Skip to content

Perjanjian Pemegang Saham

Ketika mendirikan dan mengelola suatu perusahaan, misalnya yang berbentuk perseroan, terdapat banyak ketentuan yang perlu diperhatikan. Salah satu aturan yang harus diperhatikan adalah aturan yang ada dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Undang-Undang Perseroan Terbatas). Dalam Pasal 4 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007, disebutkan bahwa terhadap Perseroan berlaku Undang-Undang No. 40 Tahun 2007, anggaran dasar Perseroan, dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Menurut Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), semua kontrak (perjanjian) yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Artinya, perusahaan juga terikat kepada perjanjian-perjanjian yang dibuatnya.

Salah satu perjanjian yang dapat dibuat saat mendirikan atau menjalankan perseroan adalah shareholders agreement atau perjanjian pemegang saham.

Perjanjian pemegang saham adalah perjanjian antara pemegang saham untuk menentukan hak dan kewajibannya pada perseroan. Tujuannya? Mengatur secara rinci hubungan antar pemegang saham yang tidak dapat diatur secara rinci pada anggaran dasar perseroan.

Kapan perjanjian pemegang saham dibuat?

Perjanjian pemegang saham umumnya dibuat setelah perseroan didirikan. Namun, perjanjian pemegang saham juga dapat dibuat setelah perseroan didirikan, misalnya setelah terjadi pengalihan kepemilikan saham.

Bagi kalian yang berniat untuk melakukan pendirian perseroan, Bizlaw dapat membantu anda. Hubungi Bizlaw melalui info@bizlaw.co.id atau 0812-9921-5128.

Apa saja yang harus diperhatikan dalam perjanjian pemegang saham?

Hal pertama yang pastinya harus diperhatikan dalam pembuatan perjanjian pemegang saham adalah terpenuhinya syarat-syarat sah suatu perjanjian. Syarat sah suatu perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUHPer. Syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut:

Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

Menurut Pasal 1321 KUHPer, perjanjian menjadi tidak sah, apabila kesepakatan terjadi karena adanya unsur-unsur kekhilafan, paksaan, atau penipuan.

Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

Pasal 1329 KUHPer  menyatakan bahwa pada dasarnya semua orang cakap dalam membuat perjanjian, kecuali ditentukan tidak cakap menurut undang-undang.

Suatu hal tertentu

Dalam perjanjian, para pihak harus menentukan secara jelas mengenai hal atau objek yang diperjanjikan

Suatu sebab yang halal

Sebab yang halal adalah sebab yang tidak terlarang. Sebab terlarang sendiri diatur dalam Pasal 1337 KUHPer, yang berbunyi: Suatu sebab adalah terlarang, jika sebab itu dilarang oleh undang-undang atau bila sebab itu bertentangan dengan kesusilaan atau dengan ketertiban umum.

Apabila poin pertama dan kedua pada syarat-syarat di atas tidak terpenuhi, maka pihak yang terlibat dapat meminta pembatalan perjanjian. Jika poin ketiga dan keempat dari syarat-syarat di atas tidak terpenuhi, maka perjanjian dianggap batal demi hukum.

Kedua, perjanjian pemegang saham dibuat oleh dua pihak atau lebih. Pihak-pihak yang menandatangani perjanjian pemegang saham umumnya adalah para pemegang saham yang ingin mengikatkan diri kepada perjanjian. Namun, perjanjian pemegang saham bisa saja ditandatangani oleh pihak lain yang bukan merupakan pemegang saham, namun menerima dampak dari perjanjian tersebut. Misalnya, perjanjian pemegang saham yang mengandung penunjukkan pihak lain sebagai organ Perseroan.

Ketiga, perjanjian pemegang saham bisa dibuat dalam bentuk akta bawah tangan atau di hadapan notaris. Akta bawah tangan adalah akta yang dibuat dan dipersiapkan oleh pihak-pihak dalam kontrak secara pribadi, dan bukan dihadapan notaris atau pejabat resmi lainnya. Perjanjian pemegang saham juga bisa dibuat di hadapan Notaris atau mendapatkan legalisasi Notaris.

Jika anda tertarik untuk membuat perjanjian pemegang saham untuk perusahaan anda, Bizlaw dapat membantu anda untuk menyusun dan memeriksa perjanjian. Hubungi Bizlaw melalui info@bizlaw.co.id atau 0812-9921-5128.

Isi Perjanjian Pemegang Saham

Terdapat banyak hal yang dapat menjadi isi dalam suatu perjanjian pemegang saham, diantaranya:

Pertama, Struktur Pengurusan Perseroan

Para pemegang saham dapat–melalui kesepakatan–menunjuk calon Komisaris atau Direktur, atau organ perseroan lainnya. Selain itu, para pemegang saham juga dapat mengatur hak dan kewajiban yang didapatkan oleh organ-organ perseroan tersebut. Misalnya, para pemegang saham dapat mengatur bahwa seorang Komisaris tidak akan mendapatkan gaji. Dalam hal perjanjian pemegang saham menyangkut hak dan kewajiban pihak lain di luar para pemegang saham, pihak lain yang bersangkutan dapat pula dilibatkan dalam proses pembuatan dan penandatanganan perjanjian pemegang saham.

Perjanjian pemegang saham juga dapat mengatur batasan-batasan tertentu kepada organ perseroan. Misalnya, larangan untuk mengundurkan diri dari perusahaan dalam jangka waktu, atau larangan mengundurkan diri kecuali dalam situasi-situasi tertentu

Kedua, Pengalihan saham

Pasal 57 ayat (1) UUPT, memberikan kebebasan kepada perseroan untuk mengatur mengenai pemindahan saham dalam anggaran dasar perseroan. Dalam suatu perjanjian pemegang saham, dapat diatur mengenai kebolehan dan larangan mengenai pengalihan saham. Misalnya, perjanjian pemegang saham mengatur bahwa salah satu pemegang saham tidak boleh mengalihkan sahamnya, atau hanya boleh mengalihkan sahamnya dalam situasi-situasi tertentu.

Ketiga, Pembagian deviden

Deviden adalah laba perusahaan yang dibagikan pada pemegang saham. Melalui perjanjian pemegang saham, para pemegang saham dapat menentukan, seberapa banyak deviden yang akan diambil untuk dibagikan kepada para pemegang saham. Para pemegang saham dapat menyepakati bahwa hanya sebagian saja yang akan diambil oleh pemegang saham, sedangkan sebagian lainnya akan dikembalikan untuk pengelolaan perusahaan. Pemegang saham juga dapat menentukan bahwa seluruh deviden dapat diambil oleh para pemegang saham.

Keempat, modal

Perjanjian pemegang saham dapat mengandung kesepakatan antara para pemegang saham mengenai modal yang diberikan oleh tiap pemegang saham, baik dalam bentuk tunai maupun bentuk lainnya.

Salah satu hal yang sering menjadi perdebatan adalah cara untuk menakar nilai dari modal non tunai, yang biasanya diberikan dalam bentuk barang, tenaga kerja, atau bahkan pengetahuan. Melalui perjanjian pemegang saham, hal-hal seperti ini dapat disepakati secara bersama-sama.

Kelima, Kebijakan keuangan

Para pemegang saham dapat mengatur siapa saja yang dapat membuat keputusan yang akan mempengaruhi pengeluaran dan pemasukan perseroan, juga menetapkan aturan-aturan terkait peminjaman dana kepada pihak ketiga.

Keenam, Klasifikasi Saham

Dalam perjanjian pemegang saham, para pemegang saham dapat mengatur jenis-jenis saham yang dikeluarkan oleh perseroan, serta hak-hak yang melekat pada tiap jenis saham. Misalnya, ada saham yang memberikan pemegang suaranya Hak Suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham, ada yang tidak. Mengenai klasifikasi saham, sebenarnya telah diatur dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas pada Pasal 53 ayat (4), namun dapat diatur lebih lanjut lagi dalam perjanjian pemegang saham.

Kelima, Rencana perseroan ke depan juga dapat diatur dalam perjanjian pemegang saham

Perlu ditekankan bahwa hal-hal yang dapat diatur dalam perjanjian pemegang saham tidak terbatas pada hal-hal yang telah disebutkan di atas. Jika anda ingin tahu lebih lanjut tentang hal-hal apa saja yang dapat diatur, dan hal-hal apa yang tidak dapat diatur, anda dapat berkonsultasi dengan Bizlaw.

Hubungi Kami

Jika anda masih punya pertanyaan, atau ingin berkonsultasi tentang pembuatan perjanjian pemegang saham, anda dapat menghubungi Bizlaw. Di Bizlaw, kami menyediakan jasa penyusunan dan pemeriksaan kontrak bagi anda yang membutuhkan. Jika anda tertarik, anda dapat mengirimkan surel ke info@bizlaw.co.id atau 0812-9921-5128

Leave a Comment