Skip to content
Perseroan Terbatas Tertutup Jadi PT Tbk Gimana Caranya?

Perjanjian Pranikah & Pascanikah Menurut Hukum Indonesia

Perjanjian pranikah biasanya dibuat untuk kepentingan perlindungan hukum terhadap harta bawaan masing-masing, suami ataupun istri, meskipun undang-undang tidak mengatur tujuan perjanjian perkawinan dan apa yang dapat diperjanjikan, segalanya diserahkan pada kedua pihak.

Perlindungan hukum terhadap harta dalam perjanjian perkawinan adalah berlaku saat perkawinan dilangsungkan yang bertujuan untuk melakukan proteksi terhadap harta para mempelai, dimana para pihak dapat menentukan harta bawaan masing-masing.

Apakah sejak awal ada pemisahan harta dalam perkawinan atau ada harta bersama namun diatur cara pembagiannya bila terjadi perceraian.

Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.

Dalam hubungan hukum, perjanjian kawin merupakan bagian dari hukum perjanjian terikat pada syarat sahnya perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata yaitu: untuk sahnya persetujuan-persetujuan diperlukan empat syarat :

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;

2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian;

3. Sesuatu hal tertentu

4. Sesuatu sebab yang halal.

Dalam arti formal perjanjian perkawinan adalah tiap perjanjian kawin yang dilangsungkan sesuai ketentuan undang-undang antara calon suami isteri mengenai perkawinan mereka.

Perjanjian kawin merupakan perjanjian yang dibuat oleh dua orang sebagai calon suami isteri, terdapat unsur-unsur yang sama, yaitu perjanijian dan unsur harta kekayaan dalam perkawinan.

Dengan demikian kata perjanjian sebagai perhubungan hukum, apabila berhubungan dengan kata perkawinan akan mencakup pembahasan mengenai janji kawin, sebagai perjanjian luhur antara mempelai laki-laki dengan mempelai perempuan. Pada umumnya perjanjian kawin ini dibuat:

1. Bilamana terdapat sejumlah harta kekayaan yang lebih besar pada salah satu pihak dari pada pihak yang lain;

2. Kedua belah pihak masing-masing membawa masukan (aanbrengst) yang cukup besar;

3. Masing-masing mempunyai usaha sendiri-sendiri, sehingga jika salah satu pihak jatuh pailit, yang lain tidak akan tersangkut;

4. Atas hutang-piutang yang mereka buat sebelum kawin, masing-masing akan bertanggunggugat sendiri-sendiri;

Pada umumnya, perjanjian kawin dibuat untuk mengadakan penyimpangan terhadap hukum harta benda dalam perkawinan. perjanjian perkawinan dibuat secara tertulis dan disahkan oleh Pegawai pencatat perkawinan atau notaris.

Perjanjian perkawinan ini berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya, juga berlaku bagi pihak ketiga sepanjang pihak ketiga ini tersangkut.

Keuntungan Membuat Perjanjian Pernikahan

1.         Menjamin keamanan dan kepentingan usaha;

2.         Dapat memisahkan harta untuk membuat Perseroan Terbatas (PT)

3.         Menjamin berlangsungnya harta peninggalan keluarga;

4.         Melindungi kepentingan seorang istri dalam hal suami melakukan poligami;

5.         Menjaga hubungan kemitraan dalam political marriage;

6.         Menjamin kondisi finansial Anda setelah perkawinan putus atau berakhir;

7.         Menghindari motivasi perkawinan yang tidak sehat.

Prenuptial Agreement / Perjanjian Pranikah

Pre-nuptial Agreement (pre-nup) atau Perjanjian Pra Nikah adalah kontrak atau perjanjian yang dibuat sebelum berlangsungnya pernikahan dan bertujuan untuk melindungi hak dan kewajiban pasangan suami istri setelah menikah.

Perjanjian Pra Nikah di Indonesia juga dilindungi secara hukum dan diatur pada Pasal 29 Ayat 1 UU No. 1 tahun 1974.

Perjanjian pranikah bersifat mengikat setelah terjadinya perkawinan yang sah. Perjanjian pranikah (prenuptial agreement) dapat diubah sesuai dengan kesepakatan bersama dan tidak bertentangan dengan hukum. Para calon suami istri dengan perjanjian perkawinan dapat menyimpang dari peraturan undang-undang mengenai harta bersama asalkan hal itu tidak bertentangan dengan tata susila yang baik atau dengan tata tertib umum.

Materi yang diatur dalam perjanjian tergantung pada pihak-pihak calon suami-calon istri, asal tidak bertentangan dengan hukum, undang-undang, agama, dan kepatutan atau kesusilaan. Namun dalam praktiknya, perjanjian perkawinan yang lazim disepakati antara lain berisi:

1.    Harta bawaan dalam perkawinan, baik harta yang diperoleh dari usaha masing-masing maupun dari hibah, warisan ataupun cuma-cuma yang diperoleh masing-masing selama perkawinan.

