Skip to content

PROSEDUR PENCABUTAN GUGATAN DI PENGADILAN

Gugatan mengandung sengketa di antara kedua belah pihak atau lebih. Permasalahan yang diajukan dan diminta untuk diselesaikan dalam gugatan merupakan sengketa atau perselisihan di antara para pihak. Penyelesaian sengketa di pengadilan ini melalui proses sanggah-menyanggah dalam bentuk replik dan duplik. Dalam perundang-undangan, istilah yang dipergunakan adalah gugatan perdata atau gugatan saja.

Dalam praktek beracara di pengadilan kadang muncul masalah pihak Penggugat mencabut gugatan/perkara yang telah diajukannya, berbagai macam alasan yang disampaikan diantaranya gugatan yang diajukan kurang sempurna, dalil gugatan tidak kuat atau dalil gugatan bertentangan dengan hukum, tercapainya kesepakatan damai antara Penggugat dengan Tergugat dan lain sebagainya. Alasan pencabutan gugatan disebabkan gugatan yang diajukan tidak sempurna atau dalil gugatan tidak kuat atau dalil gugatan bertentangan dengan hukum dan sebagainya.
Namun seseorang berhak untuk mengajukan gugatan melalui pengadilan negeri apabila hendak mempertahankan haknya. Namun ada kalanya pihak penggugat yang telah mengajukan gugatannya ke Pengadilan Negeri, berubah pikiran hendak mencabut gugatannya. Alasannya tentu bermacam-macam, bisa karena penggugat tidak yakin dengan isi gugatannya, ada kesalahan dalam gugatan, memang Penggugat tidak ingin melanjutkan perkaranya atau karena telah terjadi perdamaian antara Penggugat dan Tergugat.

Dasar Hukum Pencabutan Gugatan
Di Indonesia hukum acara perdata diatur dalam dua ketentuan yang berbeda yang pertama berdasarkan daerah hukumnya dan untuk wilayah hukum Pulau jawa dan Madura, yang digunakan adalah HIR (Het Herziene Indonesisch Reglemen). Sedangkan untuk wilayah Indonesia di luar Pulau Jawa dan Madura, yang berlaku adalah RBG ( Reglement Tot Regeling Van Het Rechtswezen In De Gewesten Buten Java En Madura).

Jika kita melirik pada ketentuan hukum dari kedua hukum acara tersebut di atas, dasar hukum mengenai pencabutan gugatan secara lugas tidak diatur. Sehingga menimbulkan suatu pertanyaan, apabila hukum formil (hukum acara) tidak mengatur, maka seharusnya pencabutan gugatan di pengadilan tidak dimungkinkan. Namun harus dipahami, bahwa menilik dari sejarah hukum formil di Indonesia, disamping HIR dan RBG, sebenarnya masih ada satu hukum formil yang dulunya berlaku di Indonesia, namun terbatas hanya untuk golongan Eropa. Adapun hukum formil tersebut dikenal dengan sebutan RV (Reglement Op de Rechtsvordering). Meskipun untuk saat ini secara keseluruhan RV tidak lagi diberlakukan di Indonesia, namun untuk hal-hal tertentu, untuk menutupi kekosongan hukum, maka beberapa ketentuan hukum yang ada diambil dari RV tersebut. Demikian pula dengan masalah pencabutan gugatan, karena HIR dan RBG tidak mengatur mengenai pencabutan gugatan, maka untuk menjamin agar pencabutan gugatan di pengadilan tetap dianggap sah, maka ketentuan Pasal 271 dan Pasal 272 RV. Penerapan kedua pasal ini lebih karena tuntutan praktek untuk mengisi kekosongan hukum.

