Skip to content
Notaris Pasar Modal

Tarif PPh Badan di Indonesia Semasa Pandemi

Tarif PPh Badan – Sebagaimana kita pahami bersama, dalam dunia usaha di Indonesia guna menopang image perusahaan serta menjalankan fungsi kepatuhan usaha (compliance), sebuah badan usaha tentu harus menjunjung tinggi unsur transparansi (transparency), keadilan (fairness) dan Akuntabilitas (accountability), tidak dapat memenuhi 3 (tiga) unsur tersebut tentu dapat menimbulkan berbagai implikasi yang berkepanjangan tentunya.

Misalnya dalam perusahaan terbuka atau go public, syarat untuk melakukan transparansi atas laporan keuangan menjadi syarat dari regulator termasuk di dalamnya melaporkan komponen pajak yang telah dibayarkan, begitupun dalam perusahaan privat tentu diperlukan laporan pajak yang baik dalam kaitannya nya aktivitas pengadaan barang dan jasa.

Baca juga: Apa Itu Subjek Pajak

Sejalan dari hal tersebut diatas, dikarenakan hukum berfungsi sebagai social of tool atau social of engineering, maka sudah seharusnya peraturan perundang – undangan dipahami dan diyakini akan memberikan kepastian dan keadilan di dalamnya. Mohon dicatat, dalam ketentuan hukum pajak terdapat sanksi atas pelanggaran pajak, yaitu :

  1. Sanksi Administrasi

Sanksi administrasi adalah sanksi yang diterima oleh wajib pajak (orang pribadi / badan) atas tidak menyampaikan atau terjadi keterlambatan untuk SPT Masa atau SPT Tahunan sehingga harus membayarkan sejumlah uang atas pelanggaran tersebut, dalam hal ini sanksi administrasi dapat berupa denda, bunga atau kenaikan jumlah pajak terutang.

  1. Sanksi Pidana

Sanksi pidana merupakan sanksi yang dikenakan dalam hal wajib pajak dengan sengaja melakukan penyelewengan data – data yang berkaitan dengan perpajakan serta atas kealpaan nya (kurang nya menduga) melakukan pelanggaran untuk tidak menyampaikan SPT, menyampaikan namun isinya tidak benar, tidak mendaftarkan untuk memiliki NPWP (orang/badan), penyelewengan faktur pajak  dsb. Semua perbuatan tersebut dapat dihukum berdasarkan sanksi pidana.

Oleh karena nya, menjadi penting dan krusial pelaporan pajak terutang bagi wajib pajak baik orang pribadi maupun badan usaha di Indonesia.

Pada dasarnya, berdasarkan UU PPh diatur bahwa wajib pajak badan dalam negeri atau badan usaha wajib membayar PPh dengan tarif yang berbeda. Khusus untuk subjek pajak ini, tarif yang dikenakan adalah 25% dari seluruh jumlah penghasilan.

Selain itu, terdapat aturan – aturan lain yang harus diikuti oleh Wajib Pajak berdasarkan kondisi tertentu, yaitu sebagai berikut

  1. Khusus untuk tarif pajak yang diberlakukan kepada wajib pajak badan dan bentuk usaha tertentu akan menjadi 25% dan mulai berlaku pada 2010;
  2. Perseroan Terbuka sebagai Wajib Pajak badan dalam negeri dan memiliki setidaknya 40% jumlah keseluruhan saham yang disetor dan diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia serta memenuhi persyaratan tertentu, dapat memperoleh tarif lebih rendah 5% daripada tarif normal;
  3. Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang menerima pembagian dividen akan dikenakan tarif Pajak Penghasilan sebesar 10%.

Namun, sejak tahun 2020 disaat pandemi covid-19 memasuki hampir diseluruh Negara di dunia termasuk Indonesia, telah terdapat relaksasi aturan perpajakan yang dikeluarkan oleh pemerintah,  berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor  1 Tahun 2020 (Perppu No. 1 Tahun 2020), terdapat ketentuan mengenai penurunan tarif umum PPh Badan menjadi 22% untuk tahun 2020 dan 2021, lalu menjadi 20% pada tahun 2022.

Sedangkan untuk perusahaan terbuka (Go Public) dengan jumlah total keseluruhan saham yang diperdagangkan di bursa efek di Indonesia paling sedikit 40%, dan memenuhi syarat tertentu, memperoleh tarif 3% lebih rendah dari tarif umum PPh Badan.

Sehingga, tarif PPh Badan Go Public sebesar 19% untuk tahun pajak 2020 dan 2021, lalu 17% mulai tahun pajak 2022.

Selanjutnya setelah mendapatkan besaran PPh yang terutang, hal yang juga penting adalah untuk mengkreditkan pajak – pajak lain, seperti:

  1. PPh lain yang sudah dibayarkan melalui mekanisme pemotongan (Withholding Tax) oleh pihak ketiga (PPh 23 dan PPh 22).
  2. Angsuran PPh Badan yang telah dicicil dan dibayarkan sendiri (PPh 25 Badan).
  3. PPh yang telah dibayarkan di luar Indonesia (PPh 24 Kredit Pajak Luar Negeri).

Kemudian, akan didapatkan perhitungan akhir PPh Badan, baik kurang bayar atau lebih bayar.

Dengan demikian berdasarkan ulasan – ulasan diatas, perhitungan penghasilan kena pajak dan PPh Badan memiliki berbagai variasi karena memiliki tarif yang berbeda – beda.

Oleh karena itu perhitungan nya harus dihitung secara cermat dan hati – hati, mengingat apabila terdapat kekeliruan dalam perhitungan serta pelaporan akan timbul sanksi administrasi bahkan pidana. Maka mulai sekarang konsultasikan setiap aktivitas usaha anda di Bizlaw dan Biztax.

Leave a Comment