Bizlaw

Masa Penahanan Menurut Hukum Acara Pidana

Hukum Penggunaan Merek Terdaftar Tanpa Izin

Penahanan Dalam UU No. 1 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pada dasarnya telah ditentukan pembatasan jangka waktu masa penahanan bagi seorang tersangka/terdakwa di setiap instansi penegak hukum seperti penyidik di Kepolisian, penuntut umum di Kejaksaan dan Hakim di Pengadilan.

Ketentuan yang mengatur tentang pembatasan jangka waktu penahanan tersebut bisa dimintakan perpanjangan masa penahanan yaitu sekali saja pada tiap-tiap instansi.

Lalu ada juga akibat jika masa tahanan telah lewat dari batas  waktu yang telah ditentukan, siap atau tidak pemeriksaan terhadap seorang tersangka/terdakwa yang dikenakan penahanan, maka sesuai amanah KUHAP seorang tersangka/terdakwa haruslah dikeluarkan “demi hukum” dari tahanan tersebut. Penahanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 21 KUHAP, yaitu:

Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa ditempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.

Menurut Pasal 7 ayat (1) huruf d KUHAP, penyidik (dalam hal ini kepolisian) karena kewajibannya memiliki wewenang melakukan penahanan. Selain itu, penahanan juga bisa dilakukan oleh penuntut hukum atau hakim sesuai tahapan proses peradilan pidana (Pasal 20 KUHAP). 

Tujuan penahanan dapat kita temui pengaturannya dalam Pasal 20 KUHAP, yakni:

a.    Untuk kepentingan penyidikan, penyidik atau penyidik pembantu atas perintah penyidik berwenang melakukan penahanan;

b.    Untuk kepentingan penuntutan, penuntut umum berwenang melakukan penahanan atau penahanan lanjutan;

c.    Untuk kepentingan pemeriksaan hakim di sidang pengadilan dengan penetapannya berwenang melakukan penahanan.

Perihal fungsi dilakukannya penahanan dapat dilihat dalam Pasal 21 ayat (1) KUHAP yang mengatur bahwa perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana.

Jadi, fungsi dilakukannya penahanan itu adalah mencegah agar tersangka atau terdakwa tidak melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana.

Mengenai batas waktu masa penahanan yang dimiliki instansi penegak hukum seperti penyidik di Kepolisian sebagaimana amanah Pasal 24 ayat (1) dan (2) KUHAP yaitu:

(1) Perintah penahanan yang diberikan oleh penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, hanya berlaku paling lama dua puluh hari;

(2) jangka waktu sebagaimana tersebut pada ayat (1) apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang   oleh penuntut umum yang berwenang untuk paling lama empat puluh hari.

Pada ketentuan yang diatur di atas adalah total jangka waktu masa penahanan untuk keseluruhan pemeriksaan tersangka oleh penyidik yaitu 60 (enam puluh) hari dan yang berwenang memperpanjang masa penanahan yaitu penuntut umum.

Ketika pemeriksaan melewati jangka waktu maksimum yang telah ditentukan maka penyidik harus mengeluarkan Tersangka dari tahanan “demi hukum” atau dengan sendirinya penahanan terhadap Tersangka batal menurut hukum. ada pula untuk jangka waktu masa penahanan yang dimiliki penuntut umum di instansi Kejaksaan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 25 ayat (1) dan (2) KUHAP yaitu:

(1) Perintah penahanan yang diberikan oleh penuntut umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, hanya berlaku paling lama dua puluh hari;

(2) Jangka waktu sebagaimana tersebut pada ayat (1) apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh Ketua Pengadilan Negeri yang berwenang untuk paling lama tiga puluh hari.

Melihat ketentuan di atas, jangka waktu maksimal yang dimiliki oleh penuntut umum untuk melakukan penahanan terhadap Terdakwa yaitu 50 hari dan yang berwenang memperpanjang masa penahanan yaitu Ketua Pengadilan Negeri.

Namun setelah lewat batas waktu masa penahanan yang ditentukan KUHAP, siap atau tidak siap pemeriksaan terhadap Terdakwa harus dikeluarkan dari penahanan “demi hukum”.

