Bizlaw

Aspek Royalti Dalam Produk Digital (Software)

Aspek-Royalti-Dalam-Produk-Digital-(Software)

Dalam praktiknya, pembayaran penggunaan produk digital (software), seringkali dianggap sebagai pembayaran royalti yang dapat menimbulkan dampak perpajakan secara seketika, yaitu dalam bentuk pemotongan PPh. Bagaimana Undang-Undang PPh dan perjanjian P3B dalam melihat persoalan ini?

Pesatnya kemajuan teknologi informasi telah mengubah sifat perekonomian dan menyebabkan industri baik yang bergerak di bidang manufaktur maupun jasa mengubah cara mereka beroperasi. Perubahan tersebut di antaranya ditandai dengan cara bertransaksi yang kini banyak memanfaatkan teknologi informasi berbasis internet.

Kini, tak hanya produk barang berwujud saja yang dapat diperjualbelikan melalui media internet, akan tetapi juga produk barang tidak berwujud, seperti produk digital dalam bentuk suara (sound), gambar (images), tulisan (text), maupun sistem aplikasi komputer (software).

Terkait dengan aspek perpajakan atas produk digital atau software, dalam praktik biasanya pembayaran untuk hal tersebut seringkali dikaitkan dengan pembayaran royalti. Hal ini tentunya tidak sepenuhnya benar, karena tidak semua pembayaran yang terkait dengan penggunaan produk digital atau software dapat di-treatment sebagai pembayaran royalti.  

Dasar Hukum Perlakuan Perpajakan Atas Software

Perlakuan perpajakan atas software ini, baik menurut UU PPh (UU No. 7/1983 yang telah diubah terakhir dengan UU No. 17/2000) ataupun menurut Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) memang sangat bergantung pada justifikasi software itu, apakah sebagai royalti atau penghasilan dari usaha.

Dampak yang paling signifikan dari justifikasi ini adalah terletak pada aspek pemotongan pajak (PPh Pasal 23/26).

Di sisi lainnya, jika pembayaran tersebut bukan merupakan royalti atau dengan kata lain termasuk dalam kategori penghasilan dari usaha (business income), maka berdasarkan P3B, penghasilan Ini hanya akan dipajaki di negara domisili (resident country), kecuali perusahaan yang memperoleh penghasilan itu memiliki Bentuk Usaha Tetap (BUT) di negara sumber.

Sementara itu, untuk transaksi yang terjadi antar dua WP badan dalam negeri, berdasarkan UU PPh, tetap harus memperhatikan apakah atas pemabayaran untuk produk digital itu harus dikenai pemotongan PPh Pasal 23 sekalipun transaksi produk digital itu tidak termasuk dalam pengertian royalti.

Dengan demikian, kunci pemahaman untuk dapat menentukan implikasi perpajakan yang tepat tergantung pada justifikasi apakah pembayaran produk digital tersebut termasuk dalam pengertian royalti atau bukan.  

Produk Digital Menurut UU PPh

Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, salah satu hal yang perlu diperhatikan atas transaksi pembayaran produk digital adalah apakah penghasilan sehubungan dengan produk digital itu termasuk dalam kategori royalti atau tidak.

Sesuai dengan Pasal 4 (1) huruf h UU PPh, royalti merupakan penghasilan yang termasuk objek pajak.

Lebih lanjut, dalam penjelasan pasal tersebut dinyatakan bahwa imbalan berupa royalti terdiri dari tiga kelompok yaitu:

  1. Hak atas harta tak berwujud (Hak pengarang, paten, merek dagang, formula atau rahasia perusahaan).
  2. Hak atas harta berwujud (Hak atas alat-alat industri, komersial dan ilmu pengetahuan).
  3. Informasi yang belum diungapkan secara umum (Pengalaman di bidang industri atau di bidang usaha lainnya).  

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa royalti hanya terbatas pada ketiga kelompok tersebut. Dengan demikian, jika suatu produk digital tidak mengandung salah satu dari ketiga unsur tersebut, pembayaran atas produk digital tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai royalti.

Jika pembayaran royalti tersebut diberikan kepada Wajib Pajak (WP) dalam negeri, maka pembayaran tersebut akan dikenai PPh Pasal 23 sebesar 15% dari jumlah bruto.

Sementara bila pembayaran tersebut diberikan kepada WP luar negeri, maka akan dikenai pemotongan PPh Pasal 26 sebesar 20% atau tarif berdasarkan P3B jika transaksinya dilakukan dengan pihak luar negeri yang memiliki kerjasama dengan Indonesia (treaty countries).

Apabila pembayaran tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai pembayaran royalti, maka PPh Pasal 23 sebesar 15% dari perkiraan penghasilan neto juga dapat dikenakan atas jasa tersebut seperti yang dinyatakan dalam Peraturan Dirjen Pajak Nomer PER-70/PJ/2007.

