Bizlaw

Beli Tanah Juga Ada Pajaknya Loh!

Artikel Bizlaw sebelumnya sudah pernah membahas mengenai pajak yang dikenakan kepada penjual yang melakukan jual beli tanah dan/ atau bangunan. Masih ingat tidak kalian pajak apa yang dikenakan kepada penjual tanah dan/ atau bangunan? Yang lupa, yuk langsung cek artikel Bizlaw yang membahas tentang pajak bagi penjual!

 

Setelah kita mengetahui pajak apa yang akan dibebankan kepada penjual, sudah seharusnya kita juga mengetahui pajak yang dikenakan kepada pembeli. Hah? Emangnya ada? Kok pembeli udah melakukan pembayaran tetap disuruh bayar pajak? Tenang-tenang guys, akan kami jelaskan agar gak salah prasangka. Bagi para pembeli, jika ingin melakukan pembelian atas tanah dan/ atau bangunan harus membayar Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), pajak ini dikenakan karena pembeli telah memperoleh hak atas tanah dan/ atau bangunan, dengan kata lain karena telah melakukan pembelian tanah dan/ atau bangunan tersebut.

 

Sebagai pendukung BPHTB, pajak ini telah diatur secara khusus dalam Pasal 85 ayat (1) dan ayat (2) huruf (a) angka (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU 28/ 2009), serta peraturan daerah setempat. Maksud peraturan daerah setempat, kita misalkan peraturan BPHTB di Jakarta yang diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 18 Tahun 2010 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (Perda DKI Jakarta 18/2010). Dengan adanya BPHTB, membuka jalan bagi pembeli agar bisa mengurus sertifikat tanah dan/ atau bangunan yang akan dibeli.

 

Berarti BPHTB ini penting banget ya? Iya dong! Makanya Bizlaw bahas buat kalian para pembeli dan juga untuk penjual biar tahu apakah pembelinya sudah membayar BPHTB atau belum. Yuk dibaca ulasan kita di bawah ini!

 

Apa Itu BPHTB?

Seperti yang sudah dijelaskan di atas, bahwa BPHTB dikenakan karena adanya perolehan hak atas tanah yang dengan kata lain adanya tindak penjualan terhadap objek jual beli, yaitu tanah dan/ atau bangunan. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (41) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU 28/ 2009) yang mengartikan BPHTB adalah pajak atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. Serta yang dimaksud dengan perolehan hak atas tanah dan/ atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan/atau bangunan oleh orang pribadi atau Badan (Pasal 1 ayat (42) UU 28/ 2009).

 

Kalau kita melihat sedikit dari rekam jejaknya, BPHTB diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan, yaitu Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (UU BPHTB), yang mana selama peraturan ini berlau, pelaksanaan pemungutan BPHTB dilakukan oleh pemerintah pusat, yang kemudian seluruh penerimaan pajaknya akan diberikan kembali ke pemerintah daerah.

 

Seiring berjalannya waktu dan pemberlakuan BPHTB berdasarkan UU BPTHB, pemerintah merasa bahwa sistem birokrasi terhadap pembayaran BPHTB tidaklah efektif. Oleh karena itu, pemerintah mengeluarkan UU 28/ 2009 sehingga BPHTB resmi menjadi pajak yang dikelola oleh pemerintah kabupaten/kota. Adanya pengalihan pengelolaan dari pajak pusat menjadi pajak daerah ini, hal ini juga bertujuan agar sektor penerimaan dari sisi pajak daerah sehingga dikemudian hari semakin meningkat, dan daerah mengalami pembangunan yang terlihat dari adanya kemandirian dalam mengurus pajaknya masing-masing.

 

Bagaiman menentukan BPHTB?

