tersebut menjadi fiktif dan kosong daripada harus membubarkannya.

Dengan demikian perbuatan tersebut dapat memicu bertambahnya jumlah PT fiktif dan keberadaannya yang akan menimbulkan dampak negatif bagi Indonesia sendiri, salah satunya dalam bidang perpajakan.

Oleh karena itu untuk mengatasi masalah tersebut maka artikel ini akan membahas cara melakukan pembubaran atau likuidasi terhadap suatu Perseroan Terbatas khususnya pembubaran PT melalui RUPS.

Lahir dan Bubarnya Suatu Perseroan Terbatas

Sebagai badan hukum maka PT lahir dan diciptakan berdasarkan proses hukum. Adapun syarat sahnya pendirian perseroan dimana syarat yang harus dipenuhi adalah perseroan harus didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih, pendirian dalam bentuk akta notaris, dibuat dalam Bahasa Indonesia, setiap pendiri wajib mengambil saham, serta telah mendapat pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Mengingat PT sebagai badan usaha yang didirikan dengan proses hukum maka tentunya proses penghentian perseroan juga harus melalui proses hukum dimana pembubaran perseroan dapat terjadi karena : 

  1. Berdasarkan keputusan RUPS;
  2. Karena jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar telah berakhir;
  3. Berdasarkan penetapan pengadilan;
  4. Dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan putusan pengadilan niaga yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, harta pailit Perseroan tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan;
  5. Karena harta pailit perseroan yang telah dinyatakan pailit berada dalam keadaan insolvensi sebagaimana diatur dalam Undang-undang tentang kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang;atau
  6. Karena dicabutnya izin usaha Perseroan sehingga mewajibkan Perseroan melakukan likuidasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Proses Pembubaran Perseroan Terbatas Bedasarkan Hasil Keputusan RUPS

Dalam hal suatu Perseroan Terbatas dibubarkan berdasarkan RUPS maka harus ditunjuk seorang likuidator dimana penunjukan tersebut dapat diberikan kepada kurator atau Direksi dari Perseroan Terbatas yang bersangkutan. Apabila likuidator tidak ditentukan oleh RUPS maka Direksi dari PT yang bersangkutan akan bertindak selaku likuidator. Disamping itu terdapat beberapa tahapan dalam hal melakukan proses pembubaran suatu Perseroan Terbatas yakni sebagai berikut:

  1. Pertama dilakukannya pengumuman melalui surat kabar dan Berita Negara Indonesia (“BNRI”) kemudian dilanjutkan dengan pemberitahuan kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar perseroan bahwa perseroan dalam likuidasi perlu diingat pemberitahuan kepada Menteri ini dilakukan oleh Notaris sehingga jasa dari Notaris diperlukan dalam pembubaran suatu PT. Adapun isi dari pengumuman tersebut diterangkan dasar hukum pembubaran, tata cara pengajuan tagihan, jangka waktu pengajuan tagihan dan juga nama dan alamat likuidator. selanjutnya likuidator juga melakukan pencatatan terhadap harta-harta dari perusahan (aktiva dan pasiva) termasuk di dalamnya pencatatan nama-nama dari kreditor berserta tingkatannya dan hal lainnya terkait tindakan pengurusan dalam proses likuidasi (Pasal 147 UU 40/2007). Perlu diingat dalam hal melakukan suatu tindakan keluar dengan atas nama PT yang sedang dilakukan pembubaran maka harus menambahkan frasa “dalam likuidasi” di belakang nama Perseroan yang dilikuidasi (ex: PT A dalam likuidasi) (Pasal 143 ayat (2) UU 40/2007)
  2. Melakukan pengumuman surat kabar dan BNRI, dalam pengumuman kedua ini likuidator juga wajib memberitahukan kepada Menteri tentang rencana pembagian kekayaan hasil likuidasi (laporan ini dilakukan oleh likuidator dengan cara memberitahukan dengan surat tercatat kepada Menteri terkait) (Pasal 149 ayat (1) UU 40/2007). Setelah lewat waktu 90 hari pengumuman kedua ini maka likuidator dapat melakukan pemberesan dengan menjual aset yang sebelumnya sudah dinilai dengan jasa penilai independen yang dilanjutkan dengan melakukan pembagian atas aset tersebut kepada para kreditornya. Dalam hal masih adanya sisa kekayaan dari hasil likuidasi maka sisa tersebut harus dikembalikan kepada para pemegang saham.
  3. Setelah dilakukannya pengumuman dan pembagian aset maka harus dilakukan RUPS terkait pertanggungjawaban proses likuidasi yang sudah dilakukan (Pasal 152 ayat (1) UU 40/2007). Dalam hal RUPS menerima pertanggungjawaban proses likuidasi yang sudah dilakukan maka dilanjutkan dengan pengumuman kepada surat kabar yang kemudian disusul dengan pemberitahuan kepada Menteri bahwa proses likuidasi sudah berakhir dimana pemberitahuan tersebut dilakukan oleh Notaris (Pasal 152 ayat (3) UU 40/2007).
  4. Apabila sudah dilakukan pengumuman tersebut maka Menteri akan mencatat berakhirnya status badan hukum perseroan dan menghapus nama perseroan dari daftar perseroan yang diikuti dengan pengumuman dalam Berita Negara Republik Indonesia (Pasal 152 ayat (5) jo. Pasal 152 ayat (8) UU 40/2007).

