Skip to content

Pahami Hal Ini Sebelum Membeli Tanah Girik

Untuk dapat membangun sebuah rumah, ruko atau bangunan lain, pastinya kita membutuhkan sebidang tanah yang akan digunakan untuk membangun bagunan tersebut. Selain untuk membangun sesuatu, biasanya kebanyakan orang membeli sebidang tanah untuk investasi jangka panjang. Hal tersebut dilakukan karena umumnya harga tanah tidak mudah turun, bahkan cenderung naik setiap tahunnya. Namun seringkali calon pembeli tanah tidak memperhatikan status legalitas dari tanah yang akan ia beli dan hanya melihat harga dari besaran tanah yang ia rasa menguntungkan. Padahal sebenarnya tidak semua sertifikat atas tanah diakui dan memiliki kekuatan hukum tetap di Indonesia seperti salah satunya girik. Harga daripada tanah girik biasanya relatif murah dibandingkan dengan tanah yang sudah memiliki Sertifikat Hak Milik. Lalu bagaimana jika seseorang ingin membeli tanah girik? Bagaimana status hukumnya?  Nah simak penjelasan berikut untuk mengetahui selengkapnya. 

Apa Itu Tanah Girik?

Tanah girik adalah surat kuasa atas lahan termasuk penguasaan tanah secara turun-temurun maupun secara adat. Surat girik tanah juga jadi bukti sebagai pembayar pajak PBB atas bidang tanah yang diklaim tersebut beserta bangunan di atasnya.
Tanah girik dapat dimiliki lewat proses jual beli, akan tetapi biasanya tanah girik didapatkan sebagai warisan dari keluarga. Girik bukan merupakan bukti kepemilikan tanah atau hak atas tanah. Girik hanya bukti pembayaran pajak belaka sehingga dapat dikatakan bahwa sertifikat girik merupakan sertifikat yang tidak resmi. Maka dari itu, UUPA mengamanatkan untuk melakukan konversi tanah, salah satunya tanah Girik, ke dalam tanah ber-hak sesuai UUPA. UUPA mengamanatkan bahwa pelaksanaan peralihan tanah tersebut harus selesai dalam 20 tahun.

Karena sifat sertifikatnya yang tidak resmi, harga dari tanah tersebut relatif lebih murah apabila dibandingkan dengan tanah berstatus Sertifikat Hak Milik (SHM). UUPA (Undang-Undang Pokok Agraria) sejatinya hanya mengakui sertifikat tanah sebagai bukti kepemilikan, oleh sebab itu status girik tanah tidak dapat disetarakan dengan Sertifikat Hak Milik atau sertifikat lainnya.

Aturan Terkait Tanah Girik

Menurut pasal 5 UUPA tahun 1960, tanah girik dapat dijadikan dasar permohonan hak atas tanah. Hal ini karena dasar hukum pertanahan di Indonesia bersumber pada hukum adat asalkan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan negara. Akan tetapi, setelah berlakunya UUPA dan PP N0. 10 Tahun 1961 yang diubah menjadi PP No. 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah disebutkan bahwa bukti kepemilikan hak atas tanah yang diakui hanyalah sertifikat hak atas tanah. Maka tanah girik tidak lagi diakui sebagai bukti hak kepemilikan tanah. Oleh sebab itu, agar dapat menjadi bukti kepemilikan secara penuh, pemilik harus mengkonversikan status tanah girik menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM) ke kantor pertanahan di wilayah tempat ia tinggal.

Kelebihan Tanah Girik

  • Harga tanah Girik lebih murah dibandingkan tanah yang memiliki SHM.
  • Negosiasi harga tanah lebih fleksibel.
  • Proses jual beli biasanya dibantu oleh tokoh masyarakat.

Kekurangan Tanah Girik

  • Bukan bukti kepemilikan tanah
  • Berstatus lemah dimata hukum
  • Perlu diubah menjadi SHM untuk meningkatkan status kepemilikan

Aspek-Aspek Yang Perlu di Cek Sebelum Membeli Tanah Girik

  • Pastikan properti dilengkapi surat girik asli
  • Telusuri riwayat lahan
  • Minta bukti pembayaran PBB
  • Cek apakah lahan tersebut bebas sengketa
  • Pernyataan lahan tidak sedang diperjualbelikan
  • Terlibat dalam proses pengurusan pengalihan dokumen

Jika sudah memastikan aspek aspek tersebut, calon pembeli tanah yang berstatus girik juga perlu mengkonfirmasi apakah tanah yang dibelinya merupakan benar girik atau bukan. Perlu diingat tanah girik memiliki status yang tidak jelas di mata hukum. Karena itu, sebelum memutuskan untuk membeli sebidang tanah girik, sebaiknya calon pembeli memeriksa status tanah tersebut dengan cara memeriksanya di kantor BPN atau dengan mendatangi PPAT terdekat. 