Prosedur Pencabutan Gugatan
Untuk mencabut gugatan tentunya harus dilakukan oleh Penggugat itu sendiri dengan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh hukum formil tersebut. Secara tegas Pasal 272 RV telah menguraikan secara jelas mengenai tata cara pencabutan gugatan. Adapun ketentuan tersebut menguraikan sebagai berikut:
“…. Pencabutan instansi dapat dilakukan di dalam sidang pengadilan jika semua pihak hadir secara pribadi atau pengacara-pengacara mereka yang mendapat surat kuasa untuk itu, atau dengan kuasa yang sama diberitahukan dengan akta sederhana oleh Pengacara pihak sastu kepada pengacara pihak lawan.
Pencabutan instansi dapat diterima dengan cara yang sama. Pencabutan instansi membawa akibat demi hukum bahwa:
Semua pada kedua belah pihak dikembalikan kepada keadaan yang sama seperti sebelum diajukan gugatan; Pihak yang mencabut gugatannya berkewajiban membayar biaya perkara yang harus dilakukan berdasarkan surat perintah ketua yang ditulis menurut penaksiran besarnya biaya;
Surat perintah ini dapat dilaksanakan segera.
Setelah semua syarat yang telah ditentukan oleh Pasal 271 RV dan Pasal 272 RV tersebut telah dipenuhi, maka Ketua Majelis Hakim akan mengeluarkan penetapan pencabutan gugatan.
Sistem pencabutan gugatan yang dianggap memberi keseimbangan kepada penggugat dan tergugat, berpedoman pada cara penerapan sebagai berikut :
– Pencabutan mutlak hak penggugat selama pemeriksaan belum berlangsung (127 Rv)
– Penggugat dapat mencabut perkaranya dengan syarat asalkan hal itu dilakukan sebelum tergugat menyampaikan jawaban.
– Penyampaian jawaban dalam proses pemeriksaan perdata berlangsung pada tahap sidang pertama atau kedua atau berikutnya apabila pada sidang2 yang lalu diundur tanpa menyampaikan jawaban dari pihak tergugat. Dalam hal yang seperti ini, meskipun para pihak telah hadir di persidangan, dianggap pemeriksaan belum berlangsung selama tergugat belum menyampaikan jawaban. Dalam keadaan yang demikian, hukum memberi hak penuh kepada penggugat mencabut gugatan tanpa persetujuan pihak tergugat.
– Dalam tahap proses yang seperti ini, pencabutan gugatan benar2 mutlak menjadi hak penuh penggugat. Akan tetapi, perluasan hak itu dapat meningkat sampai tahap selama tergugat belum mengajukan jawaban, penggugat mutlak berhak mencabut gugatan. Pendirian ini selain berpedoman kepada pasal 271 Rv, juga didukung praktek peradilan antara lain dapat dikemukakan salah satu putusan MA. Yang menegaskan :
– Selama proses pemeriksaan perkara dipersidangan belum berlangsung, penggugat berhak mencabut gugatan tanpa persetujuan tergugat;
– Setelah proses pemeriksaan berlangsung, pencabutan masih boleh dilakukan, dengan syarat harus ada persetujuan pihak tergugat.

Cara Pencabutan Gugatan
Menurut pasal 272 Rv yang berhak melakukan pencabutan adalah :
– Penggugat sendiri secara pribadi
Menurut hukum, penggugat sendiri yang paling berhak melakukan
pencabutan karena dia sendiri yang paling mengetahui hak dan
kepentingannya dalam kasus perkara yang bersangkutan;
– Kuasa yang ditunjuk penggugat
Pencabutan dapat juga dilakukan oleh kuasa yang ditunjuk oleh penggugat
berdasarkan surat kuasa khusus yang digariskan dalam pasal 123 HIR yang didalamnya dengan tegas diberi penugasan untuk mencabut atau dapat uga dituangkan dalam surat kuasa tersendiri yang secara khusus memberi penegasan untuk melakukan pencabutan gugatan.
– Pencabutan gugatan yang sudah diperiksa dilakukan dalam sidang
Pencabutan dilakukan pada sidang, apabila perkara telah diperiksa, minimal pihak tergugat telah menyampaikan jawaban
– Pencabutan mutlak harus dilakukan dan disampaikan penggugat pada sidang pengadilan.
– Penyampaian pencabutan dilakukan pada sidang yang dihadiri tergugat. Kalau begitu pencabutan hanya dapat dilakukan dan dibenarkan pada sidang pengadilan yang memenuhi syarat contradictoir, yaitu harus dihadiri para pihak. Tidak dibenarkan pencabutan dalam persidangan secara ex parte (tanpa dihadiri tergugat).
– Meminta persetujuan dari tergugat.
Mengenai hal ini sudah dijelaskan, apabila pemeriksaan perkara sudah berlangsung pencabutan harus mendapat persetujuan tergugat.

Apabila ada pengajuan pencabutan gugatan di sidang pengadilan, proses yang harus ditempuh majelis untuk menyelesaikannya adalah sebagai berikut :
– Majelis menanyakan pendapat tergugat
Tergugat menolak pencabutan (maka majelis hakim harus tunduk atas
penolakan tersebut, majelis hakim harus menyampaikan pernyataan dalam sidang bahwa pemeriksaan harus dilanjutkan, memerintahkan panitera untuk mencatat penolakan tersebut dalam berita acara).
– Tergugat menyetujui pencabutan
Majelis hakim menerbitkan putusan/penetapan pencabutan. Maka putusan
tersebut bersifat final dalam arti sengketa antara penggugat dan tergugat
berakhir. Majelis memerintahkan pencoretan perkara dari register atas alasan
pencabutan.

Proses penyelesaian pencabutan gugatan tersebut sebagai berikut :
– Penggugat mengajukan surat/permohonan pencabutan gugatan/perkara di
persidangan yang dihadiri oleh tergugat;
– Hakim memeriksa berita acara apakah Tergugat sudah memberikan jawaban atau belum, apabila ternyata Tergugat belum menyampaikan jawaban maka pencabutan perkara dikabulkan dengan suatu penetapan dan memerintahkan panitera mencatat pencabutan tersebut dalam register buku induk gugatan;
– Apabila ternyata Tergugat telah memberikan jawaban maka hakim harus menanyakan pendapat tergugat :
a. Tergugat menolak pencabutan (maka hakim harus tunduk atas penolakan tersebut, hakim harus menyampaikan pernyataan dalam sidang bahwa pemeriksaan harus dilanjutkan, memerintahkan panitera untuk mencatat penolakan tersebut dalam berita acara).
b. Tergugat menyetujui pencabutan, maka hakim mengabulkan pencabutan perkara dengan suatu penetapan dan memerintahkan panitera mencatat pencabutan tersebut dalam register buku induk gugatan.

Akibat Hukum Pencabutan
Pasal 272 Rv mengatur tentang akibat hukum pencabutan gugatan.
– Pencabutan Mengakhiri Perkara
– Pencabutan gugatan bersifat final mengakhiri perkara. Tidak menjadi soal
apabila pencabutan tersebut dilakukan sebelum proses pemeriksaan. Walaupun pencabutan tersebut bercorak ex parte karena dilakukan tanpa persetujuan tergugat, pencabutan tersebut tetap bersifat final.
– Tertutup segala Upaya Hukum bagi Para Pihak
Putusan pencabutan gugatan adalah bersifat final dan analog dengan putusan
perdamaian berdasarkan pasal 130 HIR. Konsekuensi hukum yang harus
ditegakkan yaitu Putusan pencabutan gugatan mengikat (binding) sebagaimana putusan yang telah berkekuatan hukum tetap;
– Tertutup bagi para pihak untuk mengajukan segala bentuk upaya hukum.
– Pengajuan kembali gugatan yang telah dicabut
Pasal 124 HIR masih tetap memberi hak kepada penggugat untuk mengajukan kembali gugatan yang digugurkan sebagai perkara baru, dengan syarat dibebani membayar biaya perkara.
Nah seperti itu proses Prosedur Pencabutan Gugatan di Pengadilan.
Anda butuh pendampingan masalah hukum ? atau ingin berkonsultasi?

Hubungi Kami :
info@bizlaw.co.id
0812-9921-5128-5128

Leave a Comment