Skip to content

Restorative Justice Sebagai Sarana Penegakan Hukum Pidana di Indonesia

Hukum Pidana di Indonesia

Restorative Justice atau keadilan restoratif merupakan hal yang sangat familiar dalam ranah hukum pidana. keadilan restoratif atau restorative justice memiliki pengertian yaitu, suatu pemulihan hubungan dan penebusan kesalahan yang ingin dilakukan oleh pelaku tindak pidana (keluarganya) terhadap korban tindak pidana tersebut (keluarganya) (upaya perdamaian) di luar pengadilan dengan maksud dan tujuan agar permasalahan hukum yang timbul akibat terjadinya perbuatan pidana tersebut dapat diselesaikan dengan baik dengan tercapainya persetujuan dan kesepakatan diantara para pihak. keadilan yang selama ini dianut oleh sistem peradilan di Indonesia secara umum adalah jenis keadilan retributive.  Keadilan retributif merupakan teori yang pertama kali muncul sebagai justifikasi atau alasan pembenar dilakukannya pemidanaan. Dalam keadilan retributif, satu-satunya justifikasi pemidanaan adalah pelaku yang patut dipersalahkan dan dijatuhi hukuman akibat tindak pidana yang dilakukannya. Keadilan retributif ini berfokus pada penentuan kesalahan dan melihat ke belakang, yakni perbuatan yang telah dilakukan pelaku. Pelaku selalu dianggap sebagai “penjahat” yang harus mendapatkan hukuman yang sesuai dengan kejahatan yang dilakukannya, bahkan hukuman yang sebesar-besarnya sebagai konsekuensi dari perilaku salahnya tersebut. Tujuan akhir dari keadilan retributif hanya semata-mata untuk melakukan pembalasan atas tindak pidana yang diperbuat oleh pelaku serta memberikan penderitaan kepada pelaku. Pertanggungjawaban pelaku diwujudkan dengan pemidanaan yang cenderung membuat pelaku tidak menyesali perbuatannya. Selain itu, penyelesaian konflik didominasi oleh negara melalui aparat penegak hukum. Kepentingan korban dianggap telah diwakili oleh negara. Keadilan bagi korban dianggap sudah terwujud pada saat negara menjatuhkan sanksi kepada pelaku.

Restorative Justice

Keadilan restoratif adalah alternatif penyelesaian dalam perkara tindak pidana yang mana dalam metode pemidanaannya diubah menjadi proses dialog dan mediasi yang melibatkan korban, pelaku, keluarga korban/pelaku, dan pihak terkait lainnya dengan tujuan agar terciptanya kesepakatan atas penyelesaian perkara pidana yang adil dan seimbang semua pihak baik itu korban ataupun pelaku tindak pidana itu sendiri dengan mengutamakan pemulihan Kembali pada keadaan semula, dan menjunjung pola hubungan baik dalam masyarakat.  Prinsip dasar restorative justice, yaitu, adanya pemulihan dari pelaku terhadap korban yang menderita akibat kejahatan dengan memberikan ganti rugi kepada korban, perdamaian, pelaku melakukan kerja sosial maupun kesepakatan-kesepakatan lainnya yang dianggap adil bagi pihak korban dan pelaku. Hukum yang adil didalam restorative justice pasti tidak akan berat sebelah, tidak akan memihak, tidak sewenang-wenang, dan hanya berpihak pada kebenaran sesuai aturan perundang-undangan yang berlaku dan juga mempertimbangkan kesetaraan dan keseimbangan hak kompensasi dalam setiap aspek kehidupan.Restorative Justice bertujuan untuk memberdayakan para korban, pelaku, keluarga, dan masyarakat untuk memperbaiki suatu perbuatan melawan hukum dengan menggunakan kesadaran dan keinsyafan sebagai landasan untuk memperbaiki kehidupan bermasyarakat menjelaskan bahwa konsep Restorative Justice pada dasarnya sederhana.

