Bizlaw

Pendirian Bank Umum Syariah

Pendirian Bank Umum Syariah

Bank Syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, atau prinsip hukum islam yang diatur dalam fatwa Majelis Ulama Indonesia seperti prinsip keadilan dan keseimbangan (‘adl wa tawazun), kemaslahatan (maslahah), universalisme (alamiyah), serta tidak mengandung gharar, maysir, riba, zalim dan obyek yang haram.

 

Dalam UU Perbankan Syariah, bank syariah juga menjalankan fungsi sosial seperti lembaga baitul mal, yaitu:

  1. Menerima dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah, hibah atau dana sosial
  2. Menyalurkan kepada pengelola wakaf (nazhir) sesuai kehendak pemberi wakaf (wakif)

Keuntungan bank syariah berasal dari pendekatan bagi hasil yakni keuntungan bank dari berbagai jasa yang disediakan, seperti bagi hasil usaha dan biaya administrasi dari pinjaman.

Berikut ini prinsip dalam Islam yang mendasari produk dan kegiatan perbankan syariah:

  1. Mudharabah
    Mudharabah adalah akad kerja sama antara shahibul maal (pemilik modal) dan mudharib (pengelola dana) yang pembagian keuntungannya berdasarkan bagi hasil menurut kesepakatan awal. Apabila usaha yang dijalankan mengalami kerugian, seluruh kerugian ditanggung shahibul maal, kecuali ditemukan adanya kelalaian atau kesalahan yang diperbuat mudharib, seperti penyelewengan, kecurangan, dan penyalahgunaan dana. Prinsip mudharabah dibagi menjadi dua, yakni mudharabah mutlaqah dan mudharabah muqayyadah.
  1. Musyarakah
    Musyarakah adalah akad kerja sama di antara dua atau lebih shahibul maal untuk mendirikan usaha bersama dan bersama-sama mengelolanya. Perihal keuntungan dibagi sesuai kesepakatan, sedangkan kerugiannya ditanggung menurut kontribusi modal masing-masing. Jenis-jenisnya ada empat, yakni Syirkah Mufawadhah, Syirkah ‘inan, Syirkah a’mal, dan Syirkah Wujuh.
  1. Wadiah
    Wadiah adalah titipan murni dari satu pihak ke pihak lain. Prinsip wadiah digolongkan menjadi dua macam, yakni Wadiah Yad Amanah dan Wadiah Yad dhamanah.
  1. Murabahah
    Murabahah berarti akad jual beli yang melibatkan bank dengan nasabah yang disepakati kedua belah pihak.
  1. Salam
    Salam adalah transaksi jual beli suatu barang tertentu antara pihak penjual dan pembeli dengan harga yang terdiri atas harga pokok barang dan keuntungan yang ditambahkannya telah disepakati bersama.
  1. Istishna
    Istishna bisa diartikan sebagai transaksi jual beli yang hampir sama dengan prinsip salam, yakni jual beli dan penyerahan yang dilakukan kemudian, sedangkan penyerahan uangnya bisa dicicil atau ditangguhkan.
  1. Ijarah
    Prinsip ijarah merupakan akad pemindahan hak guna barang atau jasa dengan pembayaran upah sewa tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan.
  1. Qardh
    Qardh adalah perjanjian pinjam-meminjam uang atau barang yang dilakukan tanpa ada orientasi keuntungan. Namun, pihak bank sebagai pemberi pinjaman boleh meminta ganti biaya yang diperlukan dalam kontrak Qardh.
  1. Hawalah/Hiwalah
    Prinsip hawalah diartikan sebagai pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya.
  1. Wakalah
    Prinsip wakalah timbul karena salah satu pihak memberikan suatu objek perikatan yang berbentuk jasa atau dapat juga disebut sebagai meminjamkan dirinya untuk melakukan sesuatu atas nama diri pihak lain.

