KETAHUI PROSES PENANGANAN PERKARA LITIGASI KASUS KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
Proses litigasi yang selama ini kerap dilakukan yaitu seluruh proses hukum yang akan dilalui diserahkan seluruhnya kepada penasihat hukum. Model litigasi selama ini belum memberikan kesadaran terhadap perempuan pelaku tindak pidana (korban termarjinalkan). Nasib korban seluruhnya tergantung pada penasihat hukum. Pengetahuan terhadap hak-hak korban sebagai subjek hukum tidak ditumbuhkan, karena tidak diberikan pemahaman dan kesadaran menggunakan hak-haknya. Model litigasi yang dilakukan di dalam sistem peradilan di Indonesia (model peradilan konvensional) yang mendominasi dan kurang memberikan ruang gerak bagi kaum perempuan, juga tidak memberikan keleluasaan untuk mengapresiasikan hak-hak yang terkait dengan perlindungan hukumnya. Model litigasi yang konvensional telah menimbulkan kesenjangan dan ketimpangan, sebab subjek (perempuan pelaku tindak pidana) yang sedang menghadapi proses litigasi yang selama ini dilakukan, belum memperoleh kesadaran akan hak-hak hukumnya.
Pengetahuan terhadap hak-hak korban sebagai subjek hukum tidak ditumbuhkan, karena tidak diberikan pemahaman dan kesadaran menggunakan hak-haknya. Konstruksi model litigasi mandiri sebagai alternatif terhadap perempuan pelaku tindak pidana dengan konsentrasi pada kasus kekerasan dalam rumah tangga, dengan cara mendampingi perempuan sebagai pelaku selama menjalani proses hukum, tetapi tidak secara litigasi (tidak mendampingi di pengadilan layaknya penasehat hukum) melainkan memberikan pengetahuan hukum secara jelas terkait dengan persoalan hukumnya, sehingga diharapkan akan menumbuh kembangkan kesadaran hukum terhadap perempuan tindak pidana yang termarjinalkan dalam kasus kekerasan dalam kasus rumah tangga misalkan,
Pendampingan dapat dilakukan bukan hanya oleh profesi hukum yang beracara dalam proses peradilan, namun dapat dilakukan oleh para ahli hukum (dosen, pendidik, mahasiswa hukum, dan sebagainya) yang dilakukan di luar proses peradilan. Pendampingan dilakukan untuk memberikan pemahaman kepada perempuan pelaku tindak pidana KDRT tentang hak-haknya, pemahaman terhadap kasus yang sedang dihadapi, dan pemahaman terhadap kedudukan hukum dan posisinya, selanjutnya mereka dibekali pula pemahaman proses beracara Konstruksi model litigasi mandiri sebagai alternatif advokasi terhadap perempuan pelaku tindak pidana dengan konsentrasi pada kasus kekerasan dalam rumah tangga yaitu dengan cara mendampingi perempuan sebagai pelaku selama menjalani proses hukum, tetapi tidak secara litigasi (tidak mendampingi di pengadilan layaknya penasehat hukum), melainkan memberikan pengetahuan hukum secara jelas terkait dengan persoalan hukumnya, sehingga diharapkan akan menumbuh kembangkan kesadaran hukum terhadap perempuan tindak pidana yang termarjinalkan dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga, diharapkan dari pendampingan tersebut perempuan pelaku tindak pidana dapat menghadapi sendiri proses hukum tersebut dengan berbekal ilmu hukum yang telah dipahaminya.
Proses litigasi yang berlaku untuk kasus kekerasan dalam rumah tangga dapat dilakukan melalui jalur hukum pidana dan dapat juga melalui jalur hukum perdata, dan untuk penyelesaian melalui jalur pidana tidak membedakan apakah pelakunya wanita (istri) atau laki-laki (suami). Proses penyelesaiannya menggunakan hukum acara pidana (KUHAP), hanya yang menjadi perbedaan kasus KDRT dengan kasus pidana umumnya adalah bahwa kasus KDRT merupakan kasus yang masuk ke dalam jenis delik aduan, yaitu suatu delik atau tindak pidana yang baru menjadi suatu tindak pidana apabila korban tindak pidana tersebut merasa dirugikan dan mengadukan perbuatan pelaku ke kepolisian sebagai aparat penegak hukum, dan pada saat korban mengadukan ke kepolisian, maka pada saat itulah polisi harus menggunakan hukum acara yang berlaku, yaitu KUHAP.