Pengeluaran demi hukum ini adalah tanpa syarat dan prosedur. Kemmudian ada juga batas waktu penahanan yang dimiliki oleh Hakim di Pengadilan.

Semua hakim pada semua tingkat pengadilan baik pada Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung, masing-masing mempunyai wewenang melakukan penahanan sesuai dengan batas waktu yang ditentukan oleh KUHAP, diantaranya sebagai berikut:

Batas waktu masa penahanan untuk Hakim Pengadilan Negeri sebagaimana yang diatur dalam Pasal 26 ayat (1) dan (2) KUHAP, yaitu:

(1) Hakim pengadilan negeri yang mengadili perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84, guna kepentingan pemeriksaan berwenang mengeluarkan surat perintah penahanan untuk paling lama tiga puluh hari;

(2) Jangka waktu sebagaimana tersebut pada ayat (1) apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan untuk paling lama enam puluh hari.

Dengan jangka waktu maksimal masa penahanan yang dapat dilakukan Hakim Pengadilan Negeri yaitu adalah 90 hari, dan tidak menutup kemungkinan untuk mengeluarkan Terdakwa dari penahanan sekalipun masa tahanan belum berakhir jika penahanan dianggap tidak diperlukan lagi.

dan memiliki wewenang untuk memperpanjang masa tahanan adalah Ketua Pengadilan Negeri. Kemudian apabila batas waktu masa penahanan telah berakhir, dengan sendirinya menurut hukum Terdakwa harus dikeluarkan dari penahanan.

 Untuk Hakim Pengadilan Tinggi, batas waktu masa penahahan sebagaimana diamanahkan dalam Pasal 27 KUHAP, yaitu:

(1) Hakim pengadilan tinggi yang mengadili perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87, guna kepentingan pemeriksaan banding berwenang mengeluarkan surat perintah penahanan untuk paling lama tiga puluh hari;

(2) Jangka waktu sebagaimana tersebut pada ayat (1) apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh Ketua Pengadilan Tinggi yang bersangkutan untuk paling lama enam puluh hari.

Mengingat ketentuan Pasal 27 ayat (1) dan (2) KUHAP, jangka waktu penahanan yang dimiliki Hakim Pengadilan Tinggi secara maksimal selama 90 hari, selain itu Hakim Pengadilan Tinggi juga mempunyai wewenang untuk mengeluarkan Terdakwa dari penahanan sekalipun batas waktu penahanan belum berakhir.

dan yang berwenang memperpanjang jangka waktu masa penahanan yaitu Ketua Pengadilan Tinggi. Kemudian apabila jangka waktu 90 hari telah berakhir, tidak ada jalan lain bagi Hakim Pengadilan Tinggi untuk mengeluarkan Terdakwa dari penahanan ”demi hukum” tanpa syarat dan prosedur.

Untuk Hakim Mahkamah Agung,   adapun batas waktu masa penahanan yang dimiliki Hakim Mahkamah Agung sebagaimana amanah Pasal 28 ayat (1) dan (2) KUHAP, yaitu:

(1) Hakim Mahkamah Agung yang mengadili perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88, guna kepentingan pemeriksaan kasasi berwenang mengeluarkan surat perintah penahanan untuk paling lama lima puluh hari;

(2) Jangka waktu sebagaimana tersebut pada ayat (1) apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh Ketua Mahkamah Agung untuk paling lama enam puluh hari.

Hakim Mahkamah Agung memiliki wewenang penahanan dengan jangka waktu maksimal 110 hari. Hal tersebut tidak menutup kemungkinan untuk mengeluarkan Terdakwa dari penahanan meskipun jangka waktu masa penahanan belum berakhir.

dan yang berwenang untuk memperpanjang masa penahahan yaitu Ketua Mahkamah Agung. dan apabila dalam jangka waktu 110 hari berakhir, terdakwa dengan sendirinya harus dikeluarkan demi hukum tanpa mempedulikan apakah pemeriksaan pada tingkat kasasi selesai atau tidak.

