Skip to content
Aspek-Royalti-Dalam-Produk-Digital-(Software)

Resident Tiga Negara, Bagaimana Tax Treatynya?

Resident Tiga Negara, Bagaimana Tax Treatynya? Pengertian Tax Treaty Dalam dunia perpajakan, Anda pasti pernah mendengar istilah P3B yang merupakan kepanjangan dari Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda. Istilah ini pun dikenal dengan nama tax treaty.

P3B adalah perjanjian internasional di bidang perpajakan antar kedua negara yang mengatur pembagian hak pemajakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh penduduk salah satu negara atau penduduk kedua negara dalam persetujuan itu. 

Pembagian hak tersebut diatur dengan tujuan untuk mencegah seminimal mungkin terjadinya pengenaan pajak berganda.

Tujuan Tax Treaty

Pada prinsipnya, tax treaty ditujukan untuk menentukan alokasi hak pemajakan yang timbul dari suatu transaksi yang terjadi antara negara sumber (negara tempat sumber penghasilan berasal) dan negara domisili (negara tempat wajib pajak tinggal atau menetap).

Lima tujuan perjanjian penghindaran pajak berganda, diantaranya:

1. Tidak terjadi pemajakan ganda yang memberatkan iklim dunia

2. Peningkatan investasi modal dari luar negeri

3. Peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM)

4. Pertukaran informasi guna mencegah pengelakan pajak

5. Kedudukan yang setara dalam hal pemajakan antar kedua negara.

Prosedur Penerapan Tax treaty

Penerapan Tax Treaty untuk menerapkan perjanjian penghindaran pajak berganda ini, ada tahapan dalam prosedur yang perlu dilalui, di antaranya:  

1. Mencari tahu jika subjek pajak, objek pajak, negara, dan ketentuan pemberlakukan P3B yang dibahas termasuk dalam cakupan atau ruang lingkup dari perjanjian penghindaran pajak yang bersangkutan.

2. Memastikan definisi penghasilan yang dibahas untuk memastikan penghasilan tersebut akan masuk dalam ketentuan atau pasal substantif yang tepat.

3. Menentukan pasal substantif yang berlaku. Tahap ini penting karena akan menentukan negara yang akan menerima hak pemajakan.

4. Menghilangkan dampak pajak berganda jika seandainya dalam pasal-pasal substantif dalam perjanjian itu, masing-masing negara diberikan hak pemajakan dengan cara mewajibkan negara domisili untuk memberikan keringanan pajak melalui metode pembebasan (exemption method) atau metode kredit (credit method) yang diatur dalam ketentuan domestiknya.

5. Jika masih terdapat perbedaan atau belum terbentuknya kesepakatan antar negara, tahap terakhir dalam penerapan ini adalah menyelesaikan masalah pajak berganda melalui prosedur persetujuan bersama atau mutual agreement procedure (MAP).

Model Tax Trearty

Resident Tiga Negara, Bagaimana Tax Treatynya?
Model Tax Trearty

Dalam perpajakan internasional, perjanjian penghindaran pajak berganda ini menjadi salah satu sumber hukum yang digunakan dalam setiap transaksi. Aspek perpajakannya ditetapkan berdasarkan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam perjanjian penghindaran pajak berganda yang bersangkutan sesuai jenis transaksinya.  

Setiap negara yang terlibat dapat menyusun tax treaty-nya sendiri berdasarkan model perjanjian yang diakui secara internasional. Ada dua model utama perjanjian penghindaran pajak berganda yang digunakan sebagai acuan.

Model OECD

OECD atau Organization for Economic Cooperation and Development, dengan anggota yang terdiri dari 26 negara. Model OECD dalam tax treaty ini bertujuan untuk meningkatkan perdagangan antara negara-negara yang menandatangani P3B dengan cara menghilangan pajak berganda secara Internasional. Pada model ini, hak pemajakan diusahakan lebih banyak pada negara domisili. Karena itu, perumusan definisi dalam model ini umumnya lebih sempit ketimbang model tax treaty lainnya.

Model UN

UN atau The United Nations Model Double Taxation Convention Between Developed and Developing Countries diterbitkan oleh Sekjen PBB untuk memperbarui masalah kepentingan dalam perjanjian penghindaran pajak berganda akibat tingginya arus modal dari negara maju ke negara berkembang.

Kedua model ini menjadi acuan yang digunakan oleh negara-negara yang akan melakukan perjanjian. Indonesia sendiri membentuk dan mengembangkan modelnya sendiri yang dikenal dengan nama Model Indonesia. Model ini merupakan penggabungan dan pengembangan dari dua model utama.

Syarat Memanfaatkan Tax Treaty

Berdasarkan PER-10/PJ/2017 tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda, pemungut/pemotong pajak dapat memungut/memotong pajak sesuai dengan ketentuan dalam P3B dengan syarat sebagai berikut:

1. Terdapat perbedaan antara ketentuan yang diatur dalam UU PPh dan ketentuan dalam perjanjian penghindaran pajak berganda. Pada umumnya, tarif P3B dibuat lebih kecil daripada tarif aturan domestik. Untuk memanfaatkan tarif ini, subjek pajak luar negeri (SPLN) harus menunjukkan Surat Keterangan Domisili (SKD) atau Certificate of Residence.

