Skip to content

Kartika Putri Jadi Korban Mafia Tanah Atas Warisannya. Inilah Upaya yang Dapat Dilakukan Ketika Adanya Akta PPAT Yang Bermasalah!

C:\Users\User\Documents\Soengkar\Bizlaw\Poto Bizlaw\Kartika Putri 2.jpg

Berdasarkan dari berita yang beredar Kartika Putri telah mengalami masalah pada saat ibundanya meninggal, dimana diketahui setelah kepergian dari ibundanya terdapat sebuah sertifikat tanah yang beraset senilai Rp 10 miliar rupiah telah hilang yang mana Kartika dan saudaranya cukup terkejut karena menemukan surat kuasa jual beli aset tersebut. Dimana mereka tidak pernah membuat surat kuasa untuk jual beli tersebut. Kemudian mereka sempat mendatangi dua Notaris di Cibinong sebagai pihak yang mengurus aset rumah almarhum ibundanya. Mereka merasa kecewa dengan pengakuan notaris yang belum diketahui namanya tersebut yang terlibat dalam mengeluarkan akta kuasa jual yang mana didalam akta tersebut menyatakan bahwa kartika dan saudaranya telah berhadapan langsung dengan oknum PPAT yang bersangkutan.

Dengan adanya latar belakang tersebut maka artikel ini akan membahas upaya yang dapat dilakukan ketika adanya Akta PPAT yang bermasalah.

Syarat Sebuah Perjanjian 

Pada dasarnya sebuah syarat perjanjian diatur didalam Pasal 1320 KUHPerdata yang mana terdapat 2 kategori dalam suatu syarat perjanjian yakni syarat subjektif dan syarat objektif. Adapun Syarat subjektif dari perjanjian yakni meliputi kesepakatan dan kecakapan, yaitu mengenai para pihak yang menjadi subjek dalam membuat perjanjian, apabila syarat subjektif tidak terpenuhi, maka mengakibatkan salah satu pihak mempunyai hak untuk meminta supaya perjanjian itu dibatalkan.  Sehingga hal tersebut memiliki arti bahwa perjanjian yang telah dibuat tetap mengikat selama tidak dibatalkan oleh Hakim atas permintaan pihak yang berhak untuk meminta pembatalan perjanjian tersebut.  Sedangkan, syarat objektif dari sebuah perjanjian meliputi suatu hal tertentu dan kausa halal, yaitu mengenai objek dari perbuatan hukum yang ditetapkan dalam perjanjian. Sehingga apabila syarat objektif itu tidak terpenuhi, maka perjanjian itu batal demi hukum yang berarti dari semula dianggap tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian.

Pada prinsipnya, akibat dari batalnya suatu akta perjanjian yaitu batal demi hukum dan dapat dibatalkan atau nonexistent sama-sama dapat menyebabkan perbuatan hukum para pihak sebagaimana dimaksud dalam perjanjian tersebut menjadi tidak berlaku dan tidak memiliki kekuatan mengikat dengan segala akibat hukumnya. Adapun perbedaannya yaitu sebagai berikut: 

  1. Batal demi hukum, jika dilihat dari penyebabnya karena tidak dipenuhinya syarat objektif  dalam perjanjian. Demikian juga bentuk formal perjanjian (akta) tidak dibuat sebagaimana ketentuan yang berlaku. Akibatnya segala perbuatan para pihak yang dimaksud dalam perjanjian menjadi tidak sah dan tidak mengikat sejak semula perjanjian dibuat. Hal tersebut didasarkan pada putusan  pengadilan yang berkekuatan hukum tetap; 
  2. Dapat dibatalkan, hal ini dapat disebabkan karena tidak dipenuhinya syarat subjektif dari perjanjian. Meskipun demikian perbuatan hukum yang dilakukan tetap berlaku dan mengikat  sepanjang tidak ada upaya pembatalan oleh salah satu pihak dan dinyatakan batal oleh pengadilan, artinya akibat hukum perjanjian menjadi tidak sah dan tidak mengikat sejak dijatuhkannya putusan batal oleh pengadilan. 
  3. Nonexistent, dapat disebabkan karena adanya syarat essensialia yang tidak terpenuhi pada perjanjian, sehingga akibatnya perbuatan hukum yang dilakukan tidak ada. Meskipun demikian apabila terjadi sengketa maka diperlukan putusan pengadilan yang implikasinya sama dengan batal demi hukum.

Akibat dari kebatalan perjanjian sebagaimana diuraikan diatas, sejalan pula dengan adanya syarat batal (conditional clause) dalam perjanjian, sebagaimana dimaksud  dalam Pasal 1265 dan Pasal 1266 ayat (1) KUHPerdata.

Kedudukan AJB yang Batal Demi Hukum 

Pada umumnya dalam praktek di dunia Notaris dan/atau PPAT, apabila terjadi permasalahan pada Akta Notaris atau Akta PPAT, sebagai misal dalam praktek pembuatan akta jual beli tanah, dapat diketahui penyebab terjadinya pembatalan  AJB,  antara  lain  yaitu  AJB  sudah ditandatangani namun Pembeli belum melunasi harga pembelian, pajak-pajak dari transaksi jual beli belum dibayar, adanya harga jual beli dalam AJB  berbeda  dengan  harga  yang  sebenarnya, terjadinya pembuatan AJB yang  menyalahi  aturan seperti dibuat di luar wilayah kerja PPAT. Adanya kesalahan dalam proses penandatanganan AJB seperti tanda tangan para pihak yang dilakukan tidak dihadapan PPAT atau tidak dalam kurun waktu yang bersamaan dan/atau tanpa dihadiri saksi-saksi atau tidak pernah ditandatangani oleh para pihak yang terkait sebagaimana yang dialami pada kasus Kartika Putri.