2.    Semua hutang yang dibawa oleh suami atau istri dalam perkawinan mereka yang dibuat oleh mereka selama perkawinan tetap akan menjadi tanggungan suami atau istri.

3.    Istri akan mengurus harta pribadinya baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak dan dengan tugas memungut (menikmati) hasil dan pendapatan baik hartanya itu maupun pekerjaannya atau sumber lain

4.    Untuk mengurus hartanya itu, istri tidak memerlukan bantuan atau kuasa dari suami.

Postnuptial Agreement/ Perjanjian Pascanikah

Perjanjian Pranikah & Pascanikah Menurut Hukum Indonesia

Perjanjian perkawinan kini boleh dibuat pada waktu, sebelum, atau selama dalam ikatan perkawinan. Hal ini telah diatur dalam Pasal 29 UU Perkawinan. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015:

1. Pada waktu, sebelum dilangsungkan, atau selama dalam ikatan perkawinan, kedua belah pihak atas persetujuan bersama dapat mengajukan perjanjian tertulis yang disahkan oleh Pegawai pencatat perkawinan atau notaris, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut.

2. Perjanjian tersebut tidak dapat disahkan bilamana melanggar batas-batas hukum, agama dan kesusilaan.

3. Perjanjian tersebut mulai berlaku sejak perkawinan dilangsungkan, kecuali ditentukan lain dalam Perjanjian Perkawinan.

4. Selama perkawinan berlangsung, perjanjian perkawinan dapat mengenai harta perkawinan atau perjanjian lainnya, tidak dapat diubah atau dicabut, kecuali bila dari kedua belah pihak ada persetujuan untuk mengubah atau mencabut, dan perubahan atau pencabutan itu tidak merugikan pihak ketiga.

Putusan MK 69/2015 ini mengatasi keresahan dari para masyarakat yang dengan pasangannya ingin membuat usaha yang bersama-sama dengan badan hukum seperti Perseroan Terbatas.

Karena syarat pembuatan PT adalah minimal dua orang yang menggabungkan hartanya sementara jika pasangan suami istri jika tidak memiliki perjanjian diawal pernikahannya (prenuptial agreement) tidak akan dapat membuat PT oleh karena itu, Putusan MK tersebut sangat membantu pasangan yang diawal pernikahannya belum membuat atau memiliki perjanjian kawin.

Tata Cara Pembuatan Perjanjian Perkawinan

Untuk Pasangan Beragama Islam

Untuk pasangan yang beragama Islam pencatatannya dilakukan berdasarkan Surat Direktur  Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama Nomor: B. 2674/DJ.III/KW.00/9/2017 (“Surat Kementerian Agama 2017”).

Surat Kementerian Agama 2017 mengatur bahwa perjanjian perkawinan dapat dibuat sebelum, pada saat, dan selama perkawinan berlangsung yang disahkan dengan akta notaris dapat dicatat oleh Pegawai Pencatat Nikah (“PPN”), dicatatkan pada kolom catatan pada akta nikah dan di kolom catatan status perkawinan dalam kutipan akta nikah.

Terhadap perkawinan yang dicatat oleh negara lain, akan tetapi perjanjian perkawinan atau perubahan/pencabutan dibuat di Indonesia, maka pencatatan pelaporan perjanjian perkawinan dimaksud, dibuat dalam bentuk surat keterangan oleh Kantor Urusan Agama (“KUA”) kecamatan.

Tata cara pencatatan pelaporan perjanjian perkawinan untuk pasangan Islam berdasarkan Surat Kementerian Agama 2017 adalah:

  1. Pasangan suami dan/atau istri menyerahkan persyaratan sebagai berikut:
  2. Pencatatan pelaporan perjanjian perkawinan yang dibuat sebelum atau saat perkawinan dilangsungkan, dengan syarat:
  3. Foto copy Kartu Tanda Penduduk (“KTP”);
  4. Foto copy Kartu Keluarga (“KK”);
  5. Foto copy salinan akta  notaris perjanjian perkawinan yang telah dilegalisir.
  6. Pencatatan pelaporan perjanjian perkawinan yang dibuat selama dalam ikatan perkawinan, dengan syarat:
  7. Foto copy KTP;
  8. Foto copy KK;
  9. Foto copy akta notaris perjanjian perkawinan yang telah dilegalisir;
  10. Buku nikah suami dan isteri.
  11. Pencatatan pelaporan perjanjian perkawinan yang dibuat di Indonesia, sedangkan perkawinan dicatat di luar negeri atau negara lain, dengan syarat:
  12. Foto copy KTP;
  13. Foto copy KK;
  14. Foto copy akta notaris perjanjian perkawinan yang telah dilegalisir;
  15. Buku nikah suami dan isteri atau akta perkawinan yang diterbitkan oleh negara lain.
  16. Pencatatan perubahan atau pencabutan Perjanjian Perkawinan, dengan syarat:
  17. Foto copy KTP;
  18. Foto copy KK;
  19. Foto copy akta notaris tentang perubahan/pencabutan perjanjian perkawinan yang telah dilegalisir;
  20. Buku nikah suami dan isteri atau akta perkawinan yang diterbitkan oleh negara lain.
  21. Kepala KUA kecamatan selaku PPN, membuat catatan pada kolom bawah akta nikah dan kolom catatan status perkawinan pada buku nikah, dengan menulis kalimat “Perjanjian Perkawinan dengan akta notaris … nomor …. telah dicatat dalam akta nikah pada tanggal …”, atau membuat surat keterangan bagi perkawinan yang dicatat di luar negeri dan perjanjian perkawinannya dibuat di Indonesia;
  22. Catatan pada dokumen perjanjian perkawinan dilakukan pada bagian belakang halaman terakhir, dengan kalimat “perjanjian perkawinan ini telah dicatatkan pada akte nikah nomor … atas nama … dengan tanggal … kemudian ditandatangani oleh PPN;
  23. Buku nikah suami istri yang telah dibuatkan catatan perjanjian perkawinan atau surat keterangan, diserahkan masing-masing suami dan istri.

Untuk Pasangan Non Muslim

Untuk Pasangan yang selain beragama islam, pencatatan dilakukan berdasarkan Surat Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Nomor: 472.2/5876/DUKCAPIL tentang Pencatatan Pelaporan Perjanjian Perkawinan (“Surat Dirjen 472.2/2017”), perjanjian perkawinan tersebut dibuat sebelum, pada saat, dan selama perkawinan berlangsung dengan akta notaris dan dilaporkan kepada Instansi Pelaksana atau Unit Pelaksana Teknis (“UPT”) Instansi Pelaksana.

Terhadap pelaporan perjanjian perkawinan tersebut, Pejabat Pencatatan Sipil pada Instansi Pelaksana atau UPT Instansi Pelaksana membuat catatan pinggir pada register akta dan kutipan akta perkawinan.

Pencatatan pelaporan perjanjian perkawinan untuk pasangan yang memiliki agama selain agama islam berdasarkan Surat Dirjen 472.2/2017 dilakukan dengan cara berikut:

  1. Pasangan suami dan/atau isteri menyerahkan persyaratan sebagai berikut:
  2. Pencatatan pelaporan perjanjian perkawinan yang dibuat pada waktu atau sebelum dilangsungkan perkawinan dilakukan dengan syarat:
    1. Foto copy KTP elektronik;
    1. Foto copy KK;
    1. Foto copy akta notaris perjanjian perkawinan yang telah dilegalisir dengan menunjukkan aslinya.
  3. Pencatatan pelaporan perjanjian perkawinan dibuat selama dalam ikatan perkawinan dilakukan dengan syarat:
  4. Foto copy KTP elektronik;
  5. Foto copy KK;
  6. Foto copy akta notaris perjanjian perkawinan yang telah dilegalisir dengan menunjukkan aslinya;
  7. Kutipan akta perkawinan suami dan istri.
  8. Pencatatan pelaporan perjanjian perkawinan yang dibuat di Indonesia dan pencatatan perkawinannya dilakukan di Negara lain, dilakukan dengan persyaratan:
  9. Foto copy KTP elektronik;
  10. Foto copy KK;
  11. Foto copy akta notaris perjanjian perkawinan yang telah dilegalisir dengan menunjukkan aslinya;
  12. Kutipan akta perkawinan atau dengan nama lain yang diterbitkan oleh Negara lain;
  13. Surat keterangan pelaporan akta perkawinan yang diterbitkan oleh Negara lain. 
  14. Pencatatan perubahan atau pencabutan perjanjian perkawinan, dilakukan dengan persyaratan:
  15. Foto copy KTP elektronik;
  16. Foto copy KK;
  17. Foto copy akta notaris tentang perubahan/pencabutan perjanjian perkawinan yang telah dilegalisir dengan menunjukkan aslinya;
  18. Kutipan akta perkawinan suami dan istri;
  19. Surat keterangan pelaporan akta perkawinan yang diterbitkan oleh Negara lain.
  1. Pejabat Pencatatan Sipil pada UPT Instansi Pelaksana atau Instansi Pelaksana membuat catatan pinggir pada register akta dan kutipan akta perkawinan atau menerbitkan Surat Keterangan bagi Perjanjian Perkawinan yang dibuat di Indonesia dan pencatatan perkawinannya di lakukan di Negara lain;
  2. Kutipan akta perkawinan yang telah dibuatkan catatan pinggir atau Surat Keterangan diberikan kepada masing-masing suami dan/atau istri.

Ingin bertanya perihal perjanjian pranikah ataupun perjanjian-perjanjian lainnya? Bizlaw tempat yang tepat bagi Anda! Terkait masalah hukum lainnya juga Bizlaw punya solusinya!

Hubungi kami: info@bizlaw.co.id atau 0811-9298-182 dan juga bisa ke Instagram Bizlaw di bizlaw.co.id.

Leave a Comment