Skip to content
Hukum Perceraian Dalam Islam yang Tidak Boleh Dilanggar

Hukum Perceraian Dalam Islam yang Tidak Boleh Dilanggar

Hukum Perceraian dalam Islam tertuang dalam Al Quran. Satu hal yang paling ditakutkan dalam sebuah perkawinan adalah perceraian. Tidak ada satu pasangan suami dan istri yang ingin bercerai setelah melangsungkan perkawinan.

Dalam hubungan perkawinan, pasangan suami dan istri berusaha untuk menjaga perkawinannya agar tetap utuh dan langgeng. Tetapi terkadang ada bermacam hal yang menjadi pemicu keretakan dalam sebuah perkawinan, yang dapat berujung pada perceraian.

Perkawinan merupakan salah satu jalan hidup yang dialami oleh hampir semua manusia dimuka bumi ini walaupun ada beberapa diantaranya yang tidak terikat dengan perkawinan sampai tutup usia.

Semua agama resmi di Indonesia memandang perkawinan sebagai sesuatu yang sakral, harus dihormati, dan harus dijaga kelanggengannya. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-undang Perkawinan No.1 Tahun 1974.

Perceraian selalu dianggap sebagai solusi terbaik dari retaknya hubungan perkawinan. Banyak dari pasangan suami istri yang memilih perceraian, daripada tetap hidup bersama tetapi saling menyakiti.

Perceraian adalah salah satu sebab putusnya ikatan perkawinan, selain sebab lain yaitu kematian dan atau atas putus pengadilan seperti yang diatur dalam Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974. Dikatakan dalam Pasal 39 UU Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 bahwa :

  1. Perceraian hanya dapat dilakukan di depan Sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
  2. Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri.
  3. Tatacara perceraian di depan sidang Pengadilan diatur dalam peraturan perundangan tersendiri. Pasangan suami dan istri yang beragama muslim, wajib melakukan perceraian di hadapan Pengadilan Agama. Bagi pasangan suami dan istri yang beragama non-muslim, wajib melakukan perceraian di hadapan Pengadilan Negeri.

Jadi, dalam UU Perkawinan, tidak hanya membahas mengenai perkawinan saja melainkan perceraian apabila permasalahan yang terjadi dalam rumah tangga pasangan suami dan istri sulit untuk diselesaikan, maka terjadilah suatu proses perceraian dalam hubungan perkawinan.

Biasanya dalam proses perceraian, pihak suami dan istri didampingi oleh kuasa hukum masing-masing pihak yang mempunyai hak untuk mewakili para pihak yang akan bercerai untuk berunding mengenai kesepakatan harta, hak asuh anak dan tunjangan hidup setelah bercerai

Tata Cara Perceraian

Bab V Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 mengatur tentang tata cara perceraian. Di dalamnya juga diatur beberapa alasan perceraian seperti :

  1. Salah satu pihak dari pasangan suami istri, telah berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sulit disembuhkan
  2. Salah satu pihak dari pasangan suami istri, meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya
  3. Salah satu pihak dari pasangan suami istri mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung
  4. Salah satu pihak dari pasangan suami istri, melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain
  5. Salah satu pihak dari pasangan suami istri, mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/istri
  6. Antara suami dan isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

Baca Juga: Tips Memilih Pengacara Perceraian

Perceraian Dalam Islam

Cerai dalam Islam adalah melepaskan status ikatan perkawinan atau putusnya hubungan pernikahan antara suami dan istri. Dengan adanya perceraian, maka gugurlah hak dan kewajiban keduanya sebagai suami dan istri.

Artinya, keduanya tidak lagi boleh berhubungan sebagai suami istri, misalnya menyentuh atau berduaan, sama seperti ketika belum menikah dulu.

Alquran juga mengatur adab dan aturan dalam berumah tangga, termasuk bagaimana jika ada masalah yang tak terselesaikan dalam rumah tangga.

Dalam surat Al-Baqarah ayat 227 disebutkan,“Dan jika mereka berketetapan hati hendak menceraikan, maka sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” Ayat tentang hukum perceraian ini berlanjut pada surat Al-Baqarah ayat 228 hingga ayat 232.

Selain itu, aturan tentang berumah tangga juga diatur Islam dalam surat Ath-Thalaq ayat 1-7. Termasuk juga dibahas tentang kewajiban suami terhadap istri, hingga aturan dalam Islam ketika seorang istri berada dalam masa iddah. 

Masa iddah yakni masa menunggu, dimana setelah seorang perempuan ditinggal suaminya maka perempuan yang telah putus hubungan perkawinan karena dicerai oleh suaminya tidak serta merta bisa menikah lagi dengan laki-laki lain.

Berbeda dengan seorang laki-laki, seorang perempuan yang bercerai dengan suaminya memiliki masa iddah, di mana selama waktu tersebut belum selesai ia tidak diperbolehkan menikah.