Dalam PER tersebut dinyatakan bahwa jasa sehubungan dengan software komputer, termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan termasuk dalam jasa yang harus dipotong PPh Pasal 23 dengan perkiraan penghasilan neto sebesar 30% (tarif efektif 4,5%).

Sehubungan dengan transaksi software ini, Dirjen Pajak juga pernah memberikan penegasan dalam suratnya bernomor S-106/PJ.43/2006.

Pada intinya, surat tersebut menyatakan bahwa jika pembelian software komputer tidak disertai dengan pemberian lisensi, maka pembayaran untuk software itu tidak termasuk dalam definisi royalti, dan karena itu, bukan merupakan Objek PPh Pasal 23/26.

Namun, apabila dalam pembelian itu terdapat unsur pemberian lisensi, maka imbalan yang diterima sehubungan dengan perolehan software itu merupakan royalti dan dikenai pemotongan PPh Pasal 23/26.

Dalam surat tersebut, Dirjen Pajak juga merujuk pada definisi lisensi menurut UU No. 14/2001 tentang Paten. Dalam UU tersebut, pada intinya lisensi merupakan hak eksklusif untuk melaksanakan paten yang dimilikinya untuk:

Surat Dirjen Pajak ini kemudian menyimpulkan bahwa jika dalam penjualan software komputer tidak terdapat perjanjian lisensi yang dicatat di Dirjen Hak Kekayaan Intelektual dan hak untuk membuat, menggunakan, menjual, mengimpor, menyerahkan, menyewakan atau menyediakan untuk dijual atau disewakan atau diserahkan software tersebut, maka transaksi itu bukan transaksi royalti dan karena itu tidak ada pemotongan PPh Pasal 23.  

Produk Digital Menurut P3B

Produk Digital Menurut P3B

Seperti yang telah disinggung pada awal artikel ini, bila pembayaran atas software diperlakukan sebagai royalti maka pembayaran itu akan dikenai pajak di negara sumber berdasarkan tarif yang telah ditentukan dalam P3B.

Namun, bila pembayaran software tersebut dianggap bukan merupakan pembayaran royalti, maka pembayaran tersebut dianggap sebagai laba usaha (business income) yang akan dikenai pajak di negara domisili, sepanjang tidak ada BUT dari pihak penyedia software (penerima pembayaran) di negara sumber.

Pandangan umum dalam definisi royalti ini adalah imbalan sehubungan dengan penyediaan hak yang yang di dalamnya terkandung monopoli karena adanya paten atau copyright.

Berdasarkan rumusan tersebut, perbedaan definisi royalti menurut Model OECD dan Model UN terletak pada peralatan industrial, komersial dan keilmuan yang menurut Model UN termasuk dalam kategori royalti.

Berdasarkan Model UN, pembayaran sewa peralatan dapat dianggap sebagai royalti, kecuali dalam hal pembayaran sewa itu adalah termasuk dari upaya pembelian secara cicilan (kredit).  

Jadi…

Definisi royalti memiliki cakupan yang terbatas dan dalam UU PPh diatur dalam Pasal 4 (1) huruf h.

Sementara dalam ketentuan P3B diatur dalam Pasal 12.

Pada dasarkan kedua aturan tersebut sejalan satu sama lain, dimana penggunaan software dapat ditarik sebagai pemanfaatan royalti apabila terdapat hak untuk menggunakan, mengembangkan dan menggandakan software itu untuk tujuan komersial.

Dengan demikian, adanya hak yang diterima oleh user untuk menggunakan software itu tidak cukup substansial untuk menetapkan adanya unsur royalti dalam penyerahan software tersebut.

Meskipun tidak dapat dikategorikan sebagai royalti, namun hal ini bukan berarti tidak dapat dikenai pemotongan PPh. Pasalnya apabila pembayaran tersebut merupakan pembayaran jasa yang terkait dengan software komputer, maka pembayaran tersebut merupakan Objek PPh 23 dengan tarif 4,5%.

Hubungi Bizlaw

Itulah pembahaasan artikeAspek Royalti Dalam Produk Digital (Software). Bizlaw memiliki konsultan pajak yang bisa mengurus masalah perpajakan baik badan maupun perorangan.

Tidak hanya konsultasi saja, Bizlaw bisa memberikan arahan dan membantu dalam penanganan mengenai pelaporan pajak Anda! Tunggu apa lagi? Segera benahi perpajakan Anda dengan Bizlaw!

Ingin tahu lebih lanjut? Segera hubungi kami: 

Email: info@bizlaw.co.id

WhatsApp: 0811-9298-182