Skip to content
Inilah Cara Melaporkan SPT Badan Nihil

Pajak Impor Inilah Pembaharuan Saat Pandemi

Pajak Impor – Belajar Pajak dari Belanja Online Kita sudah mengetahui bahwa masyarakat kita adalah masyarakat yang konsumtif. Hal itu lazim bagi masyarakat Indonesia dan mayoritas masyarakat kita lebih tertarik dan memilih berbelanja dan bertransaksi online (e-commerce) dari luar negeri, yang nyatanya akan dikenakan pajak impor.

Namun, terdapat beberapa pembahasan tentang pajak impor yang jarang di lirik dan belum dipahami secara lebih lanjut oleh kita. Maka dari itu kita akan membahas lebih lanjut tentang apa sajakah yang berkaitan dengan pajak impor tersebut.

Rasionalisasi Tarif Pajak Impor Pada tahun lalu, tepat pada tanggal 17 April 2020 melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 34/PMK.04/2020, pemerintah telah memberikan berbagai fasilitas perpajakan atas impor barang yang diperlukan untuk penanganan pandemi Covid-19 serta memunculkan tiga insentif yang diantaranya yaitu:

Pertama, pembebasan bea masuk atau cukai. 

Kedua, pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) tidak dipungut. 

Ketiga, pembebasan PPh Pasal 22.

Hal ini berarti impor barang tertentu yang diperlukan untuk penanganan pandemi Covid-19 dibebaskan dari kewajiban untuk melunasi bea masuk atau cukai. Sedangkan pemungutan pajak terkait impornya atau pemungutan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) diberlakukan secara normal.

Serta, terlebih dari itu pemerintah juga merasionalisasikan atau memberlakukan tarif tunggal yaitu menjadi 17,5% (Bea Masuk 7,5%, PPN 10%, PPH 0%). Jadi, apasih yang dimaksud dengan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI)?

Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh pribadi atau badan yang bersifat memaksa (harus dibayar) berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk untuk keperluan negara demi tercapainya kemakmuran rakyat.

Dan impor adalah proses transportasi atau perdagangan barang atau komoditas dari luar negeri ke dalam negeri secara legal, yang umumnya akan dikenakan pajak atas kegiatan impor Barang Kena Pajak atau biasa disebut dengan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI).

Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) adalah pajak yang dipungut oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) atas impor barang secara legal. Pajak Impor menjadi salah satu pungutan yang dikenakan terhadap importir di luar bea masuk dan cukai. Pajak Impor sendiri hanya memiliki satu jenis tarif yaitu advalorum dan tidak ada tarif yang dikenakan secara spesifik, serta besaran nilai Pajak Impor yang terutang dihitung berdasarkan hasil perkalian tarif pajak dengan nilai impor.

Nilai impor tersebut, artinya nilai barang dalam International Commercial Terms (Incoterm) Cost, Insurance and Freight(CIF) ditambahkan dengan besaran bea masuk. Dengan maksud bahwa nilai impor adalah nilai pabean ditambah dengan besaran bea masuk yang harus dibayar.

Hal ini tentu berbeda dengan bea masuk yang sistem perhitungannya menggunakan dua skema tarif yaitu secara advalorum dan spesifik serta besaran bea masuk yang terutang dihitung berdasarkan pada nilai pabean. Dengan itu, Dasar Pengenaan Pajak (DPP) antara Pajak Impor dengan bea masuk itu berbeda.

Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) meliputi beberapa jenis pajak PPN (Pajak Pertambahan Nilai) Merupakan pajak yang dikenakan atas impor atau penyerahan barang dan jasa kena pajak. Berdasarkan Pasal 7 UU No. 42 Tahun 2009 tarif PPN atas impor Barang Kena Pajak adalah sebesar 10% yang bersifat tetap.

PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah) Merupakan pajak yang dikenakan terhadap penyerahan atau impor barang berwujud yang tergolong mewah. Berdasarkan Pasal 8 UU No. 42 Tahun 2009, tarif PPnBM atas impor Barang Kena Pajak yaitu berkisar antara 10% – 200% yang bersifat tidak tetap atau bervariasi.