 

Menurut jenisnya Bank Syariah terdiri atas Bank Umum Syariah (BUS), dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS), berikut penjelasannya secara singkat:

 

Bank Umum Syariah (BUS)

Pengertian Bank Syariah  adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank Umum Syariah (BUS) adalah Bank Syariah yangn dalam kegiatannya memberikan jasa dalam hal pembayaran Bank

 

Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS)

BPRS adalah bank syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam hal lalu lintas pembayaran.

Bank Perkreditan Rakyat yang melakukan kegiatan usahanya secara konvensional tidak diperkenankan melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. Hal yang sama pula berlaku terhadap Bank Perkreditan Rakyat yang melakukan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah, tidak diperkenankan melakukan kegiatan usahanya secara konvensional. Dengan demikian, Undang-Undang tersebut tidak memperkenankan atau melarang Bank Perkreditan Rakyat menyelenggarakan kegiatan usahanya sekaligus secara konvensional dan berdasarkan prinsip syariah. Kegiatan usaha perbankan yang dilakukan Bank Perkreditan Rakyat harus semata-mata diselenggarakan dengan cara memilih salah satu, yaitu secara konvensional atau berdasarkan prinsip Syariah

 

Unit Usaha Syariah (UUS)

Unit Usaha Syariah yang selanjutnya disebut UUS adalah unit kerja dari kantor pusat Bank Umum Konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, atau unit kerja di kantor cabang dari suatu bank yang berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah atau unit syariah.

Pembentukan UUS ini sebenarnya sebagai langkah persiapan konversi kantor bank, kantor cabang atau kantor di bawah kantor cabang yang sebelumnya melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional untuk menjadi bank yang semata-mata melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah atau lebih lanjut dapat menjadi Bank Umum Syariah.

 

Dengan demikian, eksistensi UUS dalam sistem perbankan syariah hanya bersifat sementara (transisi), di mana Bank Umum Konvensional diwajibkan untuk melakukan pemisahan UUS yang dimilikinya menjadi Bank Umum Syariah (BUS) bilamana memenuhi persyaratan tertentu, yaitu telah berada pada kondisi dan jangka waktu tertentu.

 

Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam  pendirian perbankan Syariah,  terdiri dari syarat kepemilikan, syarat permodalan, syarat kepengurusan, serta persyaratan lainnya. Dalam hal ini akan dipaparkan syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam pendirian Bank Umum Syariah:

  1. Kepemilikan dapat dimiliki oleh pihak domestik dan pihak asing
  2. Berbadan hukum Indonesia dan harus dimiliki oleh sedikitnya dua warga negara Indonesia (WHI), atau badan hukum Indonesia (BHI) atau warga negara asing atau badan hukum asing (WHI/BHI) secara kemitraan
  3. Pemilik tidak termasuk daftar orang tercela atau DOT dan memiliki Integritas
  4. Nilai modal disetor paling kecil Rp. 1.000.000.000.000,- (satu triliun). Adapun kepemilikan asing hanya boleh paling banyak 99 persen dari modal disetor yang dapat berupa rupiah atau valuta asing. BI juga baru akan mengeluarkan persetujuan prinsip jika pemilik bank sudah menyetorkan 30 persen dari modal yang diwajibkan.
  5. Sumber dana untuk modal disetor tidak boleh berasal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun dari bank/atau pihak lain di Indonesia.
  6. Sumber dana modal disetor tidak boleh dari sumber yang diharamkan termasuk untuk tujuan pencurian uang.
  7. Harus memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS)
  8. Harus mendapatkan persetujuan prinsip
  9. Harus mendapatkan izin usaha

 

Berminat mendirikan Bank Umum Syariah atau mau konsultasi terkait pendirian  Bank Umum Konvensional dan jasa lainnya? Segera Hubungi Bizlaw! Bizlaw dapat membantu dengan memberikan jasa hukum yang profesional dan terpercaya.

 

Hubungi Kami

Informasi lebih lanjut dan Jasa lainnya dapat menghubungi: