Bizlaw

Eksepsi dalam Peradilan Pidana

Eksepsi dalam Peradilan Pidana

Eksepsi dalam Bahasa Belanda ditulis exceptie, sedangkan dalam Bahasa Inggris ditulis exception yang secara umum diartikan pengecualian. Tetapi dalam konteks hukum acara, eksepsi dimaknai sebagai tangkisan atau bantahan (objection). Bisa juga berarti pembelaan (plea) yang diajukan tergugat untuk mengkritisi syarat-syarat formil dari surat gugatan penggugat.

 

Merujuk kepada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti eksepsi adalah pengecualian, tangkisan atau pembelaan yang tidak menyinggung isi surat tuduhan (gugatan), tetapi berisi permohonan agar pengadilan menolak perkara yang diajukan oleh penggugat karena tidak memenuhi persyaratan hukum.

 

Berkaitan dengan permasalahan pidana. Bizlaw dapat membantu dengan memberikan jasa pengacara yang profesional dan terpercaya

 

Menurut Yahya Harahap eksepsi secara umum berarti pengecualian, akan tetapi dalam konteks hukum acara, bermakna tangkisan atau bantahan yang ditujukan kepada hal-hal yang menyangkut syarat-syarat atau formalitas gugatan yang mengakibatkan gugatan tidak dapat diterima. Tujuan pokok pengajuan eksepsi yaitu agar proses pemeriksaan dapat berakhir tanpa lebih lanjut memeriksa pokok perkara. 

 

Lilik Mulyadi berpendapat bahwa Keberatan adalah merupakan salah satu upaya yang bersifat insidental berupa tangkisan sebelum dilakukan pemeriksaan materi pokok perkara dengan tujuan utama guna menghindarkan diadakannya pemeriksaan dan putusan akhir dari pokok perkaranya. Pada prinsipnya eksepsi yang dimaksud di dalam hukum acara perdata dan hukum acara pidana mengandung kesamaan, hanya saja pengaturan eksepsi dalam persidangan pidana diatur di dalam Kitab Undang-undan Hukum Acara Pidana (KUHAP).

 

Dalam hukum acara pidana eksepsi lebih diistilah dengan keberatan, seperti yang dimaksud di dalam Pasal 156 ayat (1) KUHAP yang isinya menyatakan:

Dalam hal Terdakwa atau penasihat hukum mengajukan keberatan bahwa Pengadilan tidak berwenang mengadili perkara atau dakwaan tidak dapat diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan, maka setelah diberi kesempatan oleh Jaksa Penuntut Umum untuk menyatakan pendapatnya Hakim mempertimbangkan keberatan tersebut untuk selanjutnya mengambil keputusan.

Baik hukum acara pidana maupun acara perdata mengatur bahwa “eksepsi” itu diajukan untuk melakukan bantahan, keberatan atau tangkisan terhadap syarat-syarat formil. Dalam hukum acara perdata maka yang dibantah adalah syarat-syarat formil dari surat gugatan penggugat, sedangkan dalam hukum acara pidana maka sasarannya adalah syarat-syarat formil dari surat dakwaan jaksa penuntut umum. Eksepsi juga merupakan keberatan untuk mengkritisi tepat atau tidaknya kompetensi relatif dan atau kompetensi absolut dari lembaga peradilan yang sedang mengadili atau memeriksa suatu perkara.

 

Terdapat 3 (tiga) hal yang dapat menjadi alasan eksepsi atau keberatan oleh terdakwa atau penasehat hukumnya, yaitu:

Eksepsi atau Keberatan ini dapat berupa ketidak wenangan mengadili, baik absolut (kompetensi absolut) maupun relatif (kompetensi relatif). Mengenai Eksepsi atau Keberatan tidak wenang mengadili, ada macam-macam alasan, yaitu:

  1. Tidak wenang, karena yang wenang ialah Pengadilan Militer (kompetensi absolut, Pasal 10 UU No. 4 Tahun 2002 jo UU No. 31 Tahun 1997 tentang KUHPM); 
  2. Tidak wenang, karena yang wenang ialah majelis pengadilan Koneksitas (Pasal 89 KUHAP: Tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk lingkungan Peradilan Umum dan lingkungan Peradilan Militer, diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum kecuali jika menurut keputusan Menteri Pertahanan dan Keamanan dengan persetujuan Menteri kehakiman perkara itu harus diperiksa dan diadili oleh pengadilan militer)
  3. Tidak wenang, yang wenang ialah Pengadilan Negeri lain (Kompetensi relatif, Pasal 84 KUHAP: Pengadilan Negeri berwenang mengadili segala perkara tindak pidana yang dilakukan dalam daerah hukumnya.)