Dalam PPnBM juga terdapat 4 kriteria barang yang diklasifikasikan sebagai barang mewah menurut Pasal 5 UU No. 42 Tahun 2009 yaitu:

Pertama, barang bukan merupakan barang kebutuhan pokok. 

Kedua, barang dikonsumsi masyarakat tertentu. 

Ketiga, pada umumnya barang dikonsumsi masyarakat berpenghasilan tinggi. 

Keempat, barang dikonsumsi untuk menunjukkan status atau kelas sosial.

PPh (Pajak Penghasilan) Pasal 22 Impor Merupakan pajak yang dipungut oleh bendaharawan pemerintah, instansi atau lembaga pemerintah yang berkaitan dengan pembayaran atas penyerahan barang sesuai dengan Pasal 22 UU No. 36 Tahun 2008. Selain itu, PPh Pasal 22 Impor juga dibebankan kepada badan usaha tertentu, baik BUMN maupun BUMS yang berkaitan dengan kegiatan di bidang impor ataupun kegiatan usaha di sektor lain.

Berdasarkan PMK No. 34/PMK.10/2017 menyatakan bahwa tarif PPh Pasal 22 Impor ini bersifat tidak tetap atau bervariasi tergantung pada kelompok barang.

Terdapat 6 tarif untuk PPh Pasal 22 Impor, diantaranya: Untuk barang tertentu yang tercantum dalam Lampiran I PMK No. 34/PMK.10/2017 sebesar 10% dari nilai impor dengan atau tanpa Angka Pengenal Impor (API).Untuk barang tertentu yang tercantum dalam Lampiran II PMK No. 34/PMK.10/2017 sebesar 7,5% dari nilai impor dengan atau tanpa menggunakan Angka Pengenal Impor (API).

Untuk barang berupa kedelai, gandum dan tepung terigu yang tercantum dalam Lampiran III PMK No. 34/PMK.10/2017 sebesar 0,5% dari nilai impor dengan mengunakan Angka Pengenal Impor (API).Untuk barang yang tidak tercantum dalam lampiran PMK No. 34/PMK.10/2017 sebesar 2,5% dari nilai impor dengan menggunakan Angka Pengenal Impor (API).

Barang lain yang tidak menggunakan Angka Pengenal Impor (API) sebesar 7,5% dari nilai impor. Barang yang tidak dikuasai sebesar 7,5% dari harga jual lelang.

Sementara itu, yang dimaksud dengan API adalah nomor identitas importir yang diterbitkan Kementerian Perdagangan untuk importir yang memenuhi persyaratan tertentu. Ketentuan API sendiri tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan No. 70/M-DAG/PER/9/2015.

Bagaimana cara menghitung Pajak Impor (PDRI)?

Berikut ini adalah contoh perhitungan bea masuk dan pajak impor barang atau komoditas yang sesuai dengan besaran tarif pajak impor terbaru.

Saat ini anda sedang melakukan belanja ataupun transaksi online via e-commerce dari luar negeri, setelah itu anda mengetahui harga barang yang akan di impor secara keseluruhan sebesar Rp 450.000 (dalam rupiah atau setelah disesuaikan dengan nilai tukar yang berlaku). Maka perhitungannya, yaitu:

Jadi, harga barang setelah bea masuk dan pajak impor barang sebesar Rp 450.000 + Rp 33.750 + Rp 48.375 = Rp 532.125   Terus, bagaimana cara bayarnya?

Beberapa dari kalian mungkin masih banyak yang kesulitan untuk melakukan perhitungan maupun administrasi pembayaran terkait perpajakan, terkhusus untuk pembayaran pajak terkait impor barang. Tenang jangan cemas, masih bisa konsultasi perpajakan kok.

Dimana? di Bizlaw dong. Tau kan? Harus tau dong hehe, nih langsung saja hubungi kontak: info@bizlaw.co.id atau 0811-9298-182 atau yang mau mendapatkan informasi ter-update bisa langsung cek di Instagram-nya @bizlaw.co.id.

Baca juga: Ini dia Keringanan Pajak Saat Pandemi  

Leave a Comment