Pun seorang laki-laki tidak dibenarkan mengutarakan keinginannya untuk menikah dengan perempuan yang masih berada di dalam masa iddah.

Menurut hukum agama islam, pasangan suami istri dapat bercerai setelah adanya permohonan talak secara lisan atau tertulis oleh suami, atau gugatan percerian didaftarkan oleh istri di Pengadilan Agama. 

Permohonan talak harus di dalam pengadilan, tidak bisa dilakukan di luar pengadilan, karena permohonan talak yang berakibat perceraian belum ada putusan hukum yang mengikat.

Talak sendiri dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) diartikan di Pasal 117 yang berbunyi “Talak adalah ikrar suami di hadapan sidang Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan, dengan cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 129, 130, dan 131

Syarat Perceraian Dalam Islam

Jadi jika pasangan suami istri yang ingin melakukan perceraian melalui proses talak, harus mengajukan gugatan talak dengan mengirim surat permberitahuan kepada Pengadilan Agama tempat wilayah pasangan suami istri berdomisili.

Jika pihak suami dari pasangan suami istri berdomisili diluar Indonesia, maka surat pemberitahuan ditujukan kepada Pengadilan Agama di wilayah istri berdomisili.

Jika pasangan suami dan istri, sama-sama berada di luar Indonesia, maka suami mengirimkan surat pemberitahuan ke Pengadilan Agama di wilayah tempat pasangan suami istri melangsungkan perkawinan nya.

Jika proses perceraian dilakukan oleh istri maka gugatan cerai, harus disertakan dengan alasan-alasannya kepada Pengadilan Agama atau Pengadilan Negeri.

Gugatan terhadap suami yang beragama Islam, maka gugatan dilakukan melalui Pengadilan Agama.

Tetapi jika suami beragama non muslim, maka gugatan istri diajukan ke Pengadilan Negeri. Gugatan cerai, harus disertakan dengan alasan-alasannya kepada Pengadilan Agama atau Pengadilan Negeri.

Surat pemberitahuan harus disertakan oleh penggugat kepada Pengadilan Agama di tempat wilayah suami atau istri berdomisili.

Jika suami dan istri berdomisili di luar Indonesia, maka surat pemberitahuan dapat dikirimkan ke Pengadilan Agama  tempat pasangan suami istri melangsungkan perkawinan nya dan dikirimkan oleh penggugat.

Dalam islam sendiri, diatur mengenai syarat perceraian yaitu :

1. Ucapan “Talak” dari Suami kepada Istri

Dalam islam, biasanya proses perceraian diawali dengan tahap menjatuhkan talak yang hanya bisa diucapkan oleh suami atau pihak laki-laki. Tanpa adanya ucapan talak, maka perceraian tidak akan terjadi

2. Diucapkan dalam keadaan sadar, tanpa emosi dan paksaan

Talak yang diucapkan harus dalam keadaan sadar dan tanpa emosi. Jika talak atau ucapan perceraian di ucapkan dalam kondisi mabuk serta marah, maka hal tersebut tidak dapat berlaku sebagai talak.

Syarat perceraian yang sah ialah kedua belah pihak atas keinginan sendiri dan dengan kesadaran serta tanpa paksaan untuk bercerai. Karena jika terdapat unsur paksaan, maka perceraian tersebut akan gugur.

3. Keputusan yang diambil oleh suami dan istri

Keputusan perpisahan tersebut di ambil oleh kedua belah pihak. Tanpa ada campur tangan dari pihak lain.

Ada pula syarat administrasi umum yang harus dipenuhi penggugat perceraian yaitu :

  1. surat nikah asli
  2. fotokopi surat nikah 2 (dua) lembar, masing-masing dibubuhi materai, kemudian dilegalisasi
  3. fotokopi kartu tanda penduduk (ktp) terbaru penggugat;
  4. fotokopi kartu keluarga (kk);
  5. surat gugatan cerai sebanyak tujuh rangkap;
  6. panjar biaya perkara.

Selain syarat diatas, ada juga syarat khusus yaitu :

  1. surat keterangan tidak mampu dari kelurahan, atau kartu BLT/BLSM atau Askin, jika ingin berperkara secara prodeo (gratis/cuma-cuma);
  2. surat izin perceraian dari atasan bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS);
  3. duplikat akta nikah, jika buku nikah hilang atau rusak (dapat diminta di KUA);
  4. fotokopi akta kelahiran anak dibubuhi materai, jika disertai gugatan hak asuh anak.

Nahh sekarang udah pada paham kan bahwa perceraian di Indonesia seperti yang sudah dijelaskan diatas.

Bizlaw menyediakan jasa bantuan hukum di Indonesia dengan proses yang cepat dan mudah.

Baca juga: Peranan Pengacara dalam Kasus Perceraian

Hubungi Kami

info@bizlaw.co.id

0812-9921-5128

Leave a Comment