Skip to content

Perjanjian Pranikah dan Yang Perlu Diketahui!

Adanya persetujuan dalam perkawinan juga penting karena persetujuan perkawinan adalah hal yang penting karena merupakan kesepakatan antara calon suami dan istri untuk mengikat dalam tali perkawinan sebagaimana disebutkan dalam pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 yang berbunyi: “Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai.”

Persetujuan atau kata sepakat dari calon suami istri merupakan unsur hakiki dari perkawinan karena mengandung suatu keharusan adanya sifat akan berlangsungnya perkawinan yang langgeng. Oleh karena itulah, persetujuan tersebut haruslah berlandaskan kesadaran dari pihak yang bersangkutan dan juga persetujuan itu harus bebas dari segala pengaruh tertentu yang mengganggu kebebasan tersebut karena perkawinan pada asasnya adalah untuk berlaku dan berlangsung langgeng selamanya atau seumur hidup.

Undang-undang memperkenankan kedua calon pasangan suami istri untuk membuat suatu sebagai “perjanjian kawin” atau “perjanjian perkawinan”, yang umumnya hanya menyangkut seputar pengaturan terhadap harta perkawinan, yang dimaksudkan untuk mengantisipasi masalah-masalah yang mungkin akan timbul apabila perkawinan tersebut berakhir. Perjanjian perkawinan sebagai suatu perjanjian mengenai harta benda suami istri dimungkinkan untuk dibuat dan diadakan sepanjang tidak menyimpang dari asas atau pola yang ditetapkan oleh undang-undang.

Singkatnya, isi yang diatur di dalam Perjanjian Kawin tergantung pada pihak-pihak calon suami dan calon istri, asal tidak bertentangan dengan dengan undang-undang, agama dan kepatutan atau kesusilaan. Bentuk dan isi Perjanjian Kawin, sebagaimana halnya dengan perjanjian pada umumnya, kepada kedua belah pihak diberikan kebebasan atau kemerdekaan seluas-luasnya (sesuai dengan azas hukum “kebebasan berkontrak”) asalkan tidak bertentangan dengan Undang-Undang, kesusilaan atau tidak melanggar ketertiban umum.

Pada dasarnya, perjanjian perkawinan tersebut tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, hukum dan agama. Perihal tidak melanggar batas-batas hukum dalam hal ini diartikan dengan arti luas, yaitu tidak bertentangan dengan agama yang dianut oleh para pihak yang mengadakan perjanjian perkawinan itu pada saat membuat perjanjiannya dan pada saat perkawinan dilangsungkan.

Perjanjian Perkawinan

Sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 139 KUHPerdata, bahwa dalam perjanjian perkawinan itu kedua calon suami istri dapat menyimpangi ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dalam harta bersama, asal saja penyimpanganpenyimpangan tersebut tidak bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum (openbare orde) dengan mengindahkan pula isi ketentuan yang disebutkan setelah pasal 139 KUH Perdata itu.

Dengan kata lain, dapat diartikan bahwa pasangan yang mengikatkan diri dalam perjanjian perkawinan tersebut akan memperoleh jaminan selama perkawinan berlangsung maupun sesudahnya sehingga untuk memutuskan perkawinan berarti pula melanggar perjanjian maka merupakan hal yang sangat jarang terjadi mengingat akibat-akibat hukum yang akan ditanggung/resiko bila salah satu pihak ingkar terhadap perjanjian perkawinan tersebut, biasanya ada sanksi yang harus diberlakukan terhadap pihak yang melanggar perjanjian perkawinan tersebut.

Secara KUH Perdata, terdapat beberapa larangan dalam menuliskan atau mencantumkan klausul dalam perjanjian perkawinan, yaitu:

  1. Perjanjian tidak boleh bertentangan dengan kesusilaan atau ketertiban umum (Pasal 139);
  2. Perjanjian tidak boleh menyimpang dari kekuasaan yang oleh KUHPerdata diberikan kepada suami selaku kepala rumah tangga, misalnya tidak boleh dijanjikan bahwa istri akan mempunyai tempat kediaman sendiri (Pasal 140 ayat (1);
  3. Dalam perjanjian suami istri tidak boleh melepaskan hak mereka untuk mewarisi harta peninggalan anak-anak mereka (Pasal 141);
  4. Dalam perjanjian itu tidak boleh ditentukan bahwa dalam hal campur harta, apabila milik bersama itu dihentikan, si suami atau si istri akan membayar bagian hutang yang melebihi perimbangan dan keuntungan bersama (Pasal 142);
  5. Dalam perjanjian itu tidak boleh secara umum ditunjuk begitu saja kepada peraturan yang berlaku dalam suatu negara asing (Pasal 143).

Perjanjian perkawinan sebagai persetujuan atau perikatan antara calon suami isteri itu pada prinsipnya sama dengan perjanjian-perjanjia pada umumnya, sebab satu sama lain terikat pada Pasal 1320 KUHPerdata tentang syarat-syarat sahnya perjanjian-perjanjian. Perjanjian Perkawinan yang memenuhi syarat-syarat tentang sahnya perjanjian, perjanjian menurut pasal 1320 KUHPerdata harus dipandang berlaku sesuai dengan Undang-Undang bagi pihak yang berjanji.

Berdasarkan Pasal 139 KUHPerdata, keberadaan perjanjian kawin adalah sebagai pengecualian ketentuan Pasal 119 KUHPerdata, yaitu ketika perkawinan berlangsung maka secara hukum berlaku persatuan bulat antara kekayaan suami maupun kekayaan isteri atau dengan kata lain sebatas mengatur. Adapun tujuan pokok diadakannya perjanjian kawin adalah mengatur antara suami isteri apa yang akan terjadi mengenai harta kekayaan yang mereka bawa dan atau yang akan mereka peroleh masing-masing.

Lalu Bagaimana Dengan Perjanjian Pra Nikah?

Perjanjian Pra-nikah atau Prenuptial Agreement merupakan perjanjian yang dibuat oleh calon mempelai sebelum melangsungkan acara pernikahan dengan tujuan mengesahkan keduanya sebagai pasangan suami istri. Perjanjian ini ditulis dalam bentuk surat yang mengikat kedua calon mempelai dalam urusan harta pribadi dan pembagiannya.

Misal suatu saat nanti terjadi perceraian atau dipisahkan oleh kematian, maka pembagian hartanya telah sah ditentukan sejak awal. Dengan demikian, perselisihan terkait harta kekayaan yang dimiliki pasangan suami istri dapat dihindari. Kebenaran surat perjanjian pra-nikah ini dilindungi oleh hukum sebagaimana tercantum dalam Pasal 29 Ayat 1 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang menyatakan:

“Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, kdeua belah pihak atas persetujuan bersama dapat mengajukan perjanjian tertulis yang disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut.”

Perhatikan Ketentuannya!

Merujuk pada Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan, hukum telah mengakui sahnya keberadaan surat ini yang melindungi pasangan suami istri. Yang pertama adalah melakukan pemisahan harta benda, namun Pemisahan harta benda mungkin terjadi ketika posisi istri berada dalam keadaan terpojok dengan alasan berikut:

  1. Suami dinyatakan berkelakuan tidak baik, yaitu memboroskan harta kekayaan bersama untuk kepentingan pribadi;
  2. Suami dinyatakan mengurus hartanya sendiri, yaitu tidak memberi hak yang layak kepada istri sehingga hak tersebut menghilang;
  3. Diketahuinya ada kelalaian besar dalam pengelolaan harta perkawinan sehingga muncul kemungkinan hilangnya harta bersama.

Kemudian, seperti yang sudah kita bahas sebelumnya, harus terdapat perjanjian kawin, yang mana surat perjanjian ini dibuat untuk mengatur dampak yang mungkin terjadi terkait harta kekayaan bersama. Dalam surat perjanjian ini, pihak ketiga juga boleh diikut sertakan.

Adapun hal-hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan surat perjanjian pra nikah sebagai berikut:

  1. Tidak boleh bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum
  2. Tidak menyimpang dari: (1) hak-hak yang timbul dari kekuasaan suami, (2) hak-hak yang timbul dari kekuasaan orangtua
  3. Tidak mengandung pelepasan hak atas peninggalan orang-orang yang mewariskannya
  4. Tidak boleh menjanjikan bahwa salah satu pihak harus membayar sebagian hutang yang lebih besar daripada bagiannya
  5. Tidak boleh dibuat janji kalau perkawinan akan diatur oleh hukum asing

Penting juga bagi kita untuk mengetahui bahwa perjanjian ini harus dibuat bersama notaris. Perjanjian ini dibuat secara sah dengan melibatkan notaris dan dibuat di atas kertas yang ditanda tangani dengan materai Rp6.000. Notaris yang dipilih harus terbukti kredibilitasnya agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, surat ini harus bersifat notarill yang artinya ditanda tangani di depan notaris. Selain itu, perjanjian ini juga harus dilaporkan kepada KUA atau Kantor Catatan Sipil supaya surat perjanjian tersebut didokumentasikan yang menjadikannya sah di mata hukum.

Kontak Bizlaw Sekarang!

Mau tanya-tanya perihal perjanjian pranikah ataupun perjanjian-perjanjian lainnya? Bizlaw terbuka untuk menjawab pertanyaan kalian dan memberikan pelayanan hukum terkait pembuatan berbagai jenis perjanjian. Pembuatan akta, sertifikat, dan perjanjian kita bisa bantu buat. Terkait masalah hukum lainnya juga Bizlaw punya solusinya! Jangan khawatir urusan perpajakan dan pembayaran-pembayarannya, Bizlaw juga bisa sekaligus membantu mengurusnya!

Hubungi kontak kami: info@bizlaw.co.id atau 0811-9298-182 atau mengenai informasi ter-update di Instagram kami @bizlaw.co.id.

Leave a Comment