Skip to content
Prosedur Pendirian PT PMA (Penanaman Modal Asing)

Pembuktian Perkara Pidana Melalui Saksi Testimonium De Auditu

Pembuktian Perkara Pidana Melalui Saksi Testimonium De Auditu – Perwujudan norma hukum pada penerapan Hukum Acara Pidana terkait pembuktian sangat penting dalam proses peradilan pidana di Indonesia, karena dengan pembuktian akan menentukan posisi antara tersangka dan korban sehingga hukum dapat mempertimbangkan fakta-fakta hukum dan alat bukti yang ada.

Alat bukti yang sah menurut ketentuan Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa. Dalam proses persidangan hakim harus meneliti sampai dimana kekuatan pembuktian dari setiap alat bukti tersebut.

Alat bukti keterangan saksi merupakan alat bukti yang paling utama digunakan dalam penanganan suatu tindak pidana sehingga tidak mungkin diabaikan. Keterangan yang diberikan oleh seorang saksi dimaksudkan untuk mengetahui apakah benar telah terjadi suatu perbuatan pidana atau tidak yang dilakukan oleh terdakwa.

Perumusan keterangan saksi diletakkan pada urutan pertama dari alat bukti lainnya, bukan hanya karena derajat kebenarannya tetapi juga karena keterangan saksi diberikan oleh manusia sehingga keterangan saksi tidak disamakan dengan alat-alat bukti lainnya.

Pembuktian mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam proses pemeriksaan sidang pengadilan, karena pembuktian memuat ketentuan- ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang tata cara yang dibenarkan undang-undang membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa, maka dengan pembuktian suatu perbuatan pidana dapat dijatuhi hukuman pidana.

Dikaji dari visi letaknya dalam kerangka yuridis, pembuktian terbilang unik karena dapat diklasifikasikan dalam kelompok hukum acara pidana yang mengatur macam-macam alat bukti yang sah menurut hukum, sistem yang dianut dalam pembuktian, syarat-syarat dan tata cara mengajukan alat bukti dipersidangan.

Keterangan saksi saat ini telah mengalami perkembangan, bersamaan dengan berkembangnya pengetahuan masyarakat di bidang hukum sehingga dalam praktek peradilan pidana keterangan saksi tidak lagi apa yang dilihat sendiri, didengar sendiri dan dialami sendiri untuk memberikan kesaksiannya.

Pada peradilan Indonesia telah diperkenalkan pemeriksaan saksi yang memperoleh keterangan dari saksi yang melihat, mendengar dan mengalami suatu peristiwa pidana yang dikenal dengan istilah saksi de auditu. Testimonium de auditu yaitu kesaksian atau keterangan karena mendengar dari orang lain.

Testimonium De Auditu

Pembuktian Perkara Pidana Melalui Saksi Testimonium De Auditu
Testimonium De Auditu

Pada praktik peradilan pidana di Indonesia pengajuan saksi testimonium de auditu yang ditujukan untuk pembuktian perkara pidana didasarkan pada kondisi – kondisi tertentu, yaitu sebagai berikut :

a. Adanya suatu peristiwa tindak pidana

b. Tidak ada saksi yang melihat, mendengar dan mengetahui suatu peristiwa pidana yang terjadi, hanya ada saksi korban dan terdakwa.

Dari kondisi tersebut pengajuan saksi testimonium de auditu memiliki tujuan agar terdakwa tidak terbebas dari pertanggung jawabannya sebagai pelaku tindak pidana.

Selain itu juga agar dapat mempermudah proses pembuktian sehingga sebuah perkara tidak terlalu panjang penyelesaiannya dalam persidangan di pengadilan karena tidak sesuai dengan asas peradilan sederhana, cepat, dan berbiaya ringan.

Beberapa putusan pengadilan yang menggunakan kesaksian testimonium de auditu sebagai bukti persangkaan (perdata) atau bukti petunjuk (pidana).

Seperti alasan bahwa keterangan saksi testimonium de auditu tersebut pantas diberlakukan sebagai kekecualian seperti Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 308/K/Sip/1959 tanggal 11 November 1959, yang menyatakan sebagai berikut :

“Kesaksian testimonium de auditu tidak dapat digunakan sebagai bukti langsung, namun kesaksian ini dapat digunakan sebagai bukti persangkaan, yang dari persangkaan ini dapat dibuktikan sesuatu hal atau fakta. Hal yang demikian ini tidak dilarang”.

Dalam praktik perkembangan peradilan di Indonesia, saksi yang diatur dalam KUHAP diperluas berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 65/PUU-VIII/2010: Pasal 1 angka 26 KUHAP dan 27, Pasal 65, Pasal 116 ayat (3), (4), Pasal 184 ayat (1a) KUHAP bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk pula

“orang yang dapat memberikan keterangan dalam rangka penyidikan, penuntutan, dan peradilan suatu tindak pidana yang tidak selalu ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri”.

Artinya, pengertian saksi itu tidak dimaknai orang yang dapat memberikan keterangan dalam rangka penyidikan, penuntutan dan peradilan tidak selalu ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri, dilihat dari putusan tersebut, bahwa keterangan saksi tidak hanya harus keterangan yang dilihat, didengar dan dialami sendiri.

Penerapan keterangan saksi testimonium de auditu dimana jelas tidak diatur dalam ketentuan KUHAP ditemukan ada Putusan Mahkamah Agung dan Putusan Pengadilan dibawahnya yang sudah berkekuatan hukum tetap yang mempertimbangkan keterangan saksi testimonium de auditu sebagai alat bukti dalam persidangan sedangkan pasca putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 65/PUU-VIII/2010 saat diakuinya keterangan saksi testimonium de auditu sebagai alat bukti.

Keberadaan testimonium de auditu walaupun tidak masuk dalam istilah hukum pidana formil, namun dalam praktik digunakan dan diakui kekuatan pembuktiannya pada sistem KUHAP yang didasarkan kepada konsepsi perlindungan hak-hak asasi manusia, memberikan perlindungan terhadap korban kejahatan.

Makna saksi mengalami perluasan pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 65/PUU-VIII/2010, dengan kata lain konsep perumusan putusan tersebut sesuai dengan kriteria dan konsep testimonium de auditu, yang tidak selalu melihat sendiri, mendengar sendiri, dan mengalami sendiri terjadinya suatu peristiwa pidana (kesaksian tidak langsung).

Bahwa terhadap dua keadaan tersebut diatas, dihubungkan dengan teori hukum pembuktian yang dianut di Indonesia yaitu pembuktian negatief wettelik bewijstheorie atau pembuktian berdasarkan undang-undang secara negatif adalah pembuktian yang selain menggunakan alat-alat bukti yang dicantumkan dalam undang-undang, juga menggunakan keyakinan hakim.

Maka terhadap kekuatan pembuktian keterangan saksi testimonium de auditu pada suatu perkara, didasarkan atas pertimbangan dan/atau keyakinan hakim. Disitulah fungsinya hakim penentu keadilan dengan memposisikan nurani dan keyakinannya, sehingga siapa pun yang berpekara akan di putus secara adil.

Setiap hakim diberikan kebebasan untuk memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara yang tidak bisa di intervensi oleh siapa pun. Akan tetapi, hakim harus tetap berpijak pada keyakinan dan ketentuan normatif yang mengatur tata cara menjatuhkan putusan.

Kesimpulan

Keberadaan keterangan saksi testimonium de auditu terkait kekuatan pembuktian dalam perkara pidana di Indonesia baik pra maupun pasca putusan Nomor MK : 65/PUU-VIII/2010 tidak memiliki kekuatan hukum mengikat atas pertimbangan hakim dalam memutuskan suatu perkara pidana di Indonesia.

Kedudukan hukum kekuatan pembuktian keterangan saksi testimonium de auditu atau hearsay evidence sebagai alat bukti yang sah pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 65/PUU-VIII/2010 agar dapat diterapkan lebih efektif dalam proses persidangan diperlukan indikasi keandalan yang cukup, mempunyai kekuatan hukum mengikat dan mengandung pertimbangan yang adil.

Maka terhadap kekuatan pembuktian keterangan saksi testimonium de auditu pada suatu perkara, didasarkan atas pertimbangan dan/atau keyakinan hakim.

Disitulah fungsinya hakim sebagai pengadilan dengan memposisikan nurani dan keyakinannya, sehingga siapa pun yang berpekara akan di putus secara adil.

Masih punya pertanyaan terkait testimonium de auditu  serta penerapannya? Ataupun langsung mau konsultasi perihal kasus anda yang membutuhkan pengacara?

Tanyakan saja dengan Bizlaw!

Anda terjerat kasus? ingin menggunakan jasa pengacara? Bizlaw terbuka untuk memberikan pelayanan hukum terkait. Bizlaw memiliki pengacara yang berpengalaman dan sudah berpraktek selama bertahun-tahun. Selain itu, penyelesaian masalah hukum lainnya juga Bizlaw punya solusinya!

Ditambah Bizlaw juga bisa mengurus perpajakan dan pembayaran-pembayaran lainnya! Bizlaw juga mengurus Pendirian PT, Yayasan, Firma, CV, Maatschaap, PMA, Pendaftaran merek dan pembuatan perjanjian!

Bizlaw, your one stop legal solution!

Hubungi kontak kami: info@bizlaw.co.id atau 0812-9921-5128 atau mengenai informasi ter-

update di Instagram kami @bizlaw.co.id.

Leave a Comment