2. Penerima penghasilan bukan subjek pajak dalam negeri Indonesia  Jika penerima penghasilan merupakan subjek pajak dalam negeri, akan dikenakan pemotongan PPh Pasal 21, Pasal 23, atau Pasal 4 ayat 2. Sedangkan menurut undang-undang yang berlaku, pemotongan PPh untuk subjek pajak luar negeri adalah PPh 26 sebesar 20%.

Namun, pemberi penghasilan di Indonesia boleh tidak menggunakan pasal tersebut, tetapi menggunakan perjanjian penghindaran pajak berganda ini.

Penerima penghasilan merupakan orang pribadi atau badan yang merupakan subjek pajak dalam negeri dari negara mitra atau yurisdiksi mitra P3B. Artinya, hanya negara yang memiliki perjanjian dapat memanfaatkan tarif khusus ini. Negara lain di luar perjanjian penghindaran pajak dengan Indonesia tidak dapat memanfaatkannya.  

3. Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN) menyampaikan SKD WPLN yang telah memenuhi persyaratan administrative dan persyaratan tertentu lainyya.

Untuk memanfaatkan tarif P3B ini, SPLN perlu memperlihatkan SKD yang telah memenuhi persyaratan lainnya, seperti menggunakan Form DGT. Ini adalah formulir yang diisi oleh SPLN yang telah menyelesaikan double taxation convention (DTC) dengan Indonesia.

Formulir ini wajib dilengkapi dengan benar dan ditandatangani, serta disertifikasi oleh pihak berwenang yang sah atau kantor pajak resmi di negara penerimaan penghasilan sebelum diserahkan ke kustodian Indonesia.

Selengkapnya tentang Form DGT dapat Anda baca di artikel berikut, “Form DGT 1: Fungsi, Ketetapan Pengisian, dan Dasar Hukumnya“. Form DGT digunakan sesuai periode yang tercantum pada SKD dan disampaikan bersamaan dengan penyampaian SPT Masa.   

4. Tidak terjadi penyalahgunaan tax treaty Ada batasan agar pemanfaatan P3B tidak disalahgunakan oleh WPLN, di antaranya:

  • Substansi ekonomi dalam pendirian entitas atau pelaksanaan transaksi.
  • Bentuk hukum yang sama dengan substansi ekonomi dalam pendirian entitas atau pelaksanaan transaksi.
  • Kegiatan usaha yang dikelola oleh manajemen sendiri dan manajemen tersebur mempunyai kewenangan yang cukup untuk melakukan transaksi.
  • Aset tetap dan aset tidak tetap yang cukup serta memadai untuk melaksanakan kegiatan usaha di negara mitra atau yurisdiksi mitra P3B selain aset yang mendatangkan penghasilan dari Indonesia.
  • Pegawai dalam jumlah yang cukup dan memadai dengan keahlian serta keterampilan tertentu yang sesuai dengan bidang usaha yang dijalankan perusahaan.
  • Kegiatan atau usaha aktif selain hanya menerima penghasilan berupa dividen, bunga, dan/atau royalti yang bersumber dari Indonesia.   

5. Penerima penghasilan merupakan Beneficial Owner dalam hal dipersyaratkan dalam tax treaty Masih menurut peraturan yang sama, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar WPLN dianggap sebagai beneficial owner. Bagi WPLN orang pribadi, tidak bertindak sebagai Agen atau Nominee.

Sedangkan Bagi WPLN badan, tidak bertindak sebagai Agen, Nominee atau Conduit.

Persyaratan WPLN badan ini agar dianggap sebagai beneficial owner adalah:

  • Mempunyai kendali untuk menggunakan atau menikmati dana, aset, atau hak yang mendatangkan penghasilan dari Indonesia
  • Penghasilan badan yang digunakan untuk memenuhi kewajiban kepada pihak lain tidak lebih dari 50%. Penghasilan badan yang dimaksud di sini adalah seluruh penghasilan WPLN dengan nama dan dalam bentuk apapun serta dari sumber manapun, sesuai dengan laporan keuangan non-konsolidasi WPLN.
  • Menanggung risiko atas aset, modal, atau kewajiban yang dimiliki dan tidak mempunyai kewajiban (tertulis maupun tidak tertulis) untuk meneruskan sebagian atau seluruh penghasilan yang diterima dari Indonesia kepada pihak lain.

Persoalan Tax Treaty

Resident Tiga Negara, Bagaimana Tax Treatynya?
Persoalan Tax Treaty

Persoalan tax treaty (Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda / P3B), pada prinsipnya hanya berlaku bagi penduduk dari kedua negara yang menandatangani tax treaty.