Dengan demikian dapat dilihat dengan jelas dan tegas mengenai batas waktu masa penahanan serta batas wewenang yang ada pada setiap instansi penegak hukum yang memenuhi kepentingan perlindungan hak asasi manusia bagi setiap Tersangka/Terdakwa.

Dan jika masa penahanan dijumlah seluruhnya dari setiap tingkat pemeriksaan, mulai dari Tersangka di taraf penyidikan, sampai status Terdakwa pada pemeriksaan peradilan tingkat Kasasi pada Mahkamah Agung, tidak boleh lebih dari 400 hari.

Lewat dari batas waktu ini, sekalipun pemeriksaan perkara belum selesai, yang bersangkutan harus dikeluarkan dari penahanan “demi hukum” tanpa dibebani syarat dan prosedur.

Kemudian terhadap jangka waktu masa penahanan, terdapat juga pasal pengecualian menganai perpanjangan penahanan yang melebihi batas waktu yang diatur dalam Pasal di atas, hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 29 KUHAP, yaitu:

(1) Dikecualikan dari jangka waktu penahanan sebagaimana tersebut pada pasal 24, pasal 25, pasal 26, pasal 27, dan pasal 28, guna kepentingan pemeriksaan, penahanan terhadap tersangka atau terdakwa dapat diperpanjang berdasarkan alasan yang patut atau tidak dapat dihindarkan karena;

a. tersangka atau terdakwa menderita gangguan fisik atau mental yang berat, yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter, atau

b. perkara yang sedang diperiksa diancam dengan pidana penjara sembilan tahun atau lebih;

(2) Perpanjangan tersebut pada ayat (1) diberikan untuk paling lama tiga puluh hari dan dalam hal penahanan tersebut masih diperlukan, dapat diperpanjang lagi untuk paling lama tiga puluh hari.

Dengan ketentuan tersebut, yang menjadi dasar alasan pengecualian perpanjangan penahanan terhadap Tersangka atau Terdakwa berdasarkan alasan yang patut yaitu Pasal 29 ayat (1) huruf a dan b, diluar ketentuan tersebut tetap mengikuti ketentuan Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28. Mengenai batas waktu perpanjangan pengecualian sebagaimana diatur dalam Pasal 29 ayat (2) KUHAP, hanya untuk “dua kali” perpanjangan saja yaitu 60 hari.

dan pemberian perpanjangan harus bertahap untuk masing-masing 30 hari. jika jangka waktu perpanjangan yang 60 hari sudah berakhir, maka Tersangka/Terdakwa harus dikeluarkan dari penahanan “demi hukum” tanpa syarat dan prosedur.

Kemudian yang berwenang memberikan perpanjangan penahanan yaitu pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan.

Di tingkat penyidikan dan penuntutan diberikan oleh Ketua Pengadilan Negeri, pemeriksaan di pengadilan negeri diberikan oleh Ketua Pengadilan Tinggi, Pemeriksaan banding diberikan oleh Mahkamah Agung serta Pemeriksaan Kasasi diberikan oleh Ketuan Mahkamah Agung sebagaimana diatur dalam Pasal 29 ayat (3) KUHAP.

Mau konsultasi perihal kasus anda yang membutuhkan pengacara?

Tanyakan saja dengan Bizlaw!

Anda terjerat kasus?  ingin menggunakan jasa pengacara? Bizlaw terbuka untuk memberikan pelayanan hukum terkait. Bizlaw memiliki pengacara yang berpengalaman dan sudah berpraktek selama bertahun-tahun. Selain itu, penyelesaian masalah hukum lainnya juga Bizlaw punya solusinya!

Ditambah Bizlaw juga bisa mengurus perpajakan dan pembayaran-pembayaran lainnya! Bizlaw juga mengurus Pendirian PT, Yayasan, Firma, CV, Maatschaap, PMA, Pendaftaran merek dan pembuatan perjanjian!

Bizlaw, your one stop legal and Business solution!

Hubungi kontak kami: info@bizlaw.co.id atau 0812-9921-5128 atau mengenai informasi terupdate di Instagram kami @bizlaw.co.id.