Skip to content
Visum et repertum dalam Hukum Acara Pidana

Pembuktian dalam Hukum Acara Pidana

Pembuktian hukum acara pidana merupakan hal sangat penting dalam proses pemeriksaan perkara pidana di pengadilan. Bahwa pada dasarnya sistem pembuktian adalah pengaturan tentang macam-macam alat bukti yang boleh dipergunakan, penguraian alat bukti, dan dengan cara-cara bagaimana alat-alat bukti itu dipergunakan serta dengan cara bagaimana Hakim harus membentuk keyakinannya di depan sidang pengadilan.

Pembuktian dipandang sangat penting dalam hukum acara pidana karena yang dicari dalam pemeriksaan perkara pidana adalah kebenaran materil, yang menjadi tujuan dari hukum acara pidana itu sendiri.

Untuk menemukan suatu kebenaran dalam suatu perkara, pembuktian adalah cara paling utama yang digunakan Hakim untuk menentukan benar tidaknya terdakwa melakukan perbuatan yang didakwakan atau memperoleh dasar-dasar untuk menjatuhkan putusan dalam menyelesaikan suatu perkara.

Oleh karena itu, para Hakim harus hati-hati, cermat, dan matang dalam menilai dan mempertimbangkan masalah pembuktian. Berbeda dengan pembuktian perkara lainnya, pembuktian dalam perkara pidana sudah dimulai dari tahap pendahuluan yakni penyelidikan dan penyidikan.

Ketika Penyidik pada saat mulai mengayuhkan langkah pertamanya dalam melakukan penyidikan maka secara otomatis dan secara langsung sudah terikat dengan ketentuan-ketentuan pembuktian yang diatur dalam KUHAP.

Bahkan yang menjadi target penting dalam kegiatan penyidikan adalah adalah mengumpulakan bukti-bukti untuk membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi.

Demikian pula dalam hal Penyidik menentukan seseorang berstatus sebagai tersangka, setidak-tidaknya penyidik harus menguasai alat pembuktian yang disebut sebagai bukti permulaan.

Jadi, meskipun kegiatan upaya pembuktian yang paling penting dan menentukan itu adalah pada tingkat pemeriksaan perkara di muka sidang pengadilan, namun upaya pengumpulan sarana pembuktian itu sudah berperan dan berfungsi pada saat penyidikan.

Penyidik yang melakukan penyidikan kurang memahami atau tidak memperhatikan ketentuan- ketentuan yang dilakukan akan mengalami kegagalan dalam upaya untuk mencegah atau meminimalkan terjadinya kegagalan dalam pemeriksaan dalam tingkat penyidikan.

Maka sebelum penyidik menggunakan kewenangannya untuk melakukan penyidikan seharusnya sejak awal sudah harus memahami segala sesuatu yang berkaitan dengan pengertian dan fungsi dari setiap sarana pembuktian, seperti yang diatur dalam pasal 116 sampai dengan pasal 121 KUHAP

Tentang masalah – masalah yang berkaitan dengan pemeriksaan saksi dan tersangka dalam penyidikan.

KUHAP mengatur tata cara pemeriksaan saksi dan tersangka dipenyidikan guna pemeriksaan saksi di Kepolisan berjalan dengan baik sehingga tidak merugikan hak – hak terdakwa dan saksi.

Sehingga Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kepolisian memuat keterangan saksi dan terdakwa sesuai dengan yang saksi dan terdakwa nyatakan berdasarkan kemauan mereka, tanpa ada paksaan atau tekanan dari pihak manapun.

Saksi sebagai orang yang memberikan keterangan berdasarkan peristiwa pidana yang ia dengar, ia lihat dan ia alami sangat diperlukan keterangannya dalam proses pembuktian.

Keterangan saksi yang diberikan kepada penyidik harus bebas dari tekanan dari siapapun dan atau dalam bentuk apapun (Pasal 117 KUHAP).

Keterangan saksi dicatat oleh penyidik dalam Berita Acara Pemeriksaan yang dibuat atas kekuatan sumpah jabatan (bukan dengan mengingat sumpah jabatan) kemudian diberi tanggal dan ditandatangani oleh penyidik dan saksi yang memberikan keterangan setelah ia menyetujui isinya (Pasal 75 jo. 118 ayat (1) KUHAP).

Dalam hal saksi tersebut tidak mau membubuhkan tanda tangannya maka penyidik tidak perlu memaksa, akan tetapi cukup memberikan catatan dalam BAP disertai dengan alasannya Keterangan saksi di penyidikan sangat penting untuk proses pembuktian dalam persidangan, karena dari BAP kepolisian (berkas perkara) dan kemudian oleh penuntut umum dimuat dalam dakwaannya, menjadi pedoman dalam pemeriksaan sidang.

Jika keterangan saksi di dalam sidang ternyata berbeda dengan yang ada dalam bekas perkara, hakim ketua sidang mengingatkan saksi tentang hal itu serta meminta keterangan mengenai perbedaan yang ada dan dicatat dalam berita acara persidangan (Pasal 163 KUHAP).

Dalam pasal 183 KUHAP ditentukan bahwa hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah hakim tersebut memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya maka hakim tidak akan memutuskan penjatuhan pidana terhadap terdakwa.

Dari ketentuan yang diatur dalam Pasal 183 KUHAP , dominan dibanding keberadaan alat-alat bukti yang sah.

