Bizlaw

Memecah Sertifikat Tanah, Begini Caranya!

Dalam hukum tanah dikenal 2 (dua) macam sertifikat yaitu sertifikat hak atas tanah dan sertifikat hak tanggungan. Sertifikat hak atas tanah merupakan tanda bukti hak atas tanah dan sertifikat hak tanggungan adalah tanda bukti adanya hak tanggungan.. Sertifikat menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (PP Pendaftaran Tanah) adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan.

Untuk membuktikan seseorang atau suatu badan hukum sebagai empunya suatu bidang tanah maka perlu alat bukti. Dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c Undang-Undang Pokok Agraria (UU PA) yang menyebutkan bahwa kegiatan pendaftaran tanah meliputi; ”Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat”. Demikian juga halnya Pasal 32 ayat (1) PP 24/1997 yang menyebutkan; “Sertifikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan”

Sertifikat sebagai alat bukti hak atas tanah diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota melalui suatu proses pendaftaran tanah, karena itu apabila suatu bidang tanah belum dilaksanakan pendaftaran tanahnya maka atas bidang tanah tersebut tidak mempunyai sertifikat.

Pentingnya sertifikat tanah ini yang mengharuskan dilakukannya pendaftaran akan tanah yang kita milliki. Bagi yang sudah memiliki sertifikat tanah, penting juga untuk memahami kegunaan dari sertifikat yang kita miliki tersebut. Apabila kita sudah mengetahui mengenai sertifikat tanah, kita mengetahui apa yang harus kita lakukan dengan sertifikat yang kita miliki.

Dengan begitu, kita tidak akan bisa menyalah gunakan ataupun disalahkan gunakan oleh orang lain.

Seperti melakukan pemecahan sertifikat tanah, pasti banyak yang sudah pernah dengar perihal melakukan pemecahan sertifikat tanah. Nah, selain penggabungan, sertifikat juga bisa dipecah loh! Biasanya pemecahan sertifikat tanah ini berkaitan dengan tanah warisan yang akan dibagi-bagi pada sejumlah ahli warisnya. Selain dari itu, pemecahan sertifikat tanah juga biasa dilakukan apabila seseorang atau pemilik tanah akan menjual sebagian tanahnya ke orang lain.

Cara melakukan pemecahan sertifikat tanah harus melalui berbagai macam prosedur dengan ketentuan-ketentutan yang dibutuhkan oleh pihak terkait. Hal inilah yang sering membuat orang-orang malas dalam mengurus sertifikat tanah terutama pemecahannya karena merasa direpotkan dengan proses yang panjang. Stigma ini yang akan Bizlaw luruskan dengan menuliskan artikel mengenai cara memecah sertifikat tanah! Simak di bawah ini ya!

Memecah Sertifikat Tanah? Emang Bisa?

Bisa dong! Seperti yang kita ketahui pentingnya memiliki sertifikat tanah, begitu juga dengan pemecahannya. Memang, tidak semua orang akan melakukan pemecahan tanah, tetapi bagi orang yang akan melakukan pewarisan atau jual beli atas tanah miliknya, penting untuk mengetahui mengenai pemecahan sertifikat ini! Memecah sertifikat tanah itu sendiri berarti melakukan penerbitan sertifikat baru untuk tanah-tanah yang sudah dipecah atau dibagi-bagi tersebut. Melakukan pemecahan ini guna menghindari adanya sengketa tanah dengan pemilik pecahan tanah lainnya. Memecah sertifikat tanah juga bisa terdiri dari pemecahan yang dilakukan oleh developer atas nama perusahaan dan pemecahan atas nama pribadi.

Lalu Bagaimana Caranya?

Sebelum mengetahui prosedur yang harus dilakukan untuk memecah sertifikat tanah, kita harus menyiapkan beberapa dokumen yang harus dimiliki dan dibawa pada saat akan melakukan pemecahan, yaitu:

  1. Identitas diri (KTP dan KK);
  2. Isian luas, letak dan penggunaan tanah yang dimohon;
  3. Pernyataan tanah tidak dalam sengketa;
  4. Pernyataan tanah dikuasai secara fisik;
  5. Alasan pemecahan;
  6. Surat Kuasa (apabila dikuasakan);
  7. Fotokopi identitas pemohon dan kuasa apabila dikuasakan (dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loket);
  8. Sertifikat tanah asli;
  9. Fotokopi SPPT PBB;
  10. Izin Perubahan Penggunaan Tanah (apabila terjadi perubahan penggunaan tanah);
  11. Melampirkan bukti SSP/ PPh sesuai dengan ketentuan;
  12. Tapak kaveling dari Kantor Pertanahan.

