Skip to content

Kemungkinan Direksi dan Pemegang Saham Bertanggung Jawab Pribadi dalam Perseroan Terbatas

Dalam suatu Perusahaan Terbuka, pemegang saham umumnya hanya memikul tanggung jawab terbatas. Artinya, apabila Perusahaan Terbuka mengemban kerugian, beban yang diderita oleh pemegang saham hanyalah kerugian dalam bentuk penurunan harga saham yang dimilikinya (capital loss). Mereka tidak bertanggung jawab secara pribadi atas tindakan dan perikatan yang dibuat oleh perusahaan. Prinsip ini, dalam dunia hukum perusahaan, sering disebut sebagai asas tanggung jawab terbatas atau limited liabillity.

 

Asas tanggung jawab terbatas yang digariskan dalam Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas ini kerap kali dianggap sebagai keuntungan terbesar yang dimiliki oleh pemegang saham. Namun, tanggung jawab terbatas dapat disingkirkan dan dihapus dalam peristiwa-peristiwa tertentu. Inilah yang biasa dikenal dengan piercing the corporate veil. Apabila piercing the corporate veil terjadi, pemegang saham akan memikul resiko dan beban utang perseroan.

 

 

Kenapa sih prinsip ini ada?

Pemegang saham merupakan bagian yang penting dari suatu perseroan terbatas, karena tindakan-tindakan yang diambil oleh suatu perusahaan sangat dipengaruhi oleh para pemegang saham; kehendak perusahaan diartikan sebagai perwujudan dari kemauan pemegang sahamnya. Dalam situasi tertentu dimana tindakan perusahaan dipengaruhi langsung oleh pemegang saham, ‘tembok’ pertanggungjawaban terbatas perlu dihilangkan.

 

Dalam Situasi Apa Pemegang Saham Ikut Bertanggung Jawab?

Pada Pasal 3 ayat (2) UUPT, disebutkan beberapa kondisi dimana doktrin piercing the corporate veil dapat diterapkan, yakni sebagai berikut:

  1. Persyaratan perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi

Apabila Perseroan Terbatas gagal memenuhi syarat dan prosedur secara hati-hati, maka statusnya sebagai badan hukum akan terhambat dan berakibat pada semua pendiri dan pemegang saham bertanggung jawab secara pribadi (personal liability) terhadap segala tindakan Perseroan.

Menurut Pasal 14 Undang-Undang Perseroan Terbatas, hal ini berlaku untuk dua jenis tindakan. Pertama, untuk perbuatan hukum yang dilakukan semua semua anggota direksi bersama-sama semua pendiri dan semua anggota dewan komisaris. Kedua, perbuatan hukum dilakukan oleh pendiri atas nama perseroan

 

  1. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan perseroan semata-mata untuk kepentingan pribadi

Yang dimaksud dengan itikad buruk atau penggunaan tidak wajar biasanya terjadi dalam kasus-kasus dimana terjadi penipuan kreditor, kapital tipis, perampokan, penggelapan, dan penghindaran dari kewajiban yang ada.

 

  1. Pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan perseroan; atau
  2. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan Perseroan, yang mengakibatkan kekayaan Perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang Perseroan.

 

Perlu diperhatikan bahwa piercing the corporate veil hanya berlaku untuk pengguna saham yang bersangkutan. Artinya, pemegang saham yang ikut bertanggung jawab hanyalah mereka yang terlibat dalam kegiatan yang disebutkan di atas.

 

Selain hal-hal di atas, menurut Pasal 7 Undang-Undang Perseroan Terbatas, pemegang saham dapat ikut bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan dan kerugian perusahaan apabila:

  1. Setelah lebih dari 6 bulan sejak pengesahan Perseroan pemegang saham belum mengalihkan sahamnya atau Perseroan belum mengeluarkan saham baru kepada orang lain; dan
  2. Pemegang saham tetap kurang dari 2 orang.

 

Piercing the Corporate Veil pada Direksi
Piercing the corporate veil, walaupun lebih dikenal sebagai teori yang berlaku pada pemegang saham, juga berlaku pada Direksi dalam situasi-situasi tertentu.