Sistem Pembuktian dalam KUHAP

Sistem menurut undang-undang secara negatif yang diatur dalam Pasal 183 KUHAP , mempunyai pokok- pokok sebagai berikut:

1. Tujuan akhir pembuktian untuk memutus perkara pidana, yang jika memenuhi syarat pembuktian dapat menjatuhkan pidana. Dengan kata lain bahwa pembuktian ditujukan untuk memutus perkara pidana, dan bukan semata-mata untuk menjatuhkan pidana.

2. Standar/syarat tentang hasil pembuktian untuk menjatuhkan pidana dengan dua syarat yang saling berhubungan dan tidak terpisahkan, yaitu :

a. Harus menggunakan sekurang- kurangnya dua alat bukti yang sah.

b. Dengan menggunakan sekurang- kurangnya dua alat bukti hakim memperoleh keyakinan.

Keyakinan Hakim

Berkaitan dengan keyakinan hakim dalam pembuktian, haruslah dibentuk atas dasar fakta-fakta hukum yang diperoleh dari minimal dua alat bukti yag sah. Adapun keyakinan hakim yang harus didapatkan dalam proses pembuktian untuk dapat menjatuhkan pidana yaitu :


1. Keyakinan bahwa telah terjadi tindak pidana sebagaimana yang didakwakan oleh JPU, artinya fakta- fakta yang didapat dari dua alat bukti itu (suatu yang obyektif) yang membentuk keyakinan hakim bahwa tindak pidana yang didakwakan benar- benar telah terjadi.

Dalam praktik disebut bahwa tindak pidana yang didakwakan JPU telah terbukti secara sah dan meyakinkan. Secara sah maksudnya telah menggunakan alat- alat bukti yang memenuhi syarat minimal yakni dari dua alat bukti.

Keyakinan tentang telah terbukti tindak pidana sebagaimana didakwakan JPU tidaklah cukup untuk menjatuhkan pidana, tetapi diperlukan pula dua keyakinan lainnya

2. Keyakinan tentang terdakwa yang melakukannya, adalah juga keyakinan terhadap sesuatu yang objektif. Dua keyakinan itu dapat disebut sebagai hal yang objektif yang disubyektifkan. Keyakinan adalah sesuatu yang subyetif yang didapatkan hakim atas sesuatu yang obyektif.

3. Keyakinan tentang terdakwa bersalah dalam hal melakukan tindak pidana, bisa terjadi terhadap dua hal/unsur, yaitu pertama hal yang bersifat objektif adalah tiadanya alasan pembenar dalam melakukan tindak pidana. Dengan tidak adanya alasan pembenar pada diri terdakwa, maka hakim yakin kesalahan terdakwa.

Alat Bukti Dalam Proses Pembuktian

Pembuktian dalam Hukum Acara Pidana
Alat Bukti Dalam Proses Pembuktian

Pasal 183 KUHAP berbunyi sebagai berikut:

“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang, kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”

Sesuai dengan ketentuan pasal 184 Ayat (1) KUHAP, UU menentukan 5 (lima) jenis alat bukti yang sah, yaitu:

a. Keterangan Saksi

Keterangan saksi adalah salah satu bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu pristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu. (Pasal 1 angka 27 KUHAP).

b. Keterangan Ahli

Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seseorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara guna kepentingan pemeriksaan (Pasal 1 angka 28 KUHAP).

c. Surat

Menurut Pasal 187 KUHAP alat bukti surat dapat dinilai sebagai alat bukti yang sah menurut UU ialah:

1. Surat yang dibuat atas sumpah jabatan

2. Atau surat yang dikuatkan dengan sumpah.

d. Petunjuk

Berdasarkan ketentuan pasal 184 ayat (1) huruf d KUHAP , petunjuk merupakan bagian keempat sebagai alat bukti. Esensi alat bukti petunjuk ini diatur ketentuan pasal 188 KUHAP yang selengkap-lengkapnya berbunyi sebagai berikut:

1. petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan yang karena persesuaian baik antara satu dan yang lain maupun tindak pidana itu sendiri menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.

2. Petunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat diperoleh dari keterangan saksi, surat dan keterangan terdakwa.

3. Penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu oleh hakim setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan keseksamaan berdasarkan hati nuraninya.

e. Keterangan Terdakwa

Keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri. Keterangan terdakwa hanya dapat digunakan terhadap dirinya sendiri. Keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, melainkan harus disertai dengan alat bukti yang lain. (Pasal 189 KUHAP)

mau konsultasi perihal kasus anda yang membutuhkan pengacara?

Tanyakan saja dengan Bizlaw!

Anda terjerat kasus?  ingin menggunakan jasa pengacara? Bizlaw terbuka untuk memberikan pelayanan hukum terkait. Bizlaw memiliki pengacara yang berpengalaman dan sudah berpraktek selama bertahun-tahun. Selain itu, penyelesaian masalah hukum lainnya juga Bizlaw punya solusinya!

Ditambah Bizlaw juga bisa mengurus perpajakan dan pembayaran-pembayaran lainnya! Bizlaw juga mengurus Pendirian PT, Yayasan, Firma, CV, Maatschaap, PMA, Pendaftaran merek dan pembuatan perjanjian!

Bizlaw, your one stop legal and Business solution!

Hubungi kontak kami: info@bizlaw.co.id atau 0812-9921-5128 atau mengenai informasi terupdate di Instagram kami @bizlaw.co.id.

Leave a Comment