Selain proses hukum acara pidana yang dapat dilalui, proses litigasi yang dapat ditempuh di dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga, adalah proses hukum acara perdata melalui proses gugatan yang dilakukan baik oleh pelaku ataupun oleh korban (istri atau suami). Pendampingan yang dapat dilakukan di dalam proses hukum acara perdata sudah dapat dilakukan pada saat proses gugatan diajukan ke Pengadilan (Pengadilan Negeri untuk non muslim) dan (Pengadilan Agama untuk muslim), dan proses pendampingan harus diberikan oleh Negara kepada para pihak sampai proses hukum acara perdata selesai dilakukan, dan ini dilakukan sebagai kewajiban Negara untuk memberikan bantuan hukum bagi para pihak.
Berikut Pengertian atau Definisi Bentuk-Bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga dalam UU No. 23 Tahun 2004 ;
No | Bentuk KDRT | Pengertian/Definisi |
1. | Kekerasan Fisik | Perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. |
2. | Kekerasan Psikis | Perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang. |
3. | Kekerasan Seksual | Kekerasan seksual meliputi: a. Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut; b. Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu. |
4. | Penelantaran Rumah Tangga | Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan, kepada orang tersebut |
Jadi, Dalam KDRT bentuk-bentuk yang dikategorikan sebagai tindak pidana aduan baru dapat dituntut apabila ada pengaduan dari orang yang berhak mengadu menurut undang-undang. Di dalam KUHAP, yang ditujukan atau yang dikenal dengan pengaduan yaitu pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum seorang yang telah melakukan tindak pidana aduan yang merugikannya. Dalam hal ini, pihak yang berkepentingan adalah korban itu sendiri yang telah dirugikan akibat KDRT yang dilakukan oleh pelaku.
Walaupun secara teoritis terhadap perkara KDRT yang dikategorikan sebagai tindak pidana aduan dapat ditangani juga dengan melakukan mediasi penal, namun para aparat penegak hukum harus menjunjung tinggi proses penegakan hukum itu sendiri yang dituangkan melalui peraturan-peraturan terkait yaitu sesuai dengan UU No. 23 Tahun 2004.
Konsep restorative justice merupakan cara lain dalam peradilan pidana yang digunakan untuk menangani perkara pidana. Konsep itu mengutamakan integrasi pelaku dan korban atau masyarakat sebagai satu kesatuan untuk mencari solusi serta kembali pada suatu pola hubungan yang baik antara pelaku tindak pidana. KDRT merupakan salah satu tindak pidana yang diatur oleh undang-undang khusus, yaitu UU No. 23 Tahun 2004. Oleh karena itu, konsep restorative justice dapat digunakan untuk menangani perkara KDRT. Salah satu cara yang dapat digunakan dalam konsep tersebut adalah mediasi penal (penal mediation).
Demi membangun persepsi yang sama dalam penanganan KDRT melalui konsep restorative justice dengan cara mediasi penal, maka pemerintah (Mahkamah Agung RI) harus segera membuat suatu aturan atau regulasi yang dapat dijadikan sebagai pedoman bagi seluruh hakim di Indonesia. Di dalam aturan atau regulasi dimaksud ditentukan mengenai bentuk-bentuk perkara pidana yang ditangani melalui konsep tersebut. Aturan atau regulasi itu juga harus diberlakukan sebagai pedoman tidak hanya untuk menangani perkara KDRT, namun juga untuk seluruh perkara pidana.
Apakah Anda menjadi korban dari KDRT? Apakah Anda bingung bagaimana cara penyelesaiannya? Apakah Anda bingung juga bagaimana tata cara proses penyelesaian? Ataupun langsung mau konsultasi perihal kasus anda yang membutuhkan pengacara?
Tanyakan saja dengan Bizlaw!
Anda terjerat kasus? ingin menggunakan jasa pengacara yang sudah memiliki banyak pengalaman? Bizlaw terbuka untuk memberikan pelayanan hukum terkait. Bizlaw memiliki pengacara yang berpengalaman dan sudah berpraktek selama bertahun-tahun. Selain itu, penyelesaian masalah hukum lainnya juga Bizlaw punya solusinya!
Email kami info@bizlaw.co.id atau 0812-9921-5128 atau mengenai informasi ter-update di Instagram kami @bizlaw.co.id.