Skip to content

Masa Penahanan Terdakwa Tindak Pidana Menurut KUHAP

Pasal 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana menjelaskan definisi dari penahanan yaitu penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik, atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. Tujuan dari pada penahanan yang dilakukan terhadap terdakwa tindak pidana dapat dilihat pada pasal 20 KUHAP sebagai berikut:

  1. Untuk kepentingan penyidikan, penyidik atau penyidik pembantu atas perintah penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 berwenang melakukan penahanan.
  2. Untuk kepentingan penuntutan, penuntut umum berwenang melakukan penahanan atau penahanan lanjutan.
  3. Untuk kepentingan pemeriksaan hakim di sidang pengadilan dengan penetapannya berwenang melakukan penahanan.

Fungsi dari penahanan sendiri di atur dalam pasal 21 ayat (1) KUHAP yang menyebutkan bahwa “Perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana”

Dalam praktiknya, status penahanan seorang terdakwa seringkali berkepanjangan karena proses pemeriksaan di pihak kepolisian masih berjalan. Menurut Pasal 7 ayat (1) huruf d KUHAP, penyidik (dalam hal ini kepolisian) karena kewajibannya memiliki wewenang melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan. Terkait jangka waktu penahanan baik dalam tingkat penyidikan, penuntutan maupun pemeriksaan di pengadilan negeri, pengadilan tinggi dan Mahkamah Agung, diatur dalam pasal 24 sampai dengan pasal 29 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.

Penahanan dalam tingkat penyidikan merupakan tahapan awal penahanan yang dilakukan oleh instansi penegak hukum seperti penyidik di kepolisian yang dilakukan untuk mencegah kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana. Peraturan mengenai jangka waktu penahanan yang dilakukan oleh penyidik terdapat pada pasal Pasal 24 ayat (1) dan (2) KUHAP yaitu:

  1. Perintah penahanan yang diberikan oleh penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, hanya berlaku paling lama dua puluh hari.
  2. Jangka waktu sebagaimana tersebut pada ayat (1) apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh penuntut umum yang berwenang untuk paling lama empat puluh hari.

Sementara pada ayat (3), dijelaskan bahwa ketentuan pada ayat (1) dan (2) tidak menutup kemungkinan untuk mengeluarkan terdakwa sebelum masa penahanannya berakhir apabila kepentingan pemeriksaan sudah terpenuhi dan apabila sudah mencapai waktu 60 hari tersebut maka penyidik harus sudah mengeluarkan tersangka dari tahanan demi hukum sebagaimana bunyi ayat (4) pasal 24 KUHAP.

Yang dapat membuat tersangka bebas dari hukum adalah apabila dihentikan penyidikan atas tersangka. Alasan-alasan penghentian penyidikan diatur secara limitatif dalam Pasal 109 ayat (2) KUHAP, yaitu:

  1. Tidak diperoleh bukti yang cukup, yaitu apabila penyidik tidak memperoleh cukup bukti untuk menuntut tersangka atau bukti yang diperoleh penyidik tidak memadai untuk membuktikan kesalahan tersangka.  
  2. Peristiwa yang disangkakan bukan merupakan tindak pidana.
  3. Penghentian penyidikan demi hukum. Alasan ini dapat dipakai apabila ada alasan-alasan hapusnya hak menuntut dan hilangnya hak menjalankan pidana, yaitu antara lain karena nebis in idem, tersangka meninggal dunia, atau karena perkara pidana telah kedaluwarsa.

Penuntut umum dalam hal ini juga dapat mengeluarkan perintah penahanan terhadap terdakwa guna kepentingan pemeriksaan sesuai dengan ketentuan yang di atur dalam pasal 25 KUHAP, yakni:

  1. Perintah penahanan yang diberikan oleh penuntut umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, hanya berlaku paling lama dua puluh hari.
  2. Jangka waktu sebagaimana tersebut pada ayat (1) apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh ketua pengadilan negeri yang berwenang untuk paling lama tiga puluh hari.
  3. Ketentuan sebagaimana tersebut pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menutup kemungkinan dikeluarkannya tersangka dari tahanan sebelum berakhir waktu penahanan tersebut, jika kepentingan pemeriksaan sudah terpenuhi.
  4. Setelah waktu lima puluh hari tersebut, penuntut umum harus sudah mengeluarkan tersangka dari tahanan demi hukum.

 Selanjutnya terdapat juga ketentuan mengenai jangka waktu penahanan yang dimiliki oleh Hakim di Pengadilan.  Semua hakim pada semua tingkat pengadilan baik pada tingkat Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung, masing-masing mempunyai wewenang melakukan penahanan sesuai dengan batas waktu yang ditentukan oleh KUHAP.

Ketentuan terkait jangka waktu masa penahanan yang diberikan Hakim Pengadilan Negeri maksimal selama 30 hari dan dapat diperpanjang oleh ketua pengadilan negeri yang bersangkutan selama paling lama 60 hari sebagaimana yang diatur dalam Pasal 26 KUHAP, yaitu:

  1. Hakim pengadilan negeri yang mengadili perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84, guna kepentingan pemeriksaan berwenang mengeluarkan surat perintah penahanan untuk paling lama tiga puluh hari.
  2. Jangka waktu sebagaimana tersebut pada ayat (1) apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh ketua pengadilan negeri yang bersangkutan untuk paling lama enam puluh hari.
  3. Ketentuan sebagaimana tersebut pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menutup kemungkinan dikeluarkannya terdakwa dari tahanan sebelum berakhir waktu penahanan tersebut, jika kepentingan pemeriksaan sudah terpenuhi,
  4. Setelah waktu sembilan puluh hari walaupun perkara tersebut belum diputus, terdakwa harus sudah dikeluarkan dari tahanan demi hukum.

Kemudian untuk Hakim Pengadilan Tinggi, pemberian surat perintah penahanan  paling lama diberikan selama 30 hari dan dapat diperpanjang oleh ketua pengadilan tinggi yang bersangkutan paling lama 60 hari sebagaimana yang diatur dalam Pasal 27 KUHAP, yang berbunyi:

  1. Hakim pengadilan tinggi yang mengadili perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87, guna kepentingan pemeriksaan banding berwenang mengeluarkan surat perintah penahanan untuk paling lama tiga puluh hari.
  2. Jangka waktu sebagaimana tersebut pada ayat (1) apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh ketua pengadilan tinggi yang bersangkutan untuk paling lama enam puluh hari.
  3. Ketentuan sebagaimana tersebut pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menutup kemungkinan dikeluarkannya terdakwa dari tahanan sebelum berakhir waktu penahanan tersebut, jika kepentingan pemeriksaan sudah terpenuhi.
  4. Setelah waktu sembilan puluh hari walaupun perkara tersebut belum diputus, terdakwa harus sudah dikeluarkan dari tahanan demi hukum.

Dan yang terakhir, pemberian surat perintah masa tahanan yang diberikan hakim Mahkamah Agung dapat berlangsung paling lama 50 hari dan dapat diperpanjang oleh Ketua Mahkamah Agung untuk paling lama 60 hari sebagaimana yang diatur dalam Pasal 28 KUHAP yang berbunyi:

  1. Hakim Mahkamah Agung yang mengadili perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88, guna kepentingan pemeriksaan kasasi berwenang mengeluarkan surat perintah penahanan untuk paling lama puluh hari.
  2. Jangka waktu sebagaimana tersebut pada ayat (1) apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh Ketua Mahkamah Agung untuk paling lama enam puluh hari.
  3. Ketentuan sebagaimana tersebut pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menutup kemungkinan dikeluarkannya terdakwa dari tahanan sebelum berakhir waktu penahanan tersebut, jika kepentingan pemeriksaan sudah terpenuhi.
  4. Setelah waktu seratus sepuluh hari walaupun perkara tersebut belum diputus, terdakwa harus sudah dikeluarkan dari tahanan demi hukum.

Di samping itu, dalam Pasal 29 KUHAP juga diatur ketentuan mengenai pengecualian jangka waktu penahanan, hal mana dimungkinkannya perpanjangan penahanan dengan waktu maksimal 60 hari di setiap tingkatan, yaitu dalam hal tersangka atau terdakwa menderita gangguan fisik atau mental yang berat, atau perkara yang sedang diperiksa diancam dengan pidana penjara 9 (sembilan) tahun atau lebih.

Dengan ketentuan tersebut, yang menjadi dasar alasan pengecualian perpanjangan penahanan terhadap Tersangka atau Terdakwa berdasarkan alasan yang patut yaitu Pasal 29 ayat (1) huruf a dan b, diluar ketentuan tersebut tetap mengikuti ketentuan Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28. Mengenai batas waktu perpanjangan pengecualian sebagaimana diatur dalam Pasal 29 ayat (2) KUHAP, hanya untuk “dua kali” perpanjangan saja yaitu 60 hari. Pemberian perpanjangan juga harus bertahap untuk masing-masing 30 hari. jika jangka waktu perpanjangan yang 60 hari sudah berakhir, maka Tersangka/Terdakwa harus dikeluarkan dari penahanan “demi hukum” tanpa syarat dan prosedur. Dengan demikian jumlah seluruh masa tahanan terdakwa dari setiap tingkatan pemeriksaan, mulai dari Tersangka di taraf penyidikan, sampai status Terdakwa pada pemeriksaan peradilan tingkat Kasasi pada Mahkamah Agung, tidak boleh lebih dari 400 hari sebagaimana pasal 24 sampai dengan pasal 29 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.

Demikian pembahasan tentang masa petahanan, kamu perlu jasa pengacara atau konsultan hukum? Bizlaw siap membantu, dengan koneksi ke banyak profesional di bidang hukum. Segera konsultasikan kebutuhan kamu melalui email info@bizlaw.co.id atau wa/ sms/ call di 08119298182.

-AJ.Bizlaw-

Leave a Comment