Dokumen-dokumen ini harus dilengkapi dengan formulir permohonan yang sudah diisi dan ditandatangani pemohon atau kuasanya di atas materai.

Kurang lebih dokumen-dokumen di atas sudah disiapkan, selanjutnya dapat melakukan permohonan di Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat dengan mengisi formulir perohonan yang ditandatangani pemohon atau kuasanya di atas materai. Setelah mengisi formulir kita akan menerima tanda terima setelah melakukan pendaftaran berkas. Petugas yang bertanggung jawab atas pengukuran akan pergi ke lokasi dengan didampingi pemilik atau kuasanya, hal ini penting untuk memastikan luasan tanah yang akan dipecah apakah sudah sesuai atau belum. Petugas akan menggambar hasil pengukuran dan memetakan lokasi pada peta yang disediakan. Kemudian, barulah dilakukan penerbitan surat ukur untuk tanah yang dipecahkan serta surat ukur untuk tiap-tiap tanah yang dipecahkan.

Surat ukur ditandatangani oleh kepala seksi pengukuran dan pemetaan. Usai mendapatkan surat ukur, selanjutnya penerbitan sertifikat di Subseksi Pendaftaran Hak dan Informasi (PHI). Sertifikat tersebut kemudian akan ditandatangani kepala lembaga pertanahan. Proses pemecahan sertifikat selesai dan kamu tinggal menunggu sertifikat baru keluar.

Untuk proses pemecahan sertifikat itu sendiri, dari awal permohonannya sampai dikeluarkannya sertifikat-sertifikat yang baru, pada praktiknya berbeda-beda di setiap daerah. Namun, untuk ketentuan pada umumnya, sebagaimana yang dijelaskan di atas.

Perlu Diingat!

Berdasarkan Pasal 48 ayat (1) PP Pendaftaran Tanah, hak atas sebidang tanah yang sudah terdaftar dapat dipecah menjadi beberapa bagian berdasarkan pemintaan pemegang hak yang bersangkutan. Masing-masing pecahan tersebut merupakan satuan bidang tanah baru dengan status hukum yang sama dengan bidang tanah semula. Apabila terjadi pemecahan tanah induk yang telah terdaftar, maka dilakukan penetapan batas dan pengukuran kembali, dengan dibuatkan gambar ukur baru dan dilakukan perubahan pada peta pendaftaran tanahnya, hal ini diatur dalam Pasal 42 Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (Permen Agraria/BPN 3/1997).

Peraturan tersebut juga menyatakan kalau Akta Jual Beli (AJB) dapat dijadikan dasar untuk melakukan peralihan hak karena jual beli sekaligus melakukan pemecahan tanah induk guna pendaftaran perubahan pendaftaran tanah.

Hubungi Kami

Habis membeli tanah atau mendapat tanah waris dan mau memecah sertifikatnya? Ikuti cara-cara di atas!

Kami bisa bantu buat akta dan dokumen-dokumen terkait. Masih bingung dan penasaran mau tahu lebih lebih lanjut? Bizlaw terbuka untuk memberikan informasi, menjawab pertanyaan dan memberikan layanan hukum mengenai pembuatan akta ataupun jasa hukum dan perpajakan lainnya kepada kalian.

Konsultasi masalah jual beli tanah atau sekadar menanyakan perihal pembuatan akta atau perjanjian-perjanjian yang berkaitan dengan pertanahan? Bizlaw siap memberikan konsultasi dan jawaban terkait jual beli tanah.

Bahkan kalian langsung mau melakukan sertifikasi? Bizlaw terbuka untuk memberikan pelayanan hukum terkait jual beli tanah dan/ atau bangunan. Bahkan Bizlaw bisa melakukan pembuatan akta, sertifikat, dan perjanjian untuk kalian. Selain itu, penyelesaian masalah hukum lainnya juga Bizlaw punya solusinya! Ditambah Bizlaw juga bisa mengurus perpajakan dan pembayaran-pembayaran lainnya!

Segera hubungi kami disini: info@bizlaw.co.id atau 0811-9298-182 atau bisa tanya-tanya di Instagram kami @bizlaw.co.id.