BPHTB ditentukan berdasarkan Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) sesuai dengan harga transaksi objek pajak atau nilai pasar objek pajak. Harga transaksi merupakan harga riil objek jual beli yang disepakati oleh kedua belah pihak yakni penjual dan pembeli, tanpa harus berpatokan pada nilai pasar yang diperjual belikan. Obyek pajak BPHTB adalah perolehan atas tanah dan bangunan. Perolehan hak atas tanah dan bangunan meliputi pemindahan hak dan pemberian hak baru. Pemindahan hak ini karena: jual beli, tukar menukar, hibah, hibah wasiat, waris, pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya, pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, penunjukan pembeli dalam lelang, pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap.

 

Selain itu, juga perlu diingat bahwa ada objek pajak yang dikecualikan berdasarkan Pasal 85 ayat (4) huruf b UU 28/2009 yang berbunyi:

Objek pajak yang tidak dikenakan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah objek pajak yang diperoleh:

  1. perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik
  2. Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan/atau untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum

 

Berapa Persen Potongan dalam BPHTB?

Mengenai potongan pajak ini sudah seharusnya kita mengacu pada peraturan yang ada, berdasarkan Pasal 88 UU 28/ 2009, tarif BPHTB ditetapkan paling tinggi sebesar 5% (lima persen). Tetapi karena BPHTB tidak hanya diatur oleh UU 28/ 2009 melainkan peraturan daerah yang mengatur mengenai pengenaan pajak setiap daerahnya, maka tarif BPHTB tepatnya ditetapkan dengan peraturan daerah. Untuk itu, mengenai BPTHB Anda perlu melihat kembali peraturan di daerah setempat.

 

Seperti contoh paling gampangnya adalah DKI Jakarta, Pasal 6 Peraturan Daerah DKI Jakarta 18/2010 menyatakan bahwa tarif BPHTB ditetapkan sebesar 5% (lima persen). Akan tetapi, didukung oleh Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 126 Tahun 2017 (Pergub DKI Jakarta 126/ 2017) tentang Pengenaan 0% (Nol Persen) Atas Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Terhadap Perolehan Hak Pertama Kali Dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Sampai Dengan Rp2.000.000.000,00 (Dua Miliar Rupiah) perlu diketahui bahwa ada pengenaan 0% atas BPHTB terhadap perolehan hak untuk pertama kali meliputi pemindahan hak dan pemberian hak baru.

 

Pengenaan 0% atas BPHTB terhadap perolehan hak pertama kali karena pemindahan hak atau pemberian hak baru ini hanya berlaku bagi wajib pajak orang pribadi, yang merupakan Warga Negara Indonesia yang berdomisili di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta paling sedikit selama 2 (dua) tahun berturut-turut, serta dengan Nilai Perolehan Objek Pajak sampai dengan Rp 2.000.000.000,00, hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (1) Pergub DKI Jakarta 126/2017.

 

Memang dalam mengurus perpajakan itu susah-susah gampang nih. Jadi agar terhindar dari “susah-susah”nya, gunakan jasa Bizlaw yang bisa sekaligus urus pajak pembelian kalian! Gak usah takut dibebankan biaya yang aneh-aneh, baca artikel ini, pasti langsung ngerti maksud pembebanan biaya pajak.

 

Kontak Bizlaw Sekarang!

Kan jadi ringan kalau menggunakan jasa Bizlaw, makanya langsung saja tetapkan hati gunakan jasa Bizlaw!

 

Ataupun masih punya pertanyaan terkait pembelian tanah dan/ atau bangunan? Langsung konsultasikan saja dengan Bizlaw!

 

Mau beli tanah tapi males urus pajaknya dan pembayaran lainnya? Bizlaw bisa sekaligus memberikan jasa hukum dan juga mengurus perpajakan serta pembayaran-pembayaran lainnya terkait dengan jual beli tanah dan/ atau bangunan!

 

Hubungi kontak kami: info@bizlaw.co.id atau 0812-9921-5128 atau mengenai informasi ter-update di Instagram kami @bizlaw.co.id.