Skip to content
Proses-Penyelesaian-Perselisihan-Hubungan-Industrial

Proses Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

Perselisihan hubungan industrial adalah suatu perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara Pengusaha / Gabungan Pengusaha dengan Pekerja/Buruh atau Serikat Pekerja (SP)/Serikat Buruh (SB) karena adanya Perselisihan Hak, Kepentingan, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), Perselisihan antar Serikat Pekerja/Serikat Buruh dalam satu perusahaan.

Bentuk dari perselisihan yang dapat diajukan kepada Pengadilan Hubungan Industrial sesuai dengan Pasal 56 Undang-Undang  No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UUPPHI) meliputi:

  1. Perselisihan Hak: PHI memeriksa dan memutus di tingkat pertama
  2. Perselisihan Kepentingan: PHI memeriksa dan memutus di tingkat pertama dan terakhir
  3. Perselisihan PHK: PHI memeriksa dan memutus di tingkat pertama
  4. Perselisihan antar Serikat Pekerja (SP)/Serikat Buruh (SB) hanya dalam satu perusahaan: PHI memeriksa dan memutus di tingkat pertama dan terakhir

Perselisihan hak adalah perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Perselisihan kepentingan adalah perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan, dan atau perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, atau peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Perselisihan pemutusan hubungan kerja adalah perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak.

Perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh adalah perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh dengan serikat pekerja/serikat buruh lain hanya dalam satu perusahaan, karena tidak adanya persesuaian paham mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak, dan kewajiban keserikat pekerja.

Pengadilan Hubungan Industrial

Dalam Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) proses beracaranya adalah sama dengan prosedur acara perdata pada pengadilan umum, yang berbeda adalah ketika ditentukan lain oleh UUPPHI sesuai dengan ketentuan Pasal 57 Undang-Undang  No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yaitu.

“ Hukum acara yang berlaku pada Pengadilan Hubungan Industrial adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku pada pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, kecuali yang diatur secara khusus dalam undang-undang ini”.

Dari ketentuan pasal tersebut maka UUPPHI merupakan lex specialis dibandingkan HIR, RBG atau RV yang berlaku pada Hukum Acara Perdata.

Pengadilan Hubungan Industrial sesuai dengan Pasal 59(1) UUPPHI hanya ada pada setiap Pengadilan Negeri Kabupaten/Kota yang berada di setiap Ibukota Provinsi yang daerah hukumnya meliputi provinsi yang bersangkutan.

Akan tetapi, dengan Keputusan Presiden Di Kabupaten/Kota terutama yang padat industri, PHI harus segera dibentuk pada Pengadilan Negeri setempat.

Dalam PHI pengadilan yang memiliki wewenang mengadili perkara yang bersangkutan adalah kepada Pengadilan Negeri yang ada pada daerah hukumnya tempat pekerja/buruh pekerja.

Para Pihak Dalam PHI

Subjek dalam PHI adalah buruh/pekerja atau serikat pekerja dengan pengusaha atau gabungan pengusaha. sebenarnya hampir mirip dengan hukum acara perdata yang membedakan adalah dalam acara PHI berlaku khusus bahwa bagi serikat pekerja/ serikat buruh dan organisasi pengusaha dapat bertindak sebagai kuasa hukum untuk beracara di Pengadilan Hubungan Industrial untuk mewakili para anggotanya.

Proses Acara Pengadilan Hubungan Industrial

Proses-Penyelesaian-Perselisihan-Hubungan-Industrial
Proses Acara Pengadilan Hubungan Industrial

Dalam hukum acara PHI sebelum para pihak mengajukan gugatan ke Pengadilan diwajibkan terlebih dahulu untuk menyelesaikan perselisihan melalui perundingan bipartit secara musyawarah untuk mencapai mufakat.

Kemudian penyelesaian perselisihan melalui bipartit harus sudah di selesaikan dalam jangka waktu paling lama 30 hari sejak tanggal mulainya perundingan, jika dalam jangka waktu 30 hari salah satu pihak menolak untuk berunding atau tidak mencapai kesepakatan, maka perundingan bipartit tersebut dianggap gagal.

Kemudian setelah perundingan bipartit dianggap gagal, maka salah satu dari kedua belah pihak baik dari pihak serikat buruh/pekerja maupun dari pihak pengusaha atau organisasi pengusaha harus mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan bukti terkait upaya penyelesaian tyang telah dilakukan terlebih dahulu melalui perundingan bipartit telah dilaksanakan namun tidak mencapai titik terang.

Setelah instansi tersebut menerima pencatatan dari salah satu atau para pihak, instansi tersebut wajib menawarkan para pihak untuk menyepakati memilih penyelesaian perselisihan melalui konsiliasi atau arbitrase.

Jika para pihak tidak menyetujui untuk menyelesaikan perselisihan melalui konsiliasi atau arbitrase maka instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan tersebut melimpahkan penyelesaian perselisihan kepada mediator.

Mediator dalam hal ini bertugas untuk melakukan mediasi serta memiliki kewajiban untuk memberikan saran tertulis kepada para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihan.

Setelah proses penyelesaian melalui konsiliasi atau mediasi tidak mencapai kesepakatan, maka salah satu pihak dengan memberikan bukti bahwa para pihak telah menyelesaikan proses perundingan bipartit dan tripartit akan tetapi tidak mencapai kesepakatan dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Hubungan Industrial.

Bentuk gugatan yang dapat diajukan para pihak ke PHI sama dengan bentuk gugatan ketika akan mengajukan perdata ke Pengadilan Negeri. Yang membedakan adalah ketika mengajukan gugatan ke PHI harus dilampirkan risalah penyelesaian melalui mediasi atau konsiliasi.

Setelah Ketua Pengadilan Negeri menerima gugatan, maka paling lambat selama 7 hari kerja harus menetapkan majelis hakim yang terdiri satu orang hakim ketua dan 2 orang hakim ad-hoc sebagai majelis hakim yang mana hakim ad-hoc tersebut masing-masing diusulkan oleh serikat pekerja dan organisasi pengusaha.

Pihak yang menggugat dalam Pengadilan Hubungan Industrial diberikan kemudahan terkait dengan tidak sempurnanya isi surat gugatan maka hakim memiliki kewajiban memeriksa isis gugatan dan bila ada kekurangan dalam surat gugatan tersebut, hakim meminta penggugat untuk menyempurnakan gugatannya.

Hal ini tentu akan sangat membantu para buruh/pekerja maupun pengusaha yang tidak diwakili advokat mengingat dalam acara Pengadilan Hubungan Industrial para pihak yaitu buruh/pekerja dan pengusaha dapat diwakilkan dengan serikat pekerja/buruh ataupun bagi pengusaha dapat diwakilkan dengan organisasi pengusaha.

Dalam PHI ada dua jenis pemeriksaan yaitu, Pemeriksaan dengan acara biasa dan pemeriksaan dengan acara cepat.

Masih punya pertanyaan terkait proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial serta Hukum Acara Pengadilan Hubungan Industrial?

Ataupun langsung mau konsultasi perihal kasus apapun dan anda membutuhkan pengacara?

Tanyakan saja dengan Bizlaw!

Anda terjerat kasus? ingin menggunakan jasa pengacara? Bizlaw terbuka untuk memberikan pelayanan hukum terkait. Bizlaw memiliki pengacara yang berpengalaman dan sudah berpraktek selama bertahun-tahun. Selain itu, penyelesaian masalah hukum lainnya juga Bizlaw punya solusinya!

Ditambah Bizlaw juga bisa mengurus perpajakan dan pembayaran-pembayaran lainnya! Bizlaw juga mengurus Pendirian PT, Yayasan, Firma, CV, Maatschaap, PMA, Pendaftaran merek dan pembuatan perjanjian!

Bizlaw, your one stop legal solution!

Hubungi kontak kami: info@bizlaw.co.id atau 0812-9921-5128 atau mengenai informasi terupdate di Instagram kami @bizlaw.co.id. Kantor kami berada di Kemang Point lantai 3, Jl. Kemang Raya no.3 , RT004/RW001, Kelurahan Bangka, Kecamatan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, DKI Jakarta

Leave a Comment