Pertama, apabila Direksi lalai atau melakukan kesalahan dalam menjalankan tugasnya
Setiap anggota Direksi yang dipilih melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) wajib melaksanakan tugasnya, serta bertanggung jawab dengan itikad baik. Namun, apabila ia melakukan kesalahan atau kelalaian dalam menjalankan kewajiban tersebut, anggota Direksi tersebut akan bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian perusahaan yang disebabkan oleh perbuatannya.

Perlu diperhatikan, bahwa Direksi yang lalai atau melakukan kesalahan tetap dapat dihindarkan dari pertanggungjawaban pribadi apabila memenuhi syarat-syarat yang dicantumkan pada Pasal 97 ayat (5) Undang-Undang Perseroan Terbatas. Adapun bunyi Pasal tersebut adalah sebagai berikut:

  1. kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
  2. telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan
  3. sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
  4. tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas
  5. tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan
  6. telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.

Kedua, apabila terjadi kepailitan
Terdapat kemungkinan adanya pembebanan tanggung jawab terhadap Direksi apabila perusahaan mengalami kepailitan. Kemungkinan ini terjadi jika terjadi karena kesalahan atau kelalaian yang diperbuat Direksi, dan harta pailit tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban Perseroan. Dalam kondisi ini, pembebanan tanggung jawab terjadi dalam bentuk pembebanan urusan pelunasan dengan menggunakan harta pribadi Direksi.

Agar terhindar dari kemungkinan tersebut, Direksi perlu membuktikan bahwa ia telah memenuhi prinsip kehati-hatian, serta melakukan pengelolaan perusahaan dengan itikad baik dan tanggung jawab. Direksi juga perlu membuktikan bahwa ia telah bertindak sesuai dengan tugas dan wewenangnya yang ada dalam peraturan perundang-undangan dan Anggaran Dasar. Jika Direksi dapat membuktikan bahwa ia telah melaksanakan tanggung jawab sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan Anggaran Dasar, maka ia tidak perlu bertanggung jawab secara pribadi. Dalam kata lain, prinsip tanggung jawab terbatas (limited liability).

Ketiga, apabila laporan keuangan perusahaan tidak benar dan/atau menyesatkan, anggota Direksi  dan Dewan Komisaris secara tanggung renteng bertanggung jawab terhadap pihak yang dirugikan.

Intisari
Pada intinya, prinsip piercing the corporate veil menunjukkan bahwa suatu perseroan terbatas seringkali tidak dapat dipisahkan atau dilepaskan dari kehendak pihak-pihak yang mempunyai influence terhadap perusahaan tersebut. Oleh karena itu, pertanggungjawaban dalam suatu perseroan terbatas dapat disebabkan oleh hal-hal yang dilakukan oleh pemegang saham dan Direksi.

Untuk pemegang saham, hal ini dapat terjadi akibat tindakan beritikad buruk untuk kepentingan pribadi, Perbuatan Melawan Hukum, dan penggunaan uang perseroan yang menyebabkan perusahaan tidak dapat membayar hutang. Selain tindakan, pemegang saham juga dapat dikenakan pertanggungjawaban pribadi apabila perusahaan terkait belum mendapatkan status badan hukum. Untuk direksi, prinsip ini berlaku apabila ia melakukan kelalaian/kesalahan yang merugikan, mengakibatkan kepailitan, atau membuat laporan yang salah atau menyesatkan.

Selain sejumlah skenario yang telah dijabarkan di atas, perlu diperhatikan bahwa banyak ahli yang berpendapat bahwa terdapat situasi-situasi lainnya yang dapat menjadi dasar piercing the corporate veil. Penentuan apakah suatu tindakan atau kondisi perusahaan dapat menjadi dasar piercing the corporate veil juga perlu memperhatikan detail yang ada di perusahaan, seperti Anggaran Dasar misalnya. Oleh karena itu, apabila perusahaan anda mengalami masalah yang berhubungan dengan situasi yang telah disebutkan diatas, anda dapat mengonsultasikannya lebih lanjut.

Hubungi kami
Apabila anda memerlukan konsultasi, anda dapat menghubungi Bizlaw melalui e-mail kami, info@bizlaw.co.id atau  0812-9921-5128.

Leave a Comment