Ada beberapa alasan yang dapat diajukan terdakwa atau penasehat hukumnya terhadap eksepsi atau keberatan dakwaan tidak dapat diterima atau tuntutan Penuntut Umum tidak dapat diterima, yaitu: 

 

  1. Apakah yang didakwakan Penuntut Umum dalam surat dakwaannya telah kadaluarsa. (Pasal 78 KUHP: (1). Kewenangan menuntut pidana hapus karena daluwarsa: mengenai semua pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan dengan percetakan sesudah satu tahun; mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana denda, pidana kurungan, atau pidana penjara paling lama tiga tahun,sesudah enam tahun; mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana penjara lebih dari tiga tahun, sesudah dua belas tahun; mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, sesudah delapan belas tahun. (2). Bagi orang yang pada saat melakukan perbuatan umurnya belum delapan belas tahun, masing-masing tenggang daluwarsa di atas dikurangi sepertiga.
  2. Asas nebis in idem. (Pasal 76 KUHP: (1). Kecuali dalam hal putusan hakim masih mungkin diulangi, orang tidak dapat dituntut dua kali karena perbuatan yang oleh hakim Indonesia terhadap dirinya telah diadili dengan putusan yang menjadi tetap.)
  3. Tidak adanya unsur pengaduan. (Pasal 74 KUHP: (1). Pengaduan hanya boleh diajukan dalam waktu enam bulan sejak orang yang berhak mengadu mengetahui adanya kejahatan, jika bertempat tinggal di Indonesia atau dalam waktu sembilan bulan jika bertempat tinggal di luar Indonesia
  4. Apa yang didakwakan terhadap terdakwa bukan tindak pidana kejahatan atau pelanggaran. 
  5. Apa yang didakwakan kepada terdakwa tidak sesuai dengan tindak pidana yang dilakukannya. 
  6. Apa yang didakwakan kepada terdakwa bukan merupakan tindak pidana akan tetapi termasuk perselisihan perdata.

Eksepsi atau keberatan ini apabila surat dakwaan yang dibuat oleh Penuntut Umum tidak memenuhi syarat materiil sebagaimana ketentuan Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP yang berbunyi: Penutut umum membuat surat dakwaan yang diberi tanggal dan ditandatangani serta berisi: uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan. Kadang eksepsi atau keberatan ini masuk eksepsi surat dakwaan obscuur libel, akibat dari penafsiran terhadap kata yang tidak lengkap, tidak jelas dan tidak lengkap. Suatu surat dakwaan sebagai tidak cermat terjadi karena perubatan yang dirumuskan bukan merupakan tindak pidana atau bahkan faktanya bukan merupakan perbuatan terdakwa, juga karena kasus itu sudah nebis in idem atau daluwarsa. Kemudian tidak jelas terjadi bila rumusan perbuatan itu sesungguhnya adaah akibat perbuatan orang lain (perintah jabatan). Sedangkan surat dakwaan tidak lengkap bisa terjadi dalam hal tindak pidana dilakukan beberapa orang namun setiap orang berbuat tidak sempurna.

 

Secara materiil, suatu surat dakwaan dipandang telah memenuhi syarat apabila surat dakwaan tersebut telah memberi gambaran secara bulat dan utuh tentang: 

  1. tindak pidana yang dilakukan; 
  2. siapa yang melakukan tindak pidana tersebut; 
  3. dimana tindak pidana dilakukan; 
  4. bilamana tindak pidana dilakukan; 
  5. bagaimana tindak pidana itu dilakukan; 
  6. akibat apa yang ditimbulkan tindak pidana tersebut (delik materil); 
  7. apakah yang mendorong terdakwa melakukan tindak pidana tersebut; 
  8. ketentuan-ketentuan pidana yang diterapkan. 

 

Memiliki permasalahan pidana? Segera Hubungi Bizlaw! Bizlaw dapat membantu dengan memberikan jasa pengacara yang profesional dan terpercaya.

 

Hubungi Kami

Informasi lebih lanjut dan Jasa lainnya dapat menghubungi: