Skip to content
Bidang-Usaha-Tertutup-Bagi-PMA

Wajib Tau! Praperadilan dalam Hukum Acara Pidana

Praperadilan sendiri diatur dalam UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), khususnya Pasal 1 angka 10, Pasal 77 s/d Pasal 83, Pasal 95 ayat (2) dan ayat (5), Pasal 97 ayat (3), dan Pasal 124.

Pemuatan prinsip-prinsip hukum (the principle of law)  dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHAP) tidak lain adalah untuk menjamin penegakan hukum dan hak asasi manusia. KUHAP yang mengakomodasi kepentingan hak asasi manusia setiap orang, berarti dalam tindakan atau upaya paksa terhadap seseorang tidak dibenarkan karena merupakan perlakuan sewenang-wenang.

Karena tindakan yang dilakukan oleh pejabat penyidik merupakan pengurangan, pengekangan dan pembatasan hak asasi tersangka. Maka tindakan itu harus dilakukan secara bertanggung jawab berdasarkan prosedur hukum yang benar. Tindakan upaya paksa yang dilakukan bertentangan dengan hukum dan Undang-undang merupakan pelanggaran terhadap hak tersangka.

Kesemua konsep tersebut kemudian diatur oleh KUHAP menjadi tugas lembaga praperadilan, bahkan menurut Andi Hamzah, praperadilan adalah salah satu jelmaan dari Habeas Corpus, yaitu sebagai tempat untuk mengadukan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dalam suatu proses pemeriksaan perkara pidana.

Berkaitan dengan permasalahan praperadilan atauu pidana lain. Bizlaw dapat membantu dengan memberikan jasa pengacara yang profesional dan terpercaya.

Praperadilan adalah proses persidangan sebelum sidang masalah pokok perkaranya disidangkan. Tujuan dari praperadilan dapat diketahui dari penjelasan Pasal 80 KUHAP yang menegaskan “bahwa tujuan dari pada praperadilan adalah untuk menegakkan hukum, keadilan, kebenaran melalui sarana pengawasan horizontal”.

Esensi dari praperadilan, untuk mengawasi tindakan upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum terhadap tersangka, supaya tindakan itu benar-benar dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-undang, benar-benar proporsional dengan ketentuan hukum, bukan merupakan tindakan yang bertentangan dengan hukum.

Tujuan/ maksud dari praperadilan adalah meletakkan hak dan kewajiban yang sama antara yang memeriksa dan yang diperiksa. Menempatkan tersangka bukan sebagai objek yang diperiksa, penerapan asas aqusatoir dalam hukum acara pidana, menjamin perlindungan hukum dan kepentingan asasi.

Hukum memberi sarana dan ruang untuk menuntut hak-hak yang dikebiri melalui praperadilan. Lembaga praperadilan memiliki fungsi untuk melakukan pengawasan horizontal atas tindakan upaya paksa yang dikenakan terhadap tersangka selama tersangka berada dalam pemeriksaan penyidikan atas penuntutan, agar benar-benar tindakan itu tidak bertentangan dengan ketentuan hukum dan Undang-undang.

Undang-undang telah memberi otoritas (kewenangan) kepada pejabat penyidik untuk melakukan tugas dan wewenangnya. Jika dalam pelaksanan tugas dan kewenangan itu melakukan tindakan yang bertentangan dengan hukum, maka lembaga praperadilan yang akan menilai dari pada tindakan pejabat tersebut apakah di luar atau bertentangan dengan ketentuan hukum yang telah diberikan kepadanya.

Seperti yang disebutkan di atas, menurut pasal 1 angka 10 KUHAP (UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana), praperadilan adalah wewenang hakim untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang tentang:

  1. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;
  2. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;
  3. Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.

 

Pihak-pihak yang dapat mengajukan praperadilan adalah sebagai berikut:

Wajib Tau! Praperadilan dalam Hukum Acara Pidana

  • Permintaan pemeriksaan tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan diajukan oleh tersangka, keluarga atau kuasanya kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya (pasal 79 KUHAP).
  • Permintaan untuk memeriksa sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penuntutan dapat diajukan oleh penyidik atau penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya (PASAL 80 KUHAP).
  • Permintaan ganti kerugian dan atau rehabilitasi akibat tidak sahnya penangkapan atau penahanan atau akibat sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan diajukan oleh tersangka atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebut alasannya (pasal 81 KUHAP).

 

Praperadilan dipimpin oleh hakim tunggal yang ditunjuk oleh ketua pengadilan negeri dan dibantu oleh seorang panitera (pasal 78 ayat (2) KUHAP). Acara pemeriksaan praperadilan dijelaskan dalam pasal 82 ayat (1) KUHAP yaitu sebagai berikut:

  1. dalam waktu tiga hari setelah diterimanya permintaan, hakim yang ditunjuk menetapkan hari sidang;
  2. dalam memeriksa dan memutus tentang sah atau tidaknya penangkapan atau penahanan, sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penuntutan; permintaan ganti kerugian dan atau rehabilitasi akibat tidak sahnya penangkapan atau penahanan, akibat sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan dan ada benda yang disita yang tidak termasuk alat pembuktian, hakim mendengar keterangan baik dan tersangka atau pemohon maupun dan pejabat yang berwenang;
  3. pemeriksaan tersebut dilakukan cara cepat dan selambat-lambatnya tujuh hari hakim harus sudah menjatuhkan putusannya;
  4. dalam hal suatu perkara sudah mulai diperiksa oleh pengadilan negeri sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan kepada praperadilan belum selesai, maka permintaan tersebut gugur;
  5. putusan praperadilan pada tingkat penyidikan tidak menutup kemungkinan untuk mengadakan pemeriksaan praperadilan lagi pada tingkat pemeriksaan oleh penuntut umum, jika untuk itu diajukan permintaan baru.

 

Pemeriksaan sah atau tidaknya Surat Penghentian Penyidikan Perkara atau SP3 merupakan salah satu lingkup wewenang praperadilan. Pihak penyidik atau pihak ketiga yang berkepentingan dapat mengajukan permintaan pemeriksaan (praperadilan) tentang sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan. Permintaan tersebut diajukan kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya (pasal 1 angka 10 huruf b jo. pasal 78 KUHAP).

Dalam Perkembangannya, Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 21/PUU-XII/2014 telah menetapkan kewenangan untuk meniali sah tidaknya penetapan tersangka, penetapan tersangka, penggeledahan dan penyitaan sebagai salah satu fungsi lembaga praperadilan yang sebelumnya tidak diatur di dalam KUHAP.

Ingin mengajukan praperadilan atau memiliki permasalahan pidana lain? Segera Hubungi Bizlaw! Bizlaw dapat membantu dengan memberikan jasa pengacara yang profesional dan terpercaya.

 

Hubungi Kami

Informasi lebih lanjut dan Jasa lainnya dapat menghubungi:

 

Leave a Comment