Adapun dua upaya atau langkah yang dapat dilakukan, yaitu:

  1. para pihak dapat membuat akta pembatalan dihadapan Notaris yang sama, dengan konsekuensi segala akibat dari pembatalan akta dianggung oleh masing-masing pihak, dan 
  2. apabila tidak ada kesepakatan dibuatnya akta pembatalan, maka pihak yang merasa dirugikan dapat mengajukan gugatan pembatalan perjanjian melalui  pengadilan. Dengan demikian, pengadilan yang memutuskan apakah akta perjanjian dinyatakan batal atau tidak tergantung pembuktian dan penilaian hakim.

Beberapa faktor yang menjadi latar belakang terjadinya pembatalan perjanjian jual beli tanah yang diikat dengan AJB, yaitu:

  1. Bentuk perjanjian secara formil tidak memenuhi syarat yang ditetapkan oleh UU; 
  2. Perjanjian tidak memenuhi syarat sah yang telah ditentukan;  
  3. Syarat batal dalam perjanjian yang bersyarat telah terpenuhi; 
  4. Adanya upaya pembatalan perjanjian yang diajukan oleh pihak ketiga (actio paulina).

Adapun akibat hukum dari konstruksi pembuatan AJB yang dibatalkan sebagaimana tersebut di atas adalah: 

  1. Terdegradasinya kekuatan pembuktian akta, yang semula sebagai akta otentik menjadi perjanjian di bawah tangan; 
  2. PPAT dapat dikenakan sanksi diberhentikan dengan tidak hormat (berdasarkan Pasal 28 ayat (2) Peraturan Kepala BPN No. 1 Tahun 2006); 
  3. PPAT dapat dikenakan sanksi administratif dan denda (berdasarkan Pasal 26 ayat (1) UU No. 20 Tahun 2000 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah); 
  4. Para pihak yang berkepentingan yang merasa dirugikan akibat pembatalan AJB, dapat mengajukan upaya hukum atau tuntutan ganti kerugian melalui pengadilan, sesuai ketentuan Pasal 1870 Jo. Pasal 1365 KUHPerdata.

Berdasarkan dari berita yang beredar Kartika Putri telah mengalami masalah pada saat ibundanya meninggal, dimana diketahui setelah kepergian dari ibundanya terdapat sebuah sertifikat tanah yang beraset senilai Rp 10 miliar rupiah telah hilang yang mana Kartika dan saudaranya cukup terkejut karena menemukan surat kuasa jual beli aset tersebut. Dimana mereka tidak pernah membuat surat kuasa untuk jual beli tersebut. Kemudian mereka sempat mendatangi dua notaris di Cibinong sebagai pihak yang mengurus aset rumah almarhum ibundanya. dimana mereka merasa kecewa dengan pengakuan notaris yang belum diketahui namanya tersebut yang terlibat dalam mengeluarkan akta kuasa jual yang mana didalam akta tersebut menyatakan bahwa kartika dan saudaranya telah berhadapan langsung dengan oknum PPAT yang bersangkutan. Pada umumnya dalam praktek di dunia Notaris dan/atau PPAT, apabila terjadi permasalahan pada Akta Notaris atau Akta PPAT, sebagai missal dalam praktek pembuatan akta jual beli tanah, dapat diketahui penyebab  terjadinya  pembatalan  AJB,  antara  lain  yaitu  AJB  sudah ditandatangani namun Pembeli belum melunasi harga pembelian, pajak-pajak dari transaksi jual beli belum dibayar, adanya harga jual beli dalam AJB berbeda dengan harga yang  sebenarnya, terjadinya pembuatan AJB yang  menyalahi  aturan seperti dibuat di luar wilayah kerja PPAT. Adanya kesalahan dalam proses penandatanganan AJB seperti tanda tangan para pihak yang dilakukan tidak dihadapan PPAT atau tidak dalam kurun waktu yang bersamaan dan/atau tanpa dihadiri saksi-saksi sebagaimana yang dialami pada kasus Kartika Putri. Adapun dua upaya atau langkah yang dapat dilakukan, yaitu para pihak dapat membuat akta pembatalan dihadapan Notaris yang sama, dengan konsekuensi segala akibat dari pembatalan akta ditanggung oleh masing-masing pihak, dan/atau apabila tidak ada kesepakatan dibuatnya akta pembatalan, maka pihak yang merasa dirugikan dapat mengajukan gugatan pembatalan perjanjian melalui pengadilan.

Hubungi Kami

Apakah Anda ingin konsultasi terkait Pertanahan? Atau ingin melakukan Pengurusan Tanah?

Tanyakan saja dengan Bizlaw!

Bizlaw terbuka untuk memberikan pelayanan hukum terkait. Bizlaw memiliki Notaris dan PPAT yang berpengalaman dan sudah berpraktek selama bertahun-tahun. Selain itu, Bizlaw juga dapat membantu menyelesaikan masalah hukum yang lain.

Email kami info@bizlaw.co.id atau 0812-9921-5128, ikuti juga informasi ter-update di Instagram kami @bizlaw.co.id.

-AA-

Leave a Comment