Restorative Justice merupakan teori keadilan yang menekan kan pada pemulihan kerugian yang disebabkan oleh perbuatan pidana. Pendekatan Restorative justice memfokuskan kepada kebutuhan baik korban maupun pelaku kejahatan. Di samping itu, pendekatan Restorative Justice (Keadilan Restoratif) membantu para pelaku kejahatan untuk menghindari kejahatan lainnya pada masa yang akan datang. Hal ini didasarkan pada sebuah teori keadilan yang menganggap kejahatan dan pelanggaran, pada prinsipnya adalah pelanggaran terhadap individu atau masyarakat dan bukan kepada negara. Restorative Justice (Keadilan Restoratif). menumbuhkan dialog antara korban dan pelaku akan menunjukkan tingkat tertinggi kepuasan korban dan akuntabilitas pelaku. Konsep Restorative Justice (Keadilan Restoratif) pada dasarnya sederhana. Ukuran keadilan tidak lagi berdasarkan pembalasan setimpal dari korban kepada pelaku (baik secara fisik, psikis atau hukuman); namun perbuatan yang menyakitkan itu disembuhkan dengan memberikan dukungan kepada korban dan mensyaratkan pelaku untuk bertanggungjawab, dengan bantuan keluarga dan masyarakat bila diperlukan. Dalam ke-Indonesia-an, maka diartikan bahwa Restorative Justice sendiri berarti penyelesaian secara adil yang melibatkan pelaku, korban, keluarga dan pihak lain yang terkait dalam suatu tindak pidana dan secara bersama mencari penyelesaian terhadap tindak pidana dan implikasinya dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula.

Penerapan Restorative Justice

Di Indonesia sistem penegakan hukum pidana restorative justice dapat dilakukan sejak tahap penyelidikan/penyidikan, tahap penuntutan, dan juga dalam tahap pemeriksaan di siding pengadilan. Tidak semua tindak pidana dapat menggunakan prinsip restorative justice karena berdasarkan Keputusan Direktur Jendral Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1691/DJU/SK/PS.00/12/2020 tentang Pemberlakuan Pedoman Penerapan Keadilan Restoratif prinsip ini digunakan untuk kasus tindak pidana ringan yang diatur dalam Pasal 364, 373, 379, 384, 407 dan 482 KUHP yang diancam dengan penjara paling lama 3 (tiga) bulan atau denda Rp 2.500.000 (dua juta lima ratus ribu rupiah).  Tindak pidana dalam UU ITE yaitu, Pasal 27 ayat (3) UU ITE, 207 KUHP, Pasal 310 KUHP, dan Pasal 311 KUHP juga dapat diusahakan untuk diselesaikan dengan prinsip restorative justice.

berikut isi pasalnya:

Pasal 27 ayat (3) UU ITE:

“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.”

Pasal 207 KUHP:

barang siapa dengan sengaja di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina suatu penguasa atau badan umum yang ada di Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”

Pasal 310 KUHP:  

“barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”

Pasal 311 KUHP:

“jika yang melakukan kejahatan pencemaran atau pencemaran tertulis dibolehkan untuk membuktikan apa yang dituduhkan itu benar, tidak membuktikannya, dan tuduhan dilakukan bertentangan dengan apa yang diketahui, maka dia diancam melakukan fitnah dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”

Pasal 364 KUHP:

“Perbuatan yang diterangkan dalam pasal 362 dan pasal 363 butir 4, begitu pun perbuatan yang diterangkan dalam pasal 363 butir 5, apabila tidak dilakukan dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, jika harga barang yang dicuri tidak lebih dari dua puluh lima rupiah, diancam karena pencurian ringan dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak dua ratus lima puluh rupiah.”

Pasal 373 KUHP:

“Perbuatan yang dirumuskan dalam pasal 372 apabila yang digelapkan bukan ternak dan harganya tidak lebih dari dua puluh lima rupiah, diancam sebagai penggelapan ringan dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak dua ratus.” lima puluh rupiah.

Pasal 379 KUHP:

“Perbuatan yang dirumuskan dalam pasal 378, jika barang yang diserahkan itu bukan ternak dan harga daripada barang, hutang atau piutang itu tidak lebih dari dua puluh lima rupiah diancam sebagai penipuan ringan dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak dua ratus lima puluh rupiah.”

Pasal 384 KUHP:

“Perbuatan yang dirumuskan dalam pasal 383, diancam dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau denda paling banyak dua ratus lima puluh rupiah, jika jumlah keuntungan yang di peroleh tidak lebih dari dua puluh lima rupiah.”

Pasal 407 KUHP:

“Perbuatan-perbuatan yang dirumuskan dalam pasal 406 jika harga kerugian tidak lebih dari dua puluh lima rupiah diancam dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak dua ratus lima puluh rupiah.”

Pasal 482 KUHP:

“Perbuatan sebagaimana dirumuskan dalam pasal 480, diancam karena penadahan ringan dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah, jika kejahatan dari mana benda tersebut diperoleh adalah salah satu kejahatan yang dirumuskan dalam pasal 364, 373, dan 379.”

Hubungi Kami

Untuk pengurusan dan konsultasi masalah hukum, penyediaan jasa pengacara baik perdata maupun pidana, serta kebutuhan jasa notaris. Melalui email info@bizlaw.co.id atau nomor kami di 0811-9298-182.

Leave a Comment