Kedudukan Direksi dan Pemegang Saham Dalam Pembubaran Perseroan Terbatas Yang Tidak Lagi Menjalankan Kegiatannya

Menurut penjelasan Pasal 146 huruf c Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, suatu Perseroan dapat dikatakan tidak menjalankan kegiatan usahanya lagi apabila tidak melakukan kegiatan usaha (nonaktif) selama 3 (tiga) tahun atau lebih, yang dibuktikan dengan surat pemberitahuan yang disampaikan kepada instansi pajak. Adapun Pasal 1 angka 5 jo Pasal 92 jo Pasal 98 UU PT No 40 Tahun 2007 menjelaskan bahwa Direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar.

Selanjutnya menurut pasal 97 ayat (2) juga menjelaskan bahwa pengurusan yang dilakukan oleh Direksi wajib dilaksanakan dengan iktikad baik dan penuh tanggung jawab. Maka jelas pula bahwa Direksi memiliki kewenangan untuk menyampaikan surat kepada instansi pajak bahwa suatu PT sudah tidak beroperasi agar pengadilan dapat mengabulkan permohonan pembubaran PT melalui penetapan pengadilan tersebut.

Di dalam Pasal 146 ayat (1) huruf c memberikan kapasitas legal standing kepada pemegang saham, Direksi ataupun dewan komisaris untuk mengajukan permohonan pembubaran perseroan kepada pengadilan negeri, penjelasan pasal 146 ayat (1) huruf c menjelaskan bahwa, pembubaran perseroan melalui penetapan pengadilan harus memenuhi syarat salah satu diantaranya yakni perseroan tidak melakukan kegiatan usaha (non-aktif) selama 3 (tiga) tahun atau lebih, yang dibuktikan dengan surat pemberitahuan yang disampaikan kepada instansi pajak.

Dalam melakukan pemberitahuan kepada instansi pajak, penjelasan pasal 146 ayat (1) huruf c butir a tidak menjelaskan secara tegas bahwa organ PT yang berhak untuk menyampaikan surat kepada instansi pajak hanyalah Direksi. Maka dengan tidak adanya penegasan bahwa Direksilah organ PT yang dapat menyampaikan surat kepada instansi pajak terkait ketidakaktifan PT, akan membuka kemungkinan bagi organ lainnya untuk melakukan penyampaian tersebut.

Di Indonesia, penutupan usaha atau pembubaran dan kepailitan suatu PT pada umumnya disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya disebabkan karena perseroan yang bersangkutan tidak dapat melaksanakan kegiatan usahanya lagi. Mengingat PT sebagai badan usaha yang didirikan dengan proses hukum maka tentunya proses penghentian perseroan juga harus melalui proses hukum dimana salah satunya suatu Perseroan Terbatas dapat dibubarkan berdasarkan RUPS yang mana dari RUPS tersebut harus menunjuk seorang likuidator dimana penunjukan tersebut dapat diberikan kepada c

kurator atau Direksi dari Perseroan Terbatas yang bersangkutan. Apabila likuidator tidak ditentukan oleh RUPS maka Direksi dari PT yang bersangkutan akan bertindak selaku likuidator. Di dalam Pasal 146 ayat (1) huruf c memberikan kapasitas legal standing kepada pemegang saham, Direksi ataupun dewan komisaris untuk mengajukan permohonan pembubaran perseroan kepada pengadilan negeri yang mana hal tersebut dapat dilakukan apabila perseroan tidak melakukan kegiatan usaha (non-aktif) selama 3 (tiga) tahun atau lebih, yang dibuktikan dengan surat pemberitahuan yang disampaikan kepada instansi pajak.

Hubungi Kami

Apakah Anda ingin mengurus pembubaran PT? Ataupun langsung mau konsultasi perihal kasus anda yang membutuhkan Notaris?

Tanyakan saja dengan Bizlaw!

Bizlaw terbuka untuk memberikan pelayanan hukum terkait. Bizlaw memiliki Notaris yang berpengalaman dan sudah berpraktek selama bertahun-tahun. Selain itu, Bizlaw juga dapat membantu menyelesaikan masalah hukum yang lain.

Email kami info@bizlaw.co.id atau 0812-9921-5128, ikuti juga informasi ter-update di Instagram kami @bizlaw.co.id.

-AA-

Leave a Comment