Jadi jika berbicara mengenai tax treaty Indonesia – Singapura misalnya, maka yang berhak mendapat perlakuan pajak yang diatur dalam tax treaty tersebut adalah penduduk Indonesia dan Singapura.

Begitu juga ketika berbicara mengenai tax treaty Singapura – Amerika, maka yang berhak hanyalah penduduk Singapura dan penduduk Amerika.

Dalam tax treaty, umumnya kata “Penduduk” diistilahkan dengan Resident of a Contracting State yang berarti “Penduduk dari negara yang mengadakan perjanjian” atau biasa juga disebut dengan pihak (orang pribadi atau badan hukum) yang menurut undang-undang perpajakan masing-masing negara yang mengadakan perjanjian dapat dikenai pajak di negara yang bersangkutan.

Dengan kata lain, pengertian resident atau penduduk mengacu sepenuhnya pada ketentuan undang-undang domestik masing-masing negara.

Oleh karena itu, bisa saja terjadi kondisi di mana seseorang akan dianggap menjadi penduduk di kedua negara (berstatus kependudukan ganda) atau lebih.

Terutama jika salah satu negara mitra perjanjian (treaty partner) menerapkan asas kewarganegaraan dalam sistem pengenaan pajaknya sedangkan negara mitra lainnya menerapkan azas domisili. Misalnya, Warga Negara Asing (WNA) Amerika yang menetap di Indonesia.

Dalam konteks hukum pajak Indonesia, selama orang tadi masih berada atau menetap di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, maka yang bersangkutan merupakan Subjek Pajak Indonesia (Subjek Pajak dalam negeri) dan secara prinsip akan dikenakan PPh berdasarkan konsep worldwide income.

Seperti halnya, Warga Negara Asing (WNA) Amerika yang telah tinggal di Indonesia lebih dari satu tahun, maka Warga Negara Asing (WNA) tersebut dapat dikatakan telah berstatus sebagai Subjek Pajak dalam negeri.

“Jika sesuai dengan ketentuan Singapura, maka karyawan tersebut menjadi resident disana. Sedangkan jika sesuai dengan ketentuan Indonesia, maka karyawan tersebut juga dianggap sebagai resident di Indonesia. Dengan kata lain, karyawan tersebut memiliki dual residence dan berpotensi terkena pajak berganda”.

Akan tetapi di lain pihak, sesuai dengan konstitusi dan undang-undang perpajakan Singapura dan Amerika, orang Amerika tadi juga mungkin masih tetap dianggap sebagai resident atau penduduk di kedua negara tersebut.

Dalam hal ini, penentuan resident lebih relevan dalam kasus dual residence dengan Singapura, karena penghasilan yang dipersoalkan perlakuan pajaknya bersumber dari Singapura, bukan dari Amerika.

Tatapi jika status resident orang tersebut bukanlah Singapura atau dengan kata lain orang tersebut hanya dianggap sebagai resident di Amerika dan di Indonesia, maka dalam hal ini ketentuan tax treaty antara Indonesia – Amerika harus dilihat untuk menentukan perlakuan perpajakan atas penghasilan dari Singapura tersebut.

Untuk meminimalisir terjadinya pengenaan pajak ganda terhadap orang yang memilki status kependudukan ganda tadi, dalam setiap tax treaty diatur pula ketentuan mengenai penetapan status kependudukan dari “Penduduk” tersebut, guna menentukan negara treaty partner mana yang berhak mengklaim orang tadi sebagai penduduknya.  

Dalam tax treaty Indonesia – Singapura karyawan tersebut, terdapat 4 alat tes untuk menentukan di negara treaty partner mana orang tersebut seharusnya dianggap sebagai penduduk atau resident.

Jika pegawai tersebut ditetapkan sebagai penduduk atau resident Indonesia, maka hak pemajakan atas penghasilan yang dibayarkan oleh perusahaan di Singapura berada di Indonesia.

Dalam hal ini, penghasilan tersebut harus diperhitungkan dalam SPT Tahunan WP orang pribadi yang bersangkutan dan dikenakan PPh orang pribadi.

Serta, tidak perlu memotong PPh 21 atas penghasilan tersebut. Secara garis besar, pembagian hak tersebut diatur dengan tujuan untuk mencegah seminimal mungkin terjadinya pengenaan pajak berganda dan menarik investasi modal asing ke dalam negeri.

Hubungi Kami

Bagi Kalian yang masih ragu/ galau/ penasaran, atau punya masalah perpajakan, yuk langsung konsultasikan ke Bizlaw!

Tidak hanya konsultasi saja, Bizlaw bisa memberikan arahan dan membantu dalam penanganan mengenai perpajakan buat kalian!

Ingin tahu lebih lanjut? Segera hubungi kami sekarang! 

info@bizlaw.co.id atau 0812-9921-5128 atau bisa tanya-tanya di Instagram kami bizlaw.co.id.

Baca juga: Informasi Super Lengkap Tentang Pajak

Leave a Comment