Akta Jual Beli Tanah Girik

Jika seseorang ingin membeli sebidang tanah yang masih berstatus girik, ia harus memastikan pemilik sah dari tanah tersebut sebagaimana dijelaskan diatas. Hal tersebut bertujuan untuk pembuatan Akta Jual Beli (AJB), karena  nama pemilik tanah itulah yang nantinya akan dicantumkan dalam Akta Jual Beli. Akta jual beli adalah sebuah bentuk hukum dari sebidang tanah. Dengan menaikkan status tanah girik menjadi AJB tentunya dapat memberikan landasan hukum yang lebih kuat bagi pemilik tanah ke depannya.  

Mekanisme Mengurus Surat Girik

  1. Melakukan pengurusan ke kantor kelurahan
  2. Surat Keterangan Tidak Sengketa.
  3. Surat Keterangan Riwayat Tanah.
  4. Surat Keterangan Penguasaan Tanah Secara Sporadik.

Jika proses di tahap kelurahan sudah selesai, pemilik dapat melanjutkan proses pembuatan sertifikat di kantor BPN, dengan mekanisme sebagai berikut:

  • Mengajukan permohonan sertifikat
  • Pengukuran ke lokasi tanah atau lahan
  • Pengesahan Surat Ukur
  • Penelitian oleh Petugas Panitia A
  • Pengumuman Data Yuridis di Kelurahan dan BPN
  • Penerbitan SK Hak Atas Tanah
  • Pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah (BPHTB)
  • Pendaftaran SK Hak untuk penerbitan sertifikat
  • Pengambilan sertifikat

Biaya Konversi Sertifikat Tanah Girik ke SHM

Agar dapat membuat sertifikat dari tanah girik ke Sertifikat Hak Milik, pemilik harus mengeluarkan sejumlah biaya pembuatan sertifikat yang meliputi beberapa komponen, yaitu:

Luas tanah sampai 10 hektareTU = (L / 500 x HSBKU) + Rp100.000
Luas tanah antara 10 hektare s/d 1.000 hektareTU = (L / 4000 x HSBKU) + Rp14.000.000
Luas tanah antara di atas 1.000 hektareTU = (L / 10.000 x HSBKU) + Rp134.000.000
  1. Biaya pendaftaran pertama kali. Saat pendaftaran tanah pertama kali pemilik perlu mengeluarkan biaya sebesar Rp 50.000
  2. Biaya pemeriksaan tanah. Perhitungan biaya ini adalah TPA = (L / 500 x HSBKPA) + Rp350.000
  3. Biaya TKA (Transportasi, Konsumsi, Akomodasi). Biaya ini ditanggung oleh pemohon yang diberikan kepada petugas dengan besaran Rp 250.000
  4. Biaya BPHTB. Biaya ini sebesar 5 persen dari NPOP dikurangi NPOPTKP yang wajib dibayarkan sebelum diterbitkannya sertifikat.

Keterangan:

  • TU = tarik ukur
  • L = luas tanah
  • HSBKU = harga satuan biaya khusus kegiatan pengukuran
  • HSBKPA = harga satuan biaya khusus panitia penilai A
  • BPHTB = Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
  • NPOP = Nilai Perolehan Objek Pajak
  • NPOPTKP =Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak
  • Harga dapat berbeda-beda sesuai domisili tanah

Perbedaan Tanah Girik dan SHM

Dalam aspek legalitas, terdapat perbedaan kekuatan hukum antara tanah berstatus girik dengan tanah yang telah memiliki Sertifikat Hak Milik. Perbedaan tanah girik dan SHM adalah sebagai berikut:

Tanah GirikSHM
Surat penguasaan atas lahanSertifikat atas kepemilikan penuh hak lahan dan atau tanah
Lemah dimata hukumSah secara hukum/Diakui oleh hukum
Hanya menunjukkan bahwa pemilik adalah orang yang membayar pajakBukti kepemilikan suatu tanah tanpa batas waktu
Hanya menunjukkan bahwa pemilik adalah orang yang membayar pajakNilai jual tanah tinggi

Nah berikut penjelasan terkait hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum membeli tanah girik. Apakah sekarang anda tertarik untuk membeli tanah girik? Ingin mengkonversikan tanah girik menjadi Sertifikat Hak Milik? Ingin konsultasi terkait biaya yang akan dikeluarkan terkait pembelian dan konversi tanah girik? Tanyakan saja ke Bizlaw!

HUBUNGI KAMI

Bizlaw terbuka untuk memberikan pelayanan hukum terkait pertanahan, Notaris dan PPAT. Bizlaw juga dapat membantu menyelesaikan masalah hukum yang lain.

Hubungi kami di nomor: 0812 9921 5128 / 021-27851811 Atau hubungi kami via e-mail di: info@bizlaw.